Chapter 47: Monitored by

1.2K 158 94
                                    

Jangan lupa vote ⭐dan komen ya.... 





Hari sudah menjelang sore. Anna sudah tersadar dari pingsannya sejak pagi. Hanya saja ia masih sangat lemah dan butuh pemulihan tenaga sesuai dengan treatment yang diberikan oleh dokter spesialis gizi. Karena treatment dari Dio dan Luna semalam hanyalah treatment sementara dalam jangka pendek sebelum observasi lebih lanjut. Bagaimana pun juga, dokter ahli gizi lebih menguasai hal itu dibanding mereka berdua.

Soal kehamilan Anna, baik Dio, Chen, maupun Luna masih sepakat belum memberi tahu kepada Anna mengingat kondisinya yang masih lemah. Beberapa kali Dio menyempatkan diri menengok istrinya di kamar saat ada kesempatan, bahkan makan siang tadi pun juga bersama dengan istrinya.

Lalu tentang papa Yunho?

Tidak, jangan berharap ia datang menjenguk anak perempuannya itu, lalu memberikan pesan dan doa supaya cepat sembuh. Kenyataannya itu tidak pernah terjadi. Mereka memang berada di satu area yang sama. Namun membelok ke kamar anaknya saja tidak pernah. Selalu sekaku dan sekeras itulah dr. Yunho.

Mama Yuna setia mendampingi anaknya dari pagi saat diantar Chen sampai sore ini. Segala apa yang Anna butuhkan ia selalu siap menyediakannya. Mama Yuna hanya berpikir bahwa ia harus selalu ada untuk Anna, disaat suaminya sama sekali tidak mempedulikannya.

Kalau ia mencoba mengingat saat dulu Anna sudah mulai menunjukkan pemberontakannya, saat itulah Yuna sudah mulai merasa kehilangan. Andai saja suaminya mau memahami anak perempuan satu-satunya itu, mungkin tidak akan ada rasa kehilangan yang mengendap di hatinya. Pun juga di hati Chen dan Haechan yang jauh di dalam sana menginginkan Anna untuk tetap bersama mereka dalam satu rumah yang sama. Si bungsu bahkan mulai menganggap hari-harinya menjadi kesepian semenjak Anna meninggalkan rumah. Itulah sebabnya ia menghabiskan waktu dengan menyibukkan diri menjadi jajaran pengurus OSIS dan organisasi ekskul lainnya semenjak kelas 7 SMP.

Yuna terduduk di kursi yang ada disamping ranjang Anna. Jemarinya tertaut di jemari Anna yang sudah mulai kurus. Dipandanginya wajahnya anaknya. Hanya dalam empat hari, badannya menyusut. Tapi entah kenapa, dari menyusut delapan kilogram, pipinya masih saja gembil. Khas anak kedua dan anak ketiganya memang begitu. Walau badannya menyusut seperti apapun, Anna dan Haechan masih akan tetap tembem. Mereka berdua persis seperti Yunho muda. Sedangkan Chen, sama seperti dirinya. Mau makan sebanyak apapun, tetap saja badannya akan segitu-gitu aja.

"Yang kuat ya, Nak... Sekarang kamu bawa satu nyawa lainnya..." gumam Yuna pelan, nyaris tidak terdengar.

Tak lama terdengar bunyi ponsel. Yuna segera mengangkat panggilan yang ternyata berasal dari bungsunya.

"Mama!!!!!!" belum apa-apa Haechan sudah teriak. Membuat Yuna menjaukan ponsel dari telinganya.

"Mama belum budeg, Chan. Ada apa?"

"Kakak lagi tidur apa udah bangun? Heh anakan cicak! Bisa nggak lo nggak gangguin gue? Sono melata aja sambil mutusin ekor!"

Yuna sudah shock gara-gara muncul kalimat sakral itu. Baru ia mau mengamuk karena Haechan seolah mengatai mamanya sendiri, Haechan sudah melanjutkan kalimatnya.

"Lo jangan berisik dong! Gue lagi tanya mama gue! Ampas banget sih lo!"

Yuna mengurut pelipisnya mendengarkan keberisikan di ujung telepon itu. Ia sesungguhnya tidak kaget jika Haechan seperti itu, mengingat anak sulungnya juga kalau bersama teman-temannya sering seperti itu. Dahulu, Yuna memang marah besar ketika anaknya berkata tidak sopan seperti itu. Namun makin kesini ia makin sadar, ungkapan seperti itu hanyalah ungkapan akrab dan bukti bahwasanya pertemanan anaknya dengan teman-temannya justru merupakan pertemanan dengan level yang istimewa. Kalau kata Chen dulu, 'berteman kalo belom manggil temennya pake sebutan brengsek dan aneh-aneh itu namanya belum beneran temen, Ma.'

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang