Jika sudah membaca Arvetta dari awal, diharapkan untuk membaca part ini, karena cerita ini mulai berubah dari part ini. Thankyou, and happy reading!
BRUK!
Aletta membanting tasnya di kursi penonton, lalu mengambil bola basket yang kebetulan ada di lapangan basket indoor disekolahnya. Cewek itu mendribble bola itu sebentar, lalu shoot.. bola basket itu berhasil masuk kedalam ring, membuat Aletta tersenyum puas.
Prok.. Prok.. Prok..
Mendengar suara tepukan tangan dari seseorang, Aletta sontak menoleh ke sumber suara, lalu mendengus lelah saat mengetahui siapa yang bertepuk tangan, ternyata Arvi.
"Pak, saya heran.. Kok muka Bapak ada dimana-mana ya?" tanya Aletta ketus. Tangan cewek itu masih mendribble bola basket dengan pelan.
Arvi berjalan pelan menghampiri Aletta, membuat jantung cewek itu semakin berdegup kencang setiap kali kaki gurunya itu melangkah.
Hap!
Aletta terkesiap saat Arvi merebut bola basket yang ia dribble dengan mudah.
"Bapak ngapain sih?" tanya Aletta galak.
"Saya mau nantang kamu basket, one by one. Siapa yang bisa cetak 10 poin lebih dulu, dia yang menang," tantang Arvi.
Aletta mendongkak, menatap Arvi yang lebih tinggi darinya dengan berani. "Siapa takut? Bapak sendiri gak takut encok? Bapak kan udah tua," ejeknya sambil menjulurkan lidah.
Arvi menggeram pelan, "Kalau saya menang, tata cara berpakaian kamu disekolah harus sesuai dengan tata tertib."
"Kalau saya menang, Bapak gak boleh omelin saya lagi kalau seandainya saya melanggar peraturan," ujarnya sambil mengambil alih bola basket dari tangan Arvi.
"Accepted," ucap Arvi sambil menyeringai.
Pertandingan dimulai. Aletta berhak men-dribble bola tersebut lebih dulu karena menang suit dari Arvi. Aletta memekik senang saat berhasil mencetak skor dengan mudah, berbanding terbalik dengan wajah Arvi yang terlihat kesal. Cowok itu menggulung lengan kemeja-nya sampai siku, lalu melepas dasi-nya.
"Ayo, Pak. Lama banget sih, persiapannya!"
"Sabar, Aletta."
Saat ini, Arvi bertekad untuk memenangkan pertandingan ini. Cowok itu men-dribble bola basketnya dengan mudah, lalu melemparnya ke ring basket dalam jarak three point. Bola itu masuk ke dalam ring dengan mudahnya, membuat Aletta mendengus kecil. Beberapa skor berhasil dicetak dengan mudahnya, dan tak terasa Aletta sudah mendapat skor 9, sama seperti Arvi. Sekarang adalah saatnya babak penentuan. Saat ini, Aletta sedang men-dribble bola dengan cepat karena sadar kalau hari sudah mulai gelap.
Secepat Aletta yang men-dribble bola, Arvi menaruh kakinya di depan tulang kering Aletta, lalu mengambil bola itu saat cewek itu terjatuh.
"Curang," cibir Aletta sambil meringis saat Arvi berhasil memasuki bola basket itu ke ring.
"No, kamu hanya kurang hati-hati," sanggah Arvi.
"Kalau sikap Bapak kayak gini terus, bisa-bisa satu sekolah bakal gak suka sama Bapak. Buat disukain sama muridnya, bukan cuma modal tampang sama otak doang," ujar Aletta sengit, lalu mengambil tasnya, dan berjalan tertatih-tatih meninggalkan lapangan.
Arvi menatap punggung Aletta yang mulai menjauh sampai hilang dari pandangannya. Jujur, perkataan Aletta tadi ada benarnya. Dengan sikapnya yang seperti ini, apakah muridnya akan menyukainya?
🌿🌿🌿
ALETTA menghela napasnya, lalu duduk di kursi yang terletak di depan kelas 11 yang sepi untuk menghubungi Pak Restu.
"Kamu sudah di jemput?" tanya seseorang yang membuat Aletta mendongkak, ternyata Arvi.
"Kelihatannya?"
"Belum."
"Tuh tau," sahut Aletta ketus.
"Saya minta maaf," ucap Arvi akhirnya.
Saat Aletta ingin menyahuti ucapan Arvi, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ternyata Pak Restu yang menelfonnya.
"Saya pulang dulu, Pak," ucap Aletta sambil mencium tangan Arvi, selayaknya guru dan murid.
"Tunggu dulu—"
Baru saja Arvi ingin mencegah, tapi Aletta langsung berjalan dengan terburu-buru. Tapi walaupun cewek itu berjalan dengan cepat, cara berjalannya tetap tertatih-tatih, membuat Arvi kasihan melihatnya.
"Mau saya bantu, tidak?" tawar Arvi seraya menyamakan langkahnya dengan muridnya itu.
"Gak perlu, Pak. Makasih!" sahut Aletta ketus.
"Yakin? Jarang-jarang loh, saya membantu seseorang," ucap Arvi yang membuat Aletta menghentikan langkahnya.
Aletta tersenyum sarkastik, lalu menepuk tangannya pelan, "Wah, bagus sekali. Jarang-jarang juga ada orang yang memberi tahu kejelekannya pada saya," sahutnya.
Ya, kata-kata itu cukup untuk membuat Arvi menutup mulutnya rapat-rapat, lalu membiarkan Aletta berjalan meninggalkannya.
Sekarang, hanya dua kata yang ada di pikiran Arvi; She's impossible.
🌿🌿🌿
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Arvetta ✔️
Novela Juvenil[COMPLETED] A R V E T T A Because I love you, and I want to fix us up. Start: 14 Oktober 2018 End: 3 April 2020 --------------------------------------------------------------------- "Saya Malvier Arviendra. Kalian bisa panggil saya Pak Arvi. Saya...