Arvetta | 25

532 134 0
                                    

NEW year eve telah berlalu, dan kini Aletta kembali pada rutinitasnya seperti biasa. Selama menghabiskan liburan di Bali, Aletta benar-benar hanya bertukar pesan dengan Arvi untuk sekedar menanyakan kabar, dan cewek itu bahkan tidak tahu dimana Arvi menghabiskan waktu liburan tahun barunya.

"Rasti, lo duduk sama Sella?" tanya Aletta saat ia mendapati kursi sebelahnya kosong, dan kursi yang biasa ditempati Anin terisi oleh Rasti.

"Ya, nanti waktu Anin dateng, dia bisa duduk sama lo," jawab Rasti tanpa rasa bersalah.

Aletta menghela napasnya, lalu duduk di kursinya dengan malas.

"Selamat pagi."

Punggung Aletta menegang saat mendengar sapaan dari Arvi yang sekarang sedang melihat daftar hadir kelasnya, lalu mencoret satu nama yang nembuat cewek itu meneguk ludahnya dengan susah payah.

Nama yang dicoret Arvi adalah urutan absen teratas di kelasnya.

Dasty mengangkat tangan kanannya, "Bapak nyoret nama siapa?" tanyanya.

Arvi berdehem pelan, lalu memperhatikan Aletta yang sedang melirik kursi kosong di sebelahnya. Cowok itu menghela napasnya, "Waktu pembagian rapot kemarin, Anindya Salma Wardhani atau yang biasa kita panggil Anin, berkeliling ke seluruh ruangan guru untuk pamit.. ke Manhattan karena orang tuanya yang pindah tugas kesana," jelasnya dengan mata yang memperhatikan perubahan ekspresi seluruh murid kelas itu, termasuk Aletta.

  "Kenapa Anin gak pamit ke kita?" tanya Sella.

  "Untuk urusan itu, saya tidak tahu. Tapi, Anin berpesan untuk menyampaikan kepindahannya kepada kalian setelah liburan tahun baru berakhir," jawab Arvi sambil menatap Aletta yang masih terdiam ditempatnya.

  Arvi kembali duduk di meja guru, lalu mengabsen muridnya satu persatu seperti biasa. Setelah itu, tibalah saatnya untuk menyampaikan materi. Tiba-tiba, Arvi teringat saat ia pertama kali mengajar di kelas ini, membuat cowok itu mengerutkan keningnya saat melihat kursi di sebelah Aletta yang harusnya terisi oleh Rasti.

  "Rasti, bukannya kamu duduk disebelah Aletta?" tanya Arvi tiba-tiba yang membuat seluruh murid perempuan—termasuk Aletta—terlonjak kaget.

  "Hah? Oh— anu, Pak. Sella minta saya untuk duduk disebelah dia," jawab Rasti gugup.

  "Dan kamu oke, lihat Aletta duduk sendiri?"

  "Saya kira ada Anin, Pak."

  "Kenyataannya—" ucapan Arvi terputus ketika melihat Aletta menatapnya lurus sambil memiringkan kepalanya, yang sontak saja membuatnya bungkam. "Okay, jadi hari ini, kita akan belajar tentang..."

🌿🌿🌿

  "TUMBEN kamu istirahatnya disini," ucap Arvi ketika mendapati Aletta memasuki ruangannya.

  "Aku udah masak buat kamu," ujar Aletta sambil mengeluarkan bekal dari tas kecilnya.

  "Kamu bawa apa?" tanya Arvi.

  "Nasi goreng. Tadi pagi, aku bangun kesiangan, jadi gak sempet masak yang berat-berat," jelas Aletta tanpa diminta.

  "Masakan berat? Contohnya?"

  "Ayam goreng, rendang, ya gitu gitu lah."

  Arvi terkekeh menanggapinya, lalu mengambil sendok dan melahap nasi goreng buatan kekasihnya itu.

  "Enak?" tanya Aletta tanpa menunggu Arvi menelan makanan buatannya.

  "Enak. Kamu beli ya?"

  "Enggak lah!"

  Arvi tertawa melihat wajah kesal Aletta. Seketika, ingatannya kembali pada pagi hari tadi.

  "Kamu gak apa-apa duduk sendiri?" tanya Arvi hati-hati.

  "Gak apa-apa," jawab Aletta santai.

  "Kamu makan siang disini bukan karena Rasti gak mau nemenin kamu kan?" tanya Arvi curiga.

  Aletta mendorong kursinya ke sebelah Arvi, lalu duduk di kursi itu. "Gak lah, of course. Lagian, teman aku bukan cuma Rasti aja," jelasnya, berbohong tentunya.

"Kamu bisa kesini kok, tiap jam istirahat."

Aletta mengerutkan keningnya, "Emang gak ada orang yang akan datang kesini atau curiga sama kita?" tanyanya.

"Insyaallah enggak. Ruangan guru kan sangat tertutup dan kedap suara—"

Tokk tokk tokk..

Ceklek.

"Selamat siang Pak, maaf mengganggu. Saya ingin memberikan beberapa berkas yang harus Bapak tanda tangani," ucap orang yang tiba-tiba masuk itu.

Aletta mengamati perubahan wajah Arvi saat melihat kedatangan wanita itu.

"Oh iya, Pak. Nanti malam ada pertemuan dengan Aditama Corp. karena Bapak diminta untuk mewakilkan Pak Rendra yang sedang berlibur," ujar orang itu.

Arvi hanya mengangguk, tapi karena merasa diamati, cowok itu menatap kekasihnya tanpa rasa bersalah.

"Aletta, wanita ini adalah sekretaris ayah aku, umurnya udah 23 tahun. Lebih tua dari aku, kan?" bisik Arvi agar Aletta tidak marah.

"Kamu tahu, Priyanka Chopra beda 10 tahun sama Nick Jonas, dan mereka tetap nikah dan hidup bahagia," bisik Aletta tidak mau kalah.

Arvi berdehem pelan, "Kania, perkenalkan, ini adalah Aletta, salah satu murid saya," ujarnya.

  "Halo, Aletta," sapa Kania sambil tersenyum paksa, dan Aletta tahu itu. "Kalau begitu, saya permisi," lanjutnya sambil melangkahkan kakinya dari ruangan Arvi.

  "Kenapa dia harus datang jam istirahat begini? Kenapa gak ntaran aja?" tanya Aletta setelah pintu ruangan Arvi tertutup.

"Kalau aku ada waktu senggang, bisa aku pakai buat pelajarin berkas-berkas itu," jelas Arvi.

  "Kamu.. gak capek?" tanya Aletta setelah mereka berdua terdiam beberapa detik.

  "No, I'm not. Kenapa kamu tanya itu?" tanya Arvi balik.

  "Aku khawatir," jawab Aletta jujur. "Kamu ngajar di sekolah, terus masih sempet-sempetnya ngerjain proyek kantor. Aku tahu itu sulit karena sering lihat Ayah pulang malam dan kadang kecapekan," ujarnya.

  Arvi tersenyum, "It's okay. Kamu gak perlu cemas dan gak perlu cemburu sama sekretaris Papa aku," godanya, untuk mengalihkan pembicaraan mereka yang terlalu serius tadi.

  "Aku gak cemburu," kilah Aletta, masih malu untuk mengakuinya.

  "Okey, kamu gak cemburu. Tapi terima kasih karena udah mengkhawatirkan aku," ujar Arvi sambil melahap nasi gorengnya.

Aletta memperhatikan kekasihnya yang sedang makan itu dalam diam. Apa perhatiannya hanya dianggap lelucon? Mengapa cowok itu menanggapinya dengan cuek?

🌿🌿🌿

Arvetta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang