Arvetta | 13

818 171 14
                                    

  "LO gak apa-apa, kan?" tanya Kaleo saat mereka berada di perjalanan menuju salah satu hotel yang terkenal di Jakarta.

  "Ya, gue gak apa-apa. Kenapa emang?" tanya Aletta balik.

  "Lo kelihatan lagi mikirin sesuatu," sahut Kaleo sambil menaikkan kedua bahunya.

Aletta menghela napasnya, lalu mengangguk pelan.

"Tadi dia nangis karena prakarya-nya ditolak mentah-mentah sama Bu Tia. Jadi, berhubung gue baik hati dan kasihan sama adek lo itu, gue bantuin dah, adek lo ngebuat prakarya-nya."

Entah mengapa, perkataan Arvi tadi masih terngiang di pikirannya. Cewek itu kembali menghela napasnya. "Menurut lo, teman kakak gue yang tadi lo lihat itu baik atau enggak?" tanya Aletta.

  Kaleo menaikkan sebelah alisnya. "Yang mukanya galak itu?" tanyanya.

  Aletta terkekeh geli. "Galak dari mananya sih? Dia baik tau," ujarnya.

  "Tadi dia ngeliat gue kayak mau nonjok pipi gue yang mulus ini," ucap Kaleo sambil mengulum senyumnya. "Udah sampai nih," lanjutnya.

"Lo ngapain ngajak gue ke hotel?" tanya Aletta galak saat melihat gedung tinggi di depannya.

  "Gak usah mikir aneh-aneh deh, lo!" Kaleo menjitak kening Aletta, membuat Aletta meringis.

  "Ini hotel punya bokap gue. Kalau gue macem-macem, pasti bakal ada yang ngadu ke bokap," ujar Kaleo.

  Aletta menghembuskan napasnya lega, lalu mengikuti Kaleo masuk ke dalam gedung tinggi itu. Kaleo berjalan menuju lift, lalu menekan tombol yang akan membawa mereka ke lantai paling atas hotel itu.

  "Lo mau ajak gue ke rooftop? Gue kan pengen makan," protes Aletta pada Kaleo yang terlihat tenang-tenang saja disebelahnya.

  "Restorannya di rooftop, Aletta. Emangnya lo mau gue bawa ke kamar?"

  Aletta tertawa kecil, lalu mengangguk paham. "Oh.. eh, by the way.. cewek lo gak akan marah kan, kalau lo ngajak gue kesini?" tanya Aletta hati-hati. Saking antusiasnya mendapat traktiran, ia sampai melupakan Selyn, pacar Kaleo yang sedang menempuh pendidikannya di Boston.

  "Santai, gue udah izin kok sama Selyn," jawabnya sambil tersenyum pada pelayan yang menyapanya.

  "Bagus kalau begitu," ucap Aletta.

  Kaleo mempersilahkan Aletta untuk duduk di depannya, lalu tersenyum melihat cewek yang berada di depannya ini masih terlihat tidak fokus.

  "Soal cowok yang tadi.. dia siapa?" tanya Kaleo sambil menggulung lengan kemejanya sampai siku.

  Aletta menggigit bibir bawahnya gugup, "Itu Pak Arvi, guru Ekonomi gue," jawabnya.

  "Menarik," komentar Kaleo. Cowok itu mengaduk cream soup yang menjadi hidangan pembuka makan malam ini. "Tapi entah kenapa, gue gak yakin hubungan lo sama dia itu cuma sebatas guru dan murid," lanjutnya.

  "Pertama-tama, gue mau nanya sesuatu dulu sama lo."

  Kaleo mendengus geli mendengar ucapan Aletta. "Sejak kapan lo mau nanya pakai izin dulu?"

  "Apa yang bakal lo lakuin kalau ada orang yang nolong lo cuma karena kasihan?"

Kaleo menaikkan sebelah alisnya, lalu terdiam sebentar, seakan sedang berpikir. "Gue bakal kesel sama malu, of course."

  "Apa yang bakal lo lakuin?" tanya Aletta lagi. Cewek itu tersenyum sekilas pada pelayan yang mengantar makanan utama, pan-fried salmon with mashed potato dan beberapa sayuran di sampingnya.

Arvetta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang