Arvetta | 29

487 108 0
                                    

S E L A M A T   M E M B A C A
Jangan lupa vote dan komennya ya:)

  "APA?! Rusak?" tanya Vanessa dengan suara yang dapat memecahkan keheningan di pagi hari itu.

"I-- iya Bun. Gak sengaja kelempar dari kulkas," jelas Aletta sejujur-jujurnya. Setidaknya, jujur itu lebih baik, kan?

Tapi sepertinya, tidak untuk hari ini. Meskipun Aletta sudah jujur, Vanessa tetap pada keputusan bulatnya; tidak akan membelikan Aletta ponsel dan hanya akan memberikan uang dua juta rupiah, sama seperti Reno.

Selama perjalanan ke sekolah, Aletta hanya terdiam sambil melihat jalanan yang dilewatinya karena masih menyusun rencana untuk mendapatkan ponsel incarannya. Yaa.. karena sekarang ponselnya rusak, tidak ada salahnya kan, untuk mengincar ponsel yang lebih bagus?

  Ya, tidak salah kalau harga ponsel yang diincar itu bersahabat. Tapi masalahnya, harga ponsel yang diincarnya sekarang sudah mencapai angka 13 juta. Aletta sudah mendapatkan 4 juta, dan berarti sekarang tinggal 9 juta yang harus ada ditangannya.

  Uang tabungannya.. ia yakin sekali kalau uang tabungannya itu sudah mencapai angka 100 juta lebih karena ia mulai menabung dari kelas empat. Aletta tahu kalau untuk ukuran ponsel, itu bukan apa-apa. Tapi untuk setiap bulan, uang tabungannya akan berkurang 1 juta untuk disumbangkan ke panti asuhan. Itu adalah salah satu hal yang tidak diketahui keluarganya.

  "Kalau gue tiba-tiba udah punya HP, pasti pada curiga dari mana gue dapet HP itu," gumam Aletta. Kepalanya terasa ingin pecah memikirkannya. Semua orang selalu menganggap Aletta adalah orang yang boros dan manja. Jadi, tidak akan terpikir di otak mereka kalau Aletta selalu menyisihkan uang sakunya setiap bulan untuk ditabung di bank.

  "Udah sampai, non," ucap Pak Restu.

  "Makasih, Pak. Kalau udah pulang, aku telfon," ujar Aletta seperti biasa.

  Setelah mendapat anggukan dari Pak Restu, Aletta langsung berjalan santai menuju kelasnya yang tidak jauh dari tempat parkir.

  "Lo ada hubungan apa sama Pak Arvi?" tanya Sella tiba-tiba saat Aletta baru saja memasuki kelasnya.

  Aletta menaikkan sebelah alisnya. Matanya menatap Sella dari atas sampai bawah, menyadari kalau mata cewek itu terlihat sembap.

  "Lo sehat?"

  Mendengar tanggapan Aletta, murid laki-laki di kelasnya langsung tertawa.

  "Gue yakin kalau lo ada hubungan sama dia. Kalau enggak, mana mungkin dia niat banget ngejatohin gue sampai bikin bokap gue marah," cerocos Sella.

  "Itu juga karena lo ngelunjak sama Pak Arvi," ujar Edward, membela Aletta.

  "Eh, waktu itu gue lagi ngebela anjing gue. Udah deh, lo gak usah ikut campur!"

  "Terus mau lo gimana? Bukannya lo sendiri yang nantangin Pak Arvi buat ngeluarin lo dari sekolah ini?" tanya Aletta yang sudah kesal melihat sikap Sella yang tidak mau disalahkan.

  "Gue mau lo yang dikeluarin dari sekolah ini," jawab Sella yang membuat seisi kelas terperangah mendengarnya.

  "Apa ada yang mau gue dikeluarin dari sekolah ini?" tanya Aletta pada teman sekelasnya yang lain.

  "Gak lah!"

  "Lo aja yang keluar, Sell!"

  "Pintu keluar disana!"

  Aletta mendengus geli mendengarnya. "Gue gak tahu salah gue apa sampai lo benci banget sama gue. Tapi thanks, karena lo, gue tahu siapa teman yang sesungguhnya," ucapnya sambil melirik kearah Rasti yang sekarang sedang menatapnya.

Arvetta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang