Arvetta | 33

514 106 0
                                    

S E L A M A T     M E M B A C A

I DON'T KNOW TAPI KAYAKNYA PART INI AGAK SEDIKIT... menggelikan? So, don't read it if you don't like it.

  ALETTA mengerjapkan kedua matanya, lalu mengerutkan keningnya saat menyadari kalau ini bukan kamarnya. Kamarnya bernuansa baby pink, bukan hitam putih seperti ini. Cewek itu terkesiap saat merasakan tangan kekar seseorang memeluk pinggangnya.

"Ar, bangun!" Aletta memekik panik sambil menepuk lengan Arvi yang memeluknya.

Bukannya bangun, Arvi malah mengerang dan mengeratkan pelukannya. Aletta mendengus, lalu mendorong paksa lengan kekasihnya itu dan membiarkannya jatuh dari kasur.

  Sebelum mendengar protesan panjang dari Arvi, ia langsung memotongnya, "Kenapa aku bisa ada disini? Ini dimana?" tanya Aletta kesal.

  "Di apartment aku," jawab Arvi cuek sambil berdiri dan meringis pelan saat merasakan nyeri pada pinggangnya.

  "Kenapa aku bisa ada disini? Semalem kamu gak ngapa-ngapain kan?" tanya Aletta curiga.

  "Kamu lupa sama kejadian tadi malam?" tanya Arvi dengan nada terkejut yang dibuat-buat.

  Aletta sontak melempar Arvi dengan bantal. "Apaan sih! Jangan bercanda," rengeknya yang membuat kekasihnya itu tertawa.

  "Semalem macet banget, jadi kita baru sampai jam 1 malam. Daripada Om Stephan mikir macem-macem, jadi aku bawa kamu kesini aja. Lagian juga kamu udah tidur," jelas Arvi.

  "Kamu maksa nganterin aku pulang, jadi Kaleo pulang sendiri. Lagian Ayah juga percaya kok sama Kaleo. Jadi aku bisa bebas mau pulang jam berapa aja," cerocos Aletta sambil memeluk bantal dengan bibir mengerucut.

  "Harusnya kamu seneng aku bawa kesini. Yaa, anggep aja ini latihan buat kalau udah nikah nanti," ucap Arvi.

  Aletta mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan ucapan Arvi. "Siapa yang nikah?" tanyanya heran.

  "Aku sama kamu," jawab Arvi sambil berdiri di depan Aletta yang terduduk di kasurnya, membuat cewek itu harus mendongkak untuk menatap Arvi.

  Aletta tidak menyahut, ia hanya memeluk pinggang Arvi dan menyandarkan kepalanya ke perut laki-laki yang sekarang berstatus sebagai kekasihnya itu. Kepalanya yang diusap pelan oleh Arvi menghadap ke jendela apartment, menatap keindahan langit pagi yang cerah.

  "Ini lantai berapa?" tanya Aletta seraya melepaskan pelukannya.

  "Lantai 47, kenapa?" tanya Arvi balik.

  "Pantes tinggi," gumam Aletta. "Eh, ayo pulang!" ajaknya.

"Kamu tau gak?" tanya Arvi tiba-tiba, membuat Aletta mendongkak untuk menatap cowok itu.

"Enggak lah, kan kamu belum ngasih tau," jawab Aletta sambil kembali memeluk pinggang Arvi, memejamkan kedua matanya, takut kalau semua ini hanya mimpi.

"Kamu enak di peluk waktu tidur," bisik Arvi.

Aletta mendengus kesal, lalu melempar bantal kearah Arvi yang langsung ditangkap dengan baik oleh cowok itu.

"Udah ah mainnya, ayo pulang," rengek Aletta. Arvi mengangguk pasrah, lalu berjalan keluar dari kamarnya diikuti Aletta.

"Yakin gak mau sarapan dulu?" tanya Arvi.

"Emang disini ada makanan?" tanya Aletta heran.

"Ada telur sama sosis. Kamu suka kan?"

Aletta mengangguk, lalu menggoreng sosis, sedangkan Arvi berurusan dengan omelette-nya. Selama berkutat dengan sosisnya, cewek itu kembali memikirkan perlakuan Arvi yang tiba-tiba berbeda kepadanya.

  "Awas gosong," celetuk Arvi yang membuat Aletta tersentak.

  "Iya," sahut Aletta sambil memutar bola matanya malas.

  Setelah masakan mereka sudah siap dihidangkan, Aletta tersenyum senang lalu menaruh telur dan sosis itu di piring.

  "Nih," ucap Aletta sambil menyodorkan piring itu ke Arvi.

  "Thanks," balas Arvi, setelah itu ia sibuk menaburkan lada keatas omelette.

  Acara sarapan mereka berdua tiba-tiba dilanda keheningan, hanya suara dentingan pisau dan garpu yang memecahkan keheningan itu.

  "Ar," panggil Aletta tiba-tiba.

"Kenapa?" tanya Arvi setelah memusatkan perhatiannya kearah Aletta.

"Kamu ragu tentang perasaan kamu buat aku?" tanya Aletta yang membuat rahang Arvi mengeras.

"Enggak, Al. Kata siapa?" tanya Arvi setelah ia menetralkan emosinya.

"Aku tahu sendiri," jawab Aletta tegas.

"Itu gak bener," ucap Arvi berusaha menenangkan Aletta yang sudah mulai emosi.

"Kalau itu bener, kenapa kamu gak minta putus aja?" tanya Aletta yang membuat amarah Arvi ikut memuncak.

Dengan amarah yang menguasai dirinya, Arvi langsung mengambil kunci mobilnya yang terletak di meja makan, lalu berjalan mendekati Aletta.

"Aku gak suka kalau kamu asal bicara kayak tadi. Apapun yang terjadi, kita berdua gak akan putus. Kamu denger itu kan?" tanya Arvi dengan suara pelan tapi mempu menggetarkan hati Aletta.

Aletta mengangguk kaku, membuat Arvi tersenyum puas. "Kalau udah selesai, aku tunggu di kamar. Aku mau ganti baju," ucap Arvi. Setelah itu, cowok itu mengecup pelipis Aletta lalu meninggalkannya sendirian di ruang makan.

Setelah lima detik berpikir untung menyerap maksud dari ucapan Arvi, kedua mata Aletta melotot. Dia nyuruh gue ke kamar waktu dia lagi ganti baju? What the hell is that mean?! batinnya kesal.

🌿🌿🌿

Arvetta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang