Hawa panas yang terasa dapat menembus kulit begitu menyiksa. Namun, para siswa Liberty hari ini semakin sibuk karena acara pentas seni akan diadakan dua hari lagi. Panggung megah di bagian tengah lapangan bahkan sudah berdiri gagah, meski dekorasinya belum selesai semua. Salah satu lagu yang menjadi soundtrack film disney yang baru-baru ini rilis terdengar di seluruh penjuru lapangan utama. Suara berat nan merdu dari penyanyi laki-laki serta suara halus dan tegas sang perempuan membuat beberapa orang ikut bersenandung juga.
Clarissa mengambil kipas angin kecil dari atas meja. Dia tidak peduli menjatuhkan salah satu kemasan makanan ringan yang mereka jajakan. Clarissa memejamkan mata ketika merasakan embusan pelan yang menyejukkan wajahnya.
"Clar, nanti sore lo tungguin kita latihan lagi, ya?"
Malas sekali sebenarnya. Clarissa ingin segera pulang, membersihkan diri, lalu merebahkan tubuh yang seharian ini menunggu stand kelasnya. Selama hampir tiga hari Clarissa selalu menolak, di hari penutupan bazar ini dirinya dipaksa dengan keras.
Pengunjung yang datang bukan hanya dari sekolah ini saja, melainkan dari beberapa sekolah tetangga juga. Hari ini, orang yang datang naik drastis karena ada penampilan dari ekstrakurikuler teater serta marching band Liberty. Strategi pemasaran bazar ini sudah diatur matang oleh OSIS dan para guru sehingga segalanya dapat berjalan seperti sekarang.
"Gue capek, ganti sama yang lain dulu aja." Clarissa menelungkupkan kepalanya di atas meja. Duduk diam di atas kursi kayu selama lebih dari lima jam melelahkan juga ternyata. "Besok pas gladi bersih, gue nonton paling depan, deh."
"Justru itu, Clarissa. Lo harus lihat dulu penampilan terakhir kita sebelum jadi bahan konsumsi publik." Aurora merangkul bahu sang teman. Gadis dengan rambut kecokelatan diikat tinggi itu tetap berusaha membujuk Clarissa.
Clarissa mendengkus. Tidak cukupkah mereka menyita banyak waktunya hari ini? Padahal, Clarissa lebih baik pulang dan pergi ke kantin untuk memenuhi konsumsi mereka daripada melayani pembeli di sini. Bukan apa-apa, bibir Clarissa rasanya kebas karena terlalu banyak mengulas senyuman.
"Clar, di antara teman sekelas kita, cuma lo yang paling bisa nilai penampilan kami gimana. Lo juga dulu pernah masuk ekskul dance, 'kan?" Tamara yang berdiri di sebelah Aurora ikut menambahkan.
"Ya udah, iya. Ini terakhir kalinya lo semua ngerepotin gue pokoknya." Clarissa menegakkan tubuh. Gadis itu membereskan anak rambut yang menghalangi wajah, sebelum mengambil ponsel dari laci meja.
1 missed call from Darrel
1 message from DarrelNotifikasi itu membuat Clarissa segera membuka layar kunci ponsel berlogo apel tergigit di tangannya. Ia membuka satu pesan yang dikirim oleh Darrel setengah jam lalu.
Darrel :
Udah selesai? Gue tunggu di taman belakang.Clarissa menggebrak meja hingga perhatian beberapa siswa di samping mereka ikut beralih, termasuk teman-teman sekelasnya.
"Clar! Lo mau bikin anak orang jantungan?"
Clarissa mengabaikan suara-suara yang terdengar, lalu bangkit berdiri. Tanpa mengulur waktu, dia setengah berlari melewati koridor gedung utama. Beruntung saja stand milik kelas 11 IPA 3 berada paling ujung. Hal itu dapat meminimalisir terjadinya hal-hal tidak diinginkan, seperti Clarissa yang bertingkah tanpa rasa malu karena sadar telah membuat Darrel menunggu. Tak heran, teman-teman sekelas Clarissa tahu seberapa tingkat ketakutan gadis itu akan kata putus yang Darrel lontarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM
Teen FictionKalau saja Clarissa tidak pernah terlambat pulang sore itu. Kalau saja mereka tidak pernah terikat sebuah hubungan. Kalau saja Darrel tidak membelikan Clarissa banyak bunga iris. Kalau saja Clarissa tidak memulai kembali. Mungkin mereka tidak akan...