Waktu istirahat kedua, siswa-siswi disibukkan dengan berdesakkan di perpustakaan lantai dua. Lebih tepatnya kelas akhir yang hendak mengambil bahan pembelajaran tambahan. Setiap orang harus mengambil lima buku dengan ketebalan sekitar empat ratus halaman. Clarissa berdecak beberapa kali. Ia bersandar di pintu yang terbuka lebar. Tidak ada niat untuk bergabung dengan orang-orang sibuk di depan sana.
Clarissa merutuk karena Aurora terus memanggil serta beberapa teman sekelasnya. Katanya, setiap kelas harus semua ikut segera agar jumlah buku serta muridnya lebih mudah didata. Namun, Clarissa bersikeras ingin bergabung bersama kekasihnya.
"Dasar budak cinta!"
Itu suara Aurora dengan nada lumayan nyaring, membuat Clarissa mendelik mendengarnya. Ia menatap tajam Aurora yang menjulurkan lidah. Ingin rasanya berteriak bahwa dia juga sama saja. Aldrich sudah mulai berubah dan temannya itu menjadi sibuk di hari libur dan sepulang sekolah. Beberapa kali Clarissa juga diajak untuk menonton pertandingan basket Aldrich. Mengingatnya membuat Clarissa muak juga.
Clarissa mengambil kemasan kecil permen coklat dari saku kemeja putih. Ia berniat membuka bagian ujungnya, tetapi seseorang tiba-tiba merebut benda itu. Clarissa mendongak. Kemasan permen tadi suka terbuka dan dikembalikan padanya. Darrel berdiri dengan sebuah senyuman kecil.
"Kayak anak kecil makan permen," katanya.
Clarissa memasukkan permen ke mulutnya, lalu membuang plastik kemasannya ke tempat sampah. "Daripada cuma bengong liatin mereka."
"Ayo masuk." Darrel menggandeng tangan Clarissa agar gadis itu sepenuhnya memasuki kawasan perpustakaan. Jujur saja, dia sedikit menghalangi lalu-lalang. Masih mending tidak ada yang protes terang-terangan akan hal itu.
Clarissa bergeming. Ia menggeleng. "Nanti aja, bareng kelas kamu."
"Aku boleh gak patuh aturan, kamu jangan." Darrel membiarkan Clarissa memasuki barisan lebih dulu, disusul dirinya. Di depan Clarissa ada Aurora yang bersuara muntah mendengar perkataannya tadi. Sudah biasa, biarkan saja.
Clarissa mendekatkan tubuh pada Aurora. Bibirnya mengulas senyum sebelum berkata lirih. "Lo iri, 'kan? Rora, salah satu syarat pacaran setara itu lo harus satu sekolah. Lo malah LDR."
"Bangsat! Setiap malam Aldrich nginep di rumah gue, ya!"
Beberapa orang di perpustakaan menatap Aurora dengan raut terkejut, entah karena pernyataannya yang mengejutkan atau nada suara yang cukup keras. Namun, Clarissa tertawa puas ketika melihat sahabatnya itu menunduk malu dengan wajah memerah. Satu kalimat pancingan dari Clarissa akan menghasilkan begitu banyak informasi tidak terduga dari Aurora. Seperti Aldrich yang pilih-pilih makanan, terobsesi dengan kebersihan, serta yang baru saja terdengar. Mungkin teman sekelas mereka sudah mengetahui siapa dan bagaimana sosok Aldrich tanpa harus bertegur sapa lebih dulu.
"Clarissa sialan! Lo mau mati?"
Clarissa tertawa puas. Ia mundur, lalu berpindah ke belakang tubuh Darrel. Tubuhnya tidak tenggelam di balik punggung laki-laki itu karena sepatu bersol tinggi yang dirinya gunakan hari ini. Clarissa menjulurkan lidah ketika lengan Aurora tidak bisa menggapainya karena cekalan Darrel.
"Awas, ya, lo! Pulang sekolah gue tunggu di parkiran!"
"Terserah. Gue bakalan pulang sebelum lo." Clarissa menarik tangan Darrel setelah menatap Aurora disertai senyum miring. Gadis itu menerobos antrian temannya yang bersiap membuka mulut kembali. Persetan dengan Darrel yang dicecar pertanyaan mengapa ikut serta dalam antrian kelas lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM
Teen FictionKalau saja Clarissa tidak pernah terlambat pulang sore itu. Kalau saja mereka tidak pernah terikat sebuah hubungan. Kalau saja Darrel tidak membelikan Clarissa banyak bunga iris. Kalau saja Clarissa tidak memulai kembali. Mungkin mereka tidak akan...