Disclaimer: 15+ only
If you don't understand how Clarissa look, you can see it in the photo below.
****
Sesuai dengan janji yang Darrel utarakan sepulang belanja kemarin. Pukul tujuh kurang sepuluh menit, Clarissa sudah menyelesaikan riasan wajah. Sekali lagi dia menatap cermin dengan lampu bulat putih di sisinya menyala. Merasa bulu matanya masih tampak kurang, ia mengambil mascara dari atas meja rias, lalu ia gunakan. Dirasa cukup, dia kembali menyimpan benda tersebut. Kini jemari berkutek ungu pastel itu menarik bedak tabur dan kuas. Sebelumnya, ia juga menyemprotkan setting spray. Satu sentuhan terakhir, Clarissa mengambil lip tint salah satu merek ternama. Pilihannya jatuh pada shade natural rose.
Clarissa bangkit, membuka kotak hitam yang Darrel berikan. Kitten heels putih tulang dengan hak tiga sentimeter. Di bagian belakang terdapat pita yang terhubung dengan tali mutiara di pergelangan. Ini tidak tinggi maupun pendek juga. Katanya, Darrel ragu jika Clarissa harus memakai ini. Alasan takut kakinya lecet atau pegal, padahal Clarissa punya stiletto yang tingginya tujuh sentimeter. Clarissa tertawa saja mengingat hal itu. Ia memakainya, dan bergegas mematut diri di depan cermin lagi. Sudah terlihat menawan, tetapi dia masih memperbaiki tali gaun hitamnya.
Selang beberapa waktu, dia memperhatikan bagian kepala. Rambut depan dikepang dengan tetap membiarkan anak rambutnya menjuntai yang kemudian digulung ke belakang. Tidak lupa jepit berbentuk deretan daun berwarna putih bertengger di sana. Tentu saja Clarissa telah mengerahkan waktu hampir tiga jam untuk menyiapkan semua itu. Dari mulai bantuan Aurora yang sudah pulang setengah jam lalu juga video tutorial. Namun, hasilnya tampak pas sekali. Clarissa menyemprotkan hair spray agar tatanannya bertahan lama.
Dering ponsel membuat Clarissa menyudahi kegiatannya. Nama sang kekasih tertera di layar. Ia berdeham, lalu menggulir layar ke arah kanan.
"Gue tunggu di depan."
"Kok, cepet banget, sih?" Clarissa sedikit menggerutu.
Darrel tertawa di seberang sana. "Ini udah jam tujuh. Harus dijemput jam berapa lagi?"
"Tunggu, mau minum dulu." Clarissa mematikan panggilan, setelahnya berjalan menuju gelas di atas nakas. Diteguknya air yang tinggal setengah itu hingga tandas. Debaran jantungnya kian meningkat saja seiring ia yang melangkah keluar. Tidak lupa gadis itu mengambil tas tenteng putih sebelum menutup pintu. Benda berukuran sedang dengan aksen timbul bunga disertai tangkai dan daun itu menjadi pelengkap tampilannya malam ini. Jangan lupakan juga beberapa mutiara setengah melingkar di penutup tas serta bagian pegangannya yang menambah kesan mewah.
Selesai menuruni undakan tangga, Mbak Eka menyapa. Clarissa mengatakan mungkin akan pulang larut karena ada acara dengan keluarga Darrel. Mengingat ibunya sudah kembali ke Bandung setelah pertengkaran mereka, Clarissa merasa Mbak Eka harus mengetahui tujuan dirinya keluar malam. Entahlah, hubungan dengan ibu maupun ayahnya masih sangat rumit. Beruntung, Clarissa masih memiliki Darrel di sisinya. "Mbak, kayaknya di kamar masih berantakan, tolong diberesin, ya. Aku udah ditungguin soalnya."
Darrel berdiri membelakangi gerbang. Kemeja hitamnya membuat pantulan cahaya kuning lampu jalan menjadi jelas. Clarissa dapat melihatnya karena setengah gerbang tersebut terbuka. Laki-laki itu tampak mengetukkan sepatu ke aspal, merasa bosan. Clarissa berdeham, hingga dirinya berbalik.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM
Teen FictionKalau saja Clarissa tidak pernah terlambat pulang sore itu. Kalau saja mereka tidak pernah terikat sebuah hubungan. Kalau saja Darrel tidak membelikan Clarissa banyak bunga iris. Kalau saja Clarissa tidak memulai kembali. Mungkin mereka tidak akan...