AM | 6

5.3K 289 27
                                    

Sedari tadi, mata Clarissa rasanya tak mampu lagi membaca deretan huruf yang tertulis di buku, tepat di depannya. Gadis itu berusaha menahan rasa kantuk demi menuntaskan jatah belajarnya hari ini.

"Itu mata berat banget apa buat dibuka?"

Suara Darrel terdengar menjengkelkan bagi Clarissa. Cowok itu bahkan sekarang masih sibuk membalik halaman buku. Entah di mana letak rasa lelahnya, Clarissa tak mengerti. Diliriknya jam yang tergantung di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul dua lebih lima belas dini hari. 

"Gue mau tidur." Clarissa menutup buku di tangannya, lalu diletakkan di atas meja.

Darrel mengikuti gerakan kekasihnya. Ia menatap lurus wajah Clarissa yang terlihat tanpa semangat, bahkan matanya seperti akan terpejam. "Ya udah, sana. Jangan main ponsel lagi."

Clarissa mengangguk patuh. Ia bersiap bangkit, tetapi Darrel menahan tangannya.

"Air mineralnya, siapa tahu nanti haus."

Clarissa menatap benda yang Darrel sodorkan bergantian dengan wajah cowok itu. Senyuman di bibirnya tak pernah luntur, meski jelas ada guratan lelah di matanya.

Darrel memang selalu bisa menjadikannya istimewa hanya dengan hal-hal kecil, seperti sekarang. Bagi orang lain, ini tak akan bermakna apa-apa. Bagi Clarissa, apa yang Darrel berikan sudah lebih dari cukup, terlebih ketika jemarinya terarah pada rambut legamnya. Clarissa merasakan perasaan aneh saat Darrel mengelus puncak kepalanya.

"Sweet dream, Clarissa."

Detak jantung Clarissa kembali menggila. Darrel memang benar-benar mampu memberikan efek luar biasa hanya dengan perkataannya. Entah sudah berapa kali Clarissa jatuh pada pesona cowok itu. Darrel Elvan selalu menjadikannya tak kuasa. Clarissa tak pernah bisa menghindar dari perasannya yang tumbuh semakin kokoh.

Clarissa memukul tangan Darrel setelah tersadar. Gadis itu dengan cepat meraih botol air mineral di tangan Darrel, lalu berlari menaiki anak tangga.

Darrel terdiam sekarang. Senyuman di wajahnya perlahan sirna. Rasa yang berkecamuk di hatinya, semakin bertambah saja.

Ponsel di atas meja berkedip beberapa kali. Darrel bergegas mengambilnya. Ada sebuah pesan dari nomor yang sudah sangat ia kenali. Darrel enggan membukanya, tetapi ia harus.

+62897658xxxx :
Besok pulang ke rumah, ambil jadwal les kamu.

Darrel merasa membuang waktu sia-sia dengan membaca isi pesan tersebut. Seharusnya, ia tahu bahwa hidup bebasnya kian terbatas. Darrel sebentar lagi akan benar-benar terikat dengan tuntutan sang ayah yang gagal dipenuhi oleh anak pertamanya.

Darrel mematikan ponselnya sebelum memasukkan benda itu ke dalam tas. Terserah saja apa kata ayahnya, Darrel tak pernah peduli karena mencoba untuk lari juga tak bisa.

Darrel memasukkan buku-buku miliknya. Tak lupa, Darrel juga membereskan milik Clarissa. Tak berapa lama, meja kaca itu kembali tertata rapi.

Darrel bersiap menggendong ranselnya. Namun, urung ketika mengingat sesuatu. Cowok itu mengambil notes serta pena dari tumpukan buku Clarissa. Ia menuliskan beberapa huruf di sana—kalimat berpamitan dan pengingat untuk kekasihnya.

AMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang