Seperti yang sudah Darrel janjikan, mereka kini sedang berjalan berdampingan menuju sebuah gedung bertingkat tiga yang berdiri megah di depan sana. Hanya kaus putih polos dilapisi oleh jaket denim hijau tua yang dikenakan oleh Darrel, seperti biasa. Clarissa sudah tidak asing lagi dengan laki-laki itu. Darrel tidak suka warna-warna mencolok, tetapi itu tidak pernah gagal di matanya.
"Rel, lo udah ada tempat les?" Clarissa menoleh ke arah sang kekasih yang berdiri tepat di samping kirinya.
"Udah."
"Di mana? Di sini juga?" tanya Clarissa yang masih merasa kurang puas dengan jawaban Darrel.
Darrel menghentikan langkah, begitu pula Clarissa. Keduanya saling mengunci tatapan. Clarissa tampak mengernyitkan dahi, sedangkan Darrel terdiam sejenak. Laki-laki itu lalu mengisyaratkan kekasihnya untuk mendekat. Meski bingung, akhirnya Clarissa menurut.
"Rahasia." Darrel berbisik ketika mengatakannya.
Geraman tertahan terdengar dari bibir Clarissa ketika Darrel berlalu tidak lama kemudian. Dia sedikit menghentakkan kaki sebelum menyusul rangkaian langkah Darrel. Tempat ini masing asing, Clarissa belum tahu bagaimana cara mendaftar di sini juga.
"Tungguin, Darrel!"
"Jalannya lama, ngalahin siput." Darrel menaikkan sebelah alisnya.
"Pacar lo disamain sama siput? Kurang ajar!" Clarissa bersiap untuk memukul pundak Darrel, tetapi laki-laki itu dengan cepat menarik tangannya.
"Mau daftar hari ini, gak?" Darrel menarik tangan Clarissa agar memasuki ruangan pendaftaran.
Tangan Clarissa yang terbebas dari tarikan Darrel benar-benar memukul pelan pundak lebar itu. "Kalau lo main asal tarik, ngapain nanya lagi."
Darrel berbalik ketika mereka sudah dihadapkan dengan pintu kaca yang ditutupi gorden tipis berwarna putih. "Jangan malu-maluin, Clar."
Hari ini sepertinya Darrel memang berniat menghancurkan suasana hati Clarissa. Ketika gadis itu akan memukul Darrel kembali, knop pintu ternyata malah dibuka. Clarissa menjauhkan tangan dan merapatkan kembali bibirnya. Dua orang perempuan berjilbab hitam dan bersetelan kemeja rapi seketika tersenyum ramah. Suasana di sana berubah canggung karena Darrel yang tiba-tiba menarik pintu agar terbuka. Clarissa harus memukul laki-laki itu hingga mengaduh meminta ampun nantinya, harus.
Akhirnya, mau tidak mau Clarissa masuk mengikuti Darrel. Tadinya dia sempat berpikir dulu sembari melihat tempat ini secara langsung. Namun, ternyata Darrel malah segera membawanya menuju ruangan pendaftaran. Canggung sekali rasanya ketika harus duduk di samping Darrel dengan orang asing di depan mereka, terlebih tadi mereka mungkin mendengar suara keributan dirinya.
"Selamat siang, Bu. Saya yang kemarin datang mendaftarkan bimbingan belajar di sini, atas nama Clarissa Leta Kirania." Darrel mengulas senyuman tipis.
"Sebentar, saya cari dulu datanya, ya." Salah seorang dari petugas pelayanan pendaftaran di sana sibuk menyusuri tumpukan kertas formulir yang sudah terisi.
Tidak berselang lama, kertas yang dimaksud berhasil ditemukan. Harus ada pencocokan data untuk melihat bagaimana pola pembelajaran untuk Clarissa nanti. "Bimbingan akan berlangsung selama enam bulan dengan tiga kali pertemuan setiap minggunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
AM
Teen FictionKalau saja Clarissa tidak pernah terlambat pulang sore itu. Kalau saja mereka tidak pernah terikat sebuah hubungan. Kalau saja Darrel tidak membelikan Clarissa banyak bunga iris. Kalau saja Clarissa tidak memulai kembali. Mungkin mereka tidak akan...