6. Es Krim

778 73 2
                                    

"Ini beneran nggak ada guru kan ya?" tanya Dimas yang sedang kepanasan sambil mengipas-ngipas wajah dengan kipas yang ia curi dari kaum hawa.

"Nggak, sibuk ngurusin ini itu." jawab Ferdio yang sedang asik menggambar di buku tulisnya.

"Lo kok nggak sibuk juga?"

Ferdio mendengus, mendongakan kepala ke arah Dimas yang duduk di atas mejanya. "Lo pikir dari tadi gue nggak masuk ke kelas, nggak ikut lo ngantin kemana hah? Nyari cabe-cabean di bundaran HI."

Dimas nyengir tak berdosa. "Nyelow dong kang gue kan cuma tanya."

Ferdio beralih menoleh ke arah dua manusia yang sedang sibuk menatap layar ponsel masing-masing dengan jari tangan terus bergerak di pojok kelas.

"Anjiirrr gue mati." teriak Bobby mengagetkan.

"Mati lo mati lo kamprett. Yes maniac" ucap Mungga kemudian.

"Victory." teriak Bobby kegirangan.

Dimas yang melihat dua karibnya itu langsung melempar dua buah pensil yang tadi Ferdio gunakan untuk menggambar. Lemparannya tepat sekali.

"Heh batak berisik lo."

Mungga dan Bobby melangkah menuju Dimas.

"Apa sih Mungga juga main ngapa gue doang yang di marahin." kesal Bobby.

"Karna gue ganteng jadi lo yang marahin." jawab Mungga sembari menggeser kursi duduk di samping Ferdio.

"Anjirr lo.."

"Lo berdua udah main berapa jam? Nggak bosen-bosen dari tadi. Keriting tuh tangan." tanya Ferdio.

Bobby menghitung dengan menggerakan jarinya. "Setelah gue hitung-hitung dengan otak jenius gue selama gue hidup, gue main mobile legend udah beratus-ratus jam."

Ferdio berdecak. "Serah lo deh."

"Nanti siang ada acara nggak lo pada, nongkrong yuk. Ada cafe baru loh katanya karyawannya bohay-bohay." ajak Dimas dengan semangat empat lima.

"Mesum lo." ucap Ferdio menonyor kepala Dimas.

"Gue sih ngikut aja."

"Gue ngurusin anak Osis. Bakal sibuk akhir-akhif ini." jawab Ferdio datar.

"Gue nggak bisa mau jemput jodoh gue." jawab Mungga sambil menyunggingkan senyum.

"Anjirrr pamer lo." ucap Dimas.

"Reinata maksud lo?" tanya Ferdio kemudian.

"Ya iya lah siapa lagi kalo bukan si gurita, yang udah bikin Mungga mabuk cinta." jawab Bobby.

Ferdio menatap Mungga. "Lo beneran suka sama dia apa lo cuma mau main-main kayak yang sebelum-sebelumnya?"

"Gue juga pengen berubah kali Fer, lewat perantara dia. Kayaknya gue juga beneran suka dia. Nggak tau kenapa beda aja gitu dia sama cewe-cewe yang gue kenal. Meskipun gue kenal dia dari kelas 1 SMP gue baru nyadar kalo dia bener-bener cantik, auranya beda." jawab Mungga dengan muka serius.

"Ohh bagus lah kalo gitu." ucap Ferdio yang kemudian menyibukan aktifitas menggambarnya.

Dimas dan Bobby setengah melongo mendengar ucapan Mungga sambil menopang dagu dengan kedua tangan mereka.

Merasa risih dengan tatapan Dimas dan Bobby, Mungga melemparkan buku ke muka Bobby.

"Ngapain lo berdua natap gue kayak gitu, naksir ntar lo." gidik Mungga.

"Akhirnya raja Playboy dari SMA ini bertobat, bener-bener sebuah mukzizat. kalo lo jadian traktir jangan lupa loh."
Jawab Bobby nyengir yang di sertai anggukan setuju dari Dimas.

Mungga mendengus-dengus bak roy kiyoshi. "Ini ngapa gue mencium bau-bau dompet gue bakal ilang semua isinya."

Bobby dan Dimas hanya terkekeh mendengar ucapan karibnya itu.

Sudah beberapa hari ini Mungga selalu mengantar dan menjemput Rere sekolah. Meski selalu di tolak mentah-mentah, bukan Mungga namanya kalau menyerah saat di medan perang. Dia selalu mempunyai cara tersendiri agar Rere mau di antarnya.

***

Banyak siswa-siswi yang berlalu lalang meninggalkan parkiran sekolah.

Rere dan Agnes berjalan beriringan menuju gerbang sekolah untuk menunggu jemputan.

Agnes menyipitkan kedua mata melihat seseorang yang sedang nangkring di motor. "Itu Mungga kan? Oppa lo udah jemput tuh, pantes dari tadi gue denger bisikan-bisikan gaib dari cewe-cewe yang lewat. Ternyata ada kembarannya baekhyun."

"Lo nyamain dia sama baekhyun? Katarak mata lo."

Agnes terkekeh. "Perumpamaan kali ah. Lo tiap hari dianter-jemput dia awas jadian lo."

"Apa sih nggak mungkin. lagian gue nggak minta dia jemput gue."

Melihat Rere dan Agnes, Mungga menghampiri kedua gadis itu. "Ayok pulang."

"Ngapain gue harus pulang sama lo." ketus Rere.

"Abang lo nggak jemput, mama lo juga sibuk mau naik taksi di culik sama om om ntar lo."

"Gue bisa pulang bareng Agnes."

Agnes menatap Mungga seakan mengerti.

"Eh lo nggak usah bareng gue, gue mau mampir dulu ke rumah tante soalnya. Bye Re." Agnes nyelonong pergi menuju mobil jemputannya, meninggalkan Mungga dan Rere terkikik sambil melambai-lambaikan tangan.

"awas lo Agnes, sahabat durjana gue kutuk lo jadi selingkuhannya sehun." batin Rere dalam hati.

Mungga menggandeng tangan Rere. "Ayok buruan."

Rere tersentak, seketika wajah Rere bersemu merah.

"Lo nyogok Aldi pake apaan?" tanya Rere sambil memalingkan wajah menyembunyikan wajah merahnya.

"Sorry gue sih anti nyogok menyogok club, pas gue bilang ke abang lo mau jemput lo dia dengan senang hati ngeiyain tuh." ucap mungga sembari menaiki motor.

Motor mulai melaju meninggalkan gerbang SMA Mahardika.

"Lo sampe kapan mau trus-trusan ganggu hidup gue? Lagi lo dapet nomer ponsel gue dari mana?" tanya Rere yang sedari tadi diam membisu.

"Gue kan semalem udah bilang sampe lo maafin gue. Lagian gue dari kemaren-kemaren minta maaf sampe beratus-ratus kali nggak lo tanggepin sama sekali." jelas Mungga sambil membelokan motornya ke arah kiri.

"Trus nomer gue? Aldi yang kasih?"

"Bukan, gue nemu di ponselnya Ferdio." jawab Mungga jujur.

"Mana ada nemu, pasti lo colong kan?"

Mungga terkekeh. "Iya lah apa yang nggak buat lo, meski gue di suruh narik truk pake gigi gue kayak yang di lakuin master limbad juga bakalan gue lakuin selama itu buat lo seneng."

Sontak ucapan Mungga sukses membuat wajah Rere bersemu merah kembali.

Rere diam tak menjawab. Ia mencengkram roknya dengan kuat. Tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat. Ada apa ini? Kenapa rasanya seperti di kejar anjing galak milik tetangganya? Jantungnya sungguh berdetak tidak wajar.

"Trus gue kudu gimana biar lo maafin gue?" tanya Mungga memecah keheningan.

Sunyi. Rere masih terdiam.

Mungga menghela nafas.

"Beliin gue es krim 10 cup." ucap Rere tiba-tiba.

"Eh??"

"Beliin gue es krim. Lo nggak tuli kan?"

"Kalo gue beliin lo bakal maafin gue?"

"Hm." jawab Rere singkat.

Hanya dengan es krim? Mungga sampai merasa kepalanya akan meledak memikirkan bagaimana lagi ia harus meminta maaf.

"Gue beliin. Jangankan 10, setruk pun gue kasih. Syaratnya kita ke rumah gue dulu."

"Ehh????" Rere tersentak dengan wajah kebingungan.

***

Jangan lupa vote dan comment^^
Salam.

Mr. M3 | munggaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang