Ngga sabar buat up besok. Jadi sekarang aja...
Happy reading...
*******
"Anissa." Laki-laki dengan kemeja biru itu memanggil namanya. Anissa tidak terlalu heran kenapa laki-laki itu ada disekitar sini. Ya, Abyan, dia menyungginkan senyumnya kepada Anissa.
Anissa membalas senyumnya."Abyan", panggil Anissa. "Gue boleh duduk sini?" tanya Abyan.
"Iya gabung aja." Keysa yang menjawabnya. Anissa hanya menganggukan kepalanya. Abyan duduk disamping Anissa. Keysa didepannya udah kode-kode minta dikenalkan. Temannya itu kadang emang sedikit memalukan.
"Ini kenalin temen gue, Keysa."
"Abyan." Abyan menampilkan senyum paling manisnya. "Gue ngga ganggu kan?."
"Ngga", jawab Anissa dan Keysa berbarengan.
"Kompak bener neng, macam paduan suara aja," ucap Abyan cengengesan.
Mereka bertiga mengobrol dengan santai, sambil menikmati makanan mereka. Menurut Anissa, Abyan cocok dengan Keysa. Ya, Abyan orangnya sedikit nyeleneh, humoris juga, miriplah sama sifat Keysa.
"Oh iya Nis ada titipan dari ibu kamu, nanti deh gue ambil di mobil dulu."
"Udah nanti aja makan dulu aja," cegah Anissa.
"Gue ngga mau nanti-nati, ngga mau sering ketemu kamu juga."
"Kenapa?"tanya Anissa heran.
"Takut diabetes gue kumat."
"Kok bisa? emang elo udah ada riwayat diabetes kali, masa gara-gara gue sih", ucap Anissa dengan polosnya.
"Bukan. Karena kemanisan aja liat senyum kamu." Keysa tertawa. Anissa hanya senyum aja, rasanya ko beda yah ketika Adam menggombal, walaupun ngga jelas itu gombal apa engga, tapi kalau Adam yang ngegombal ada sesuatu yang menggelitik aja dihati Anissa.
"Jijik deh," ucap Anissa sambil senyum bercanda. Abyan hanya ketawa saja.
"Tapi beneran ada titipan dari ibu kamu, nanti setelah makan gue ambil."
Anissa menganggukan kepalanya, setelah itu mereka bertiga melanjutkan makan.
*******
Adam memarkirkan mobilnya, kemudian dia masuk ke sebuah cafe. Katanya, temannya itu sudah sampai duluan di tempat.
Adam akan bertemu dengan teman kuliahnya dulu. Temennya itu asli Jakarta dan punya perusahaan yang bergerak dalam bidang konsultan arsitektur. Rencananya kali ini dia ingin membicarakan tentang perusahaanya yang akan buka cabang di Jakarta, yang mana akan bekerjasama dengan perusahaan temannya itu.
"Hei bro, apa kabar?" Temenya itu bernama Malik. Selain Malik ada satu juga temannya yang dekat dengannya namanya Romi. Mereka bertiga sering muncak bareng juga. Tapi sekarang kegiatan itu sudah lama dia tinggalkan, sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Saya baik, seperti yang kamu liat." Adam duduk didepan Malik, ternyata Malik tidak sendiri disampinganya ada seorang perempuan. Adam tidak tau siapa. Adam melirik sekilas wanita yang bersama Malik tersebut.
"Oh iya ini kenalin, tunangan gue. Fania." Adam hanya mengangguk sekilas.
Adam membicarakan tentang tentang bajet yang akan dikeluarkan kemudian lokasi yang akan dijadikan perusahaannya.
"Menurut gue di dekat daerah Tamrin aja, ada bangunan yang dulunya bekas perusahaan material, tapi gulung tikar. Ya walaupun tempatnya engga segede perusahaan lo di Jogja, tapi masih bisa lah disitu."
"Oke nanti saya tinjau, kirim saja alamatnya. Besok saya sudah pulang ke Jogja, kemungkinan orang saya yang akan meninjau."
"Iya nanti gue temenin."
"Elo ngga berubah yah, walau berjalannya waktu tetep aja bahasanya kaku abis."
"Kamu tau sendiri lah Lik, saya paling tidak suka penggunaan 'elo-gue'."
"Tante Riyanti apa kabar, kangen gue masakan ibu elo?"
"Ibuk lagi kurang baik kondisinya, lagi dirumah sakit sekarang, tapi sudah sedikit mendingan. Habis magrib juga nanti sudah boleh pulang."
"Gue nanti sore nengok deh, sama nanti ajak Romi juga."
"Ok, saya tunggu."
****
Ada panggilan dari Adam. Anissa mengangkatnya. "Assalamualaikum," ucap Adam disebrang sana.
"Wa'alaikumsallam"
"Udah selesai?" tanya Adam. Anissa melihat jam tangan kecil yang melingkar ditangannya. Pantesan Adam menelepon, jarum jam kecil sudah menunjukan jam setengah lima sore. Sudah mau waktunya pulang memang. Anissa sedang mengerjakan laporan yang diberikan oleh bosnya. Anissa sering lupa waktu memang kalau sudah konsentrasi dengan pekerjaannya.
"Sekitar sepuluh menit lagi."
"Yaudah saya jemput yah?"
"Oke, hati-hati."
Sekitar dua puluh menit Adam sampai diperusahaan tempat Anissa bekerja. Adam sudah mengabari Anissa, dia sudah ada didepan kantornya.
Anissa keluar dengan membawa keranjang buah ditanganya, tadi sewaktu istirahat dia dengan ditemani Keysa membeli dahulu di supermarket. Anissa masuk ke mobil Adam.
"Itu bawa apa?" tanya Adam
"Buah."
"Seharusnya tidak usah, habis magrib juga ibuk udah boleh pulang."
"Ya, ngga papalah mas, masa ngga bawa-bawa apa sih."
Adam hanya mengangukan kepala. Didalam mobil Anissa dan Adam sedikit membicarakan tentang kontrak kerjanya dengan perusahaan tempat Anissa bekerja, Anisa memberitahu bahwa sekitar minggu depan dia dan bos, dan tim bosnya akan ke Jogja untuk meninjau lokasi.
Setelah beberapa menit Anissa dan Adam sampai di Rumah Sakit. Adam memakirkan mobilnya, kemudian mereka berdua turun, berjalan berdampingan. Suara deringan telepon berbutnyi dari dalam tas Anissa. Anissa mengangkatnya ternyata telepon dari ibunya, dia memberitahukan bahwa dia sedang diluar. Ibunya hanya menanyakan barang yang dititipkan ibunya kepada Abyan sudah sampai apa belum. Anissa menjawab sudah dan memberitahu akan menelepon ibunya kembali jika sudah sampai dikontrakan. Matanya sedikit tidak fokus menatap jalan, tiba-tiba kakinya tergelincir.
"Aduh" keluh Anissa. Salahnya Anissa sendiri sih dia memakai high heels tingginya tidak kira-kira sekitar sembilan senti.
"Aduh...". Adam yang disampingnya langsung sigap menolongnya.
"Ngga papa?"
"Sakit, kayanya terkilir deh."
Anissa mencoba menggerakan kaki kirinya yang terasa sakit, dan benar saja sepertinya terkilir. Adam membantu Anissa berdiri, dan membantunya berjalan dengan merangkul pundaknya. Anissa jadi menghirup wangi Adam yang maskulin, dan rasanya jantungnya lebih berdetak lebih cepat dari biasanya. Adam memapahnya tanpa ekspresi, tapi berbeda dengan Anissa perlakuannya membuat wajah Anissa merah merona.
Adam menemukan bangku rumah sakit, kebetulan suasana sedikit sepi. Mereka berduduk dikursi tersebut.
"Siniin kakinya." Kaki kiri Anissa diletakan dipangkuan Adam, untung hari ini dia pakai celana panjang, bukan rok.
"Malu, diliatin orang Mas." Memang sedikit sepi sih, tapi ada beberapa suster dan pengunjung yang melihat mereka berdua.
"Udah biarin aja, daripada kaki kamu sakitkan."
Adam memijat dan menarik kaki Anissa yang terkilir. "Better?" tanya Adam. Anissa mengaduh, tapi setelah pijatan Adam sedikit lembut dan tangan halus dikulitnya membuat Anissa merasakan gelenyar-gelenyar aneh ditubuhnya. Anissa menurunkan kakinya dari pangkuan Adam, mencoba menggerakan kakinya yang terkilir. Memang rasa nyerinya itu sedikit berkurang.
Anissa mengangukan kepalanya. "Kayanya cocok deh Mas jadi tukang pijet." Menjadi anak MAPALA sewaktu kuliah membuat Adam sedikit belajar caranya untuk bisa bertahan di Alam, salah satunya tentang keselamatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam & Anissa (Completed)
ChickLit(Bantu author dengan Follow dulu sebelum membaca) Menurut Anissa, cowok perfect tuh yah tampan, mapan, berjas putih, stetoskop dileher, suka anak kecil dan yang paling penting masih single. sudah menjadi impiannya sejak dia gagal masuk kedokteran un...