Part 22

14.3K 921 20
                                    

"Soal pekerjaan kamu. Saya ingin kamu berhenti bekerja. InsyaAllah pendapatan saya cukup untuk menafkahimu." Adam berpikir penghasilannya lebih dari cukup untuk memenuhi kebetuhan mereka kelak. Selain dari penghasilan perusahaannya, Adam juga mempunyai beberapa restaurant.

"Ngga mau aku mas. Bosen nanti dirumah terus."

"Ya tidak apa-apa sekarang kamu jawab tidak mau. Saya belum ada hak sekarang untuk melarang."

"Ih nyebelin yah". Anissa mendongak menatap wajah Adam. "Mas kamu tau aku sampai ditahap karir ini perlu perjuangan. Ngga semudah membalikan telapak tangan. Aku juga masih punya tanggung jawab setiap bulannya untuk dikirimkan ke orang tua aku." Anissa tidak mau berpangku tangan. Diam dirumah itu bukan gayannya. Sedari dulu dia sudah bekerja keras untuk mencari uang.

"Aku bisa mengantikannya Nis. Orang tua kamu akan jadi orang tua saya juga. Kamu tidak perlu khawatir tentang masalah keuangan."

Mereka berdua saling tatap, menyelami mata-mata masing-masing. "Saya tidak mau kamu capek Anissa. Kita sama-sama sibuk nantinya. Atau kalau kamu mau, kamu bisa bekerja dirumah. Bisa buka usaha?"

"Kayanya kita perlu bicara serius lagi deh mas dan bukan dijalan seperti ini." Mereka berdua sampai didepan hotel.

Adam menanggukan kepalanya. "Tapi ini sudah malam. Nanti kita akan bicarakan lagi"

"Iya. Selamat malam. Hati-hati mas nyetirnya."

****

Hari ini Anissa bersama bosnya dan tiga orang karyawan lainnya, mengunjungi lokasi proyek. Mereka akan bertemu Adam di tempat loksasi. Perjalanan hanya sekitar empat puluh menit dari tempatnya menginap. Lokasi proyek terletak di Panggungharjo, Bantul. Anissa menikmati perjalanannya menuju lokasi, banyak pemandangan yang bisa dilihatnya disini bukan hanya kendaraan yang berlalu lalang saja.

Mereka sampai di tempat lokasi. Hanya berupa tanah lapang. Hujan tadi malam yang mengguyur Jogjakarta membuat tanah menjadi licin. Anissa pelan pelan ketika berjalan. Dia lupa membawa sepatu khusus yang biasa dipakai untuk mengunjungi proyek. Dia memakai flatshoes, untung bukan higheels.

Sekitar lima menit dua mobil menuju kearah mereka. Adam datang dengan dua orang lelaki seumuran Adam. Anissa tidak tahu siapa, mungkin karyawan Adam. Mereka saling menyapa, layaknya rekan kerja. Mereka berkeliling untuk mengetahui kondisi tanah.

Beberapa orang melakukan pengukuran. Adam dan rekannya, serta bosnya membicarakan mengenai design, tekstur tanah dan juga bahan-bahan yang cocok untuk proyek. Anissa beberapa kali mencuri pandang ke arah Adam. Terlihat sekali berwibawa setiap kali Adam berbicara.

Setelah selesai. Mereka memutuskan mengadakan meeting kembali sekitar tiga minggu lagi. Untuk memastikan design dan keperluann lainya. Dan yang pasti pertemuannya berikutnya dengan Hiroshi.

"Pak, saya bisa pinjam Anissanya dulu?" ucap Adam dengan sopan. Anissa melirik kearah Adam. Dikira barang apa, main pinjam. Batin Anissa.

"Silakan Pak, bawa pulang juga tidak apa-apa," canda Pak Gandi.

"Kebetulan Pak, saya mau bawa pulang. Sudah selesaikan?" Anissa jadi malu dengan Bos dan karyawan lainnya.

"Sudah. Tapi kalau dibawa pulang, saya terserah Anissa saja." Pak Gandi melihat kearah Anissa.

"Iya. Maaf pak saya ada yang perlu dibicarakan dengan Pak Adam, bukan tentang pekerjaan sih, tapi...." Anissa bingung mengucapkannya dia merasa belum saatnya hubungan dengan Adam diketahui banyak orang.

"Iya Nis, silakan saja." Pak Gandi sepertinya mengerti dengan maksud Anissa.

Mereka saling berpamitan dan masuk kedalam mobil masing-masing. Anissa masuk kedalam mobil Adam. "Nanti dzuhuran dulu yah," ucap Adam. Anissa melihat jam di ponselnya jam setengah dua belas. "Iya, nanti cari masjid dulu saja." Selain tampan sepertinya Adam selalu menunaikan kewajibannya tepat waktu. Berbeda sekali dengan Anissa yang selalu menunda-nunda shalat. Anissa jadi makin terpesona dengan Adam.

Adam & Anissa (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang