Part 37

20.5K 974 64
                                    

Separuh jiwa Anissa seperti hilang ketika dokter mengatakan janin dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan. Setelah tersadar dari prose kuret Anissa merasa merasa sedih, bersalah dan marah pada dirinya sendiri yang tak mampu menjaga janinnya.

"Makan dulu yah" ucap ibu Anissa. Keluarganya yang dari Bandung sudah datang menjenguknya, namun kondisi Anissa masih sama hanya diam berlinang air mata, seolah tidak mendengarkan orang-orang yang ada disekitarnya.

Adam selalu disamping Anissa mencoba kuat demi sang istri tercinta, walaupun perasaan kehilangan sangat besar dirasakannya. Adam melihat sendiri istrinya histeris saat dokter mengatakan janinnya sudah pergi. Adam tidak menyalahkan Anissa. Tapi kata maaf selalu mengalir dari mulut Anissa. Justru dia menyalahkan dirinya sendiri. Merasa gagal menjaga Anissa dan juga bayi yang dikandungnya.

Walaupun dokter bilang Anissa masih bisa mengandung lagi. Tetep saja dia merasa kehilangan.

"Biar Adam aja bu yang suapin Anissa." Anissa menggelengkan kepalanya. "Ibu aja" ucapnya pelan.

Anissa merasa sudah tidak punya muka lagi untuk menghadapi suaminya, rasanya dia sangat bersalah. Ini semua terjadi memang karenanya.

Wajah Adam terlihat kecewa dengan penolakan Anissa. Adam menyerahkan kembali mangkuk yang berisi makanan rumah sakit kepada mertuanya.

"Pulang dulu nak Adam, biar kita disini yang menjaga Anissa" ucap Ayah mertuanya.

"Iya mas pulang dulu aja sudah seharian kan disini, mandi terus gampang nanti kesini lagi". Tambah ibunya. Ibu Adam baru saja beberapa hari kemarin mendengar kabar kebahagian putranya yang akan mempunyai anak. Dia ikut merasakan kebahagiaan yang dialami putranya, namun hari ini dia harus melihat anak dan menantunya itu terpukul.

Adam melihat kearah istrinya yang sedang disuapi dengan ogah-ogahan. Lalu menciup kening istrinya dan pamit.

***

Adam merasa Anissa menghindarinya walau kini mereka sudah berada dirumah. Istrinya itu hanya diam, walaupun masih menjawab ketika Adam bertanya, tapi Adam merasa istrinya itu berubah.

Adam tau disaat malam istrinya itu menangis diam-diam. Tapi mereka masih belum berbicara tentang kepergian calon buah hatinya. Adam sudah sering mengatakan kepada istrinya itu bukan salahnya tapi istrinya itu tidak menggubris ucapannya. Masih larut dalam kesedihannya.

Keluarga Anissa hari ini juga berniat untuk pulang ke Bandung setelah dua hari mereka menginap dirumahnya.

"Mas aku ikut ibu sama bapak pulang ke Bandung" ini pertama kalinya Anissa berbicara tanpa ditanya.

"Kenapa?" tanya Adam lembut.

"Rindu suasa Bandung aja." Jawab Anissa. Sebenarnya itu hanya alasan dia saja, Anissa masih malu menghadapi suaminya.

Adam hanya terdiam. Apakah istrinya itu lebih merindukan Bandung dari pada dirinya. "Dek, kamu disini aja. Masih dalam pemulihankan" tegur ibu Anissa.

"Aku ikut ibu.." ucap Anissa menangis.

"Aku ikut ibu pulang." Ucapnya lagi.

"Baik, aku yang akan mengantar." Tidak tega juga melihat istrinya menangis.

"Ngga usah, biar aku ikut naik mobil bapak." Ucap Anissa masih sesenggukan.

"Anissa..." panggil Adam. Menatap mata Anissa penuh kelembutan. "Aku ikut mengantar." Anissa mengaggukan kepalanya. Melihat mata Adam seolah menyihirnya.

Adam membimbing Anissa masuk kedalam mobil. "Nanti disana banyakin istirahat, jangan nakal" ucap Adam memulai pembicaraa. "Jangan terlalu dipikiran, ini bukan salah kamu." Ucap Adam lembut. Anissa masih diam.

"Aku nanti bakal sering kesana." Ucap Adam lagi. Adam memegang tangan istrinya. "

***

Anissa tertidur selama perjalanan. Tau-tau dia sudah berada dikamarnya. "Mas Adam" gumam Anissa setelah sadar dari tidurnya. Anissa turun kebawah.

"Mas Adam mana bu?" tanya Anissa. Setelah melihat ibunya yang sedang menonton tv.

"Udah pulang. Baru aja, tadi niatnya ibu bangunin kamu tapi dicegah oleh Adam. Kamu tidurnya pules banget."

"Ko ibu ngga cegah sih? Inikan udah malem banget."

"Udah. Tapi dia bilang ada besok ada meeting yang tidak bisa ditinggal."

"Makanya kalau rindunya ditempat lain, kenapa harus minta pulang segala." Sindir ibunya..

"Aku yang salah ibu, aku ngga nurutin mas Adam. Ya, memang aku seringnya membantah ucapannya." Ucap Anissa menangis.

"Aku malu, aku malu, menghadapi mas Adam yang sesabar itu menghadapi tingkah lakuku."

Ibu Anissa memeluknya. Mengusap-usap rambut putrinya.

***

"Teteh kapan sih pulangnya?" tanya Abizar.

"Kamu ngga seneng teteh disini? Tanya Anissa balik. Anissa sedang membaca novel. Adiknya itu menghampirinya.

"Aku mah seneng-seneng aja sih teteh disini, uang jajan aku makin banyak. Mas Adam ngga tanggung-tanggung ngasihnya." Abizar langsung menutup mulutnya.

Anissa mengerutkan keningnya. Anissa mengintrogasi Abizar, ternyata dia jadi mata-mata untuk Adam dan melaporkan segala kegiatannya pada Adam.

"Oh bagus yah." Abizar hanya nyengir kuda.

"Orang teteh gitu, kalau marahan ngga selama ini kali, ini udah mau sebulan. Tapi masih disini aja."

"Aku kasihan juga sama Mas Adam, sering bolak-balik dari Jogja ke Bandung."

Ibunya juga sudah memberi nasehat kepadanya tapi Anissa merasa belum siap.

"Mas Adam pasti capek." Ucap Abizar sambil memakan nastar.

"Untung sabar. Kalau Mas Adam nyari perempuan lagi diluar sana. Baru tau rasa." Ucap Abizar sadis. Mulut Adiknya ini walaupun laki-laki tetapi memang sedikit pedas.

"Abizaaar" teriak Anissa. Abizar lari menjauh dari kakanya.

Anissa ingin menelepon suaminya. Tapi ada telepon masuk dari Talita.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" jawab Anissa.

"Jangan keget mbak.

"Kenapa, ada apa?" tanya Anissa sedikit panik

"Mas Adam kecelakaan." Anissa merasa dunianya runtuh sekarang.

***
Happy reading
Jangan lupa vote and comment

Satu atau dua part lagi cerita akan tamat yah...

Adam & Anissa (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang