Jangan rindu

5.5K 419 15
                                    

"Mami, Frey mau pulang!"

Sudah ribuan kali Freya mengatakan itu tapi kedua orangtuanya juga sudah ribuan kali menolak permintaan Freya.

Cewek polos ini masih terbaring di atas brankar dengan selang infus yang tertempel di punggung tangan bagian kirinya.
Beruntung Arlan mengemudikan mobilnya dengan cepat, jika tidak ... ah sudahlah, akan fatal akibatnya.

Di ruangan rawat Freya juga hanya ada dirinya serta kedua orangtuanya. Arlan dan Citra sudah kembali lagi ke sekolah, itu karena Rina--mami Freya yang menyuruhnya.

Hampir saja Citra keceplosan menceritakan tentang penyakit yang di alami Freya, bisa di musuhi dia kalau sampai ada yang tau tentang penyakit Freya.

Murid di kelasnya pasti hanya mengetahui kalau Freya hanya kecapean saja, bukan karena penyakitnya.

"Enggak sayang, besok kita baru pulang, ya?"

Bibir mungil Freya langsung mengerucut kesal. Dia sangat-sangat benci dengan suasana rumah sakit, bau obat-obatan membuatnya ingin muntah saja, makanan di rumah sakit juga tidak enak. Hambar.

Seperti kisah cintanya.

Eh engga deng. Cintanya 'kan bertepuk sebelah tangan. Jadi bukan hambar tapi ... pahit dengan sedikit kecut.

"Papi, Frey mau pulang," rengek Freya.

Haris yang sedang duduk di samping ranjang Freya hanya menggelengkan kepala pertanda tidak.

Ah dia juga sampai harus membatalkan pertemuan dengan kliennya begitu mendengar kabar bahwa putri cantiknya ini masuk rumah sakit.

"Besok papi bakal ketemu sama kepala sekolah kamu," kata Haris dengan tegas sabari melepas kacamatanya.

Pandangan Freya langsung terpaku ke arah papinya.

Perasaannya jadi tidak enak.

Untuk menelan saliva saja susah.

"P--papi mau ngapain?"

"Papi mau bilang sama kepala sekolah kamu, kalau kamu itu istimewa, Sayang."

Freya tersenyum kecut.

Istimewa katanya?

Saking istimewanya dia tidak harus mengikuti pelajaran olahraga selama tiga tahun kedepan?

Rina mengusap puncak kepala Freya dengan lembut. Sebagai ibu, dia juga tidak tega melihat keadaan puterinya seperti ini.

Ruang lingkup Freya seolah terbatas, terlalu banyak hal yang harus dia ingat dan harus dia perhatikan.

Kenapa dia tidak bisa seperti remaja lainnya?

"Frey jangan lari-lari!"

"Frey kalo pusing bilang, ya?"

"Frey jangan ikut pelajaran olahraga lagi, ya? Mami sama papi udah bilang sama pihak sekolah kok."

"Frey jangan kecapean dong."

"Frey besok jadwal check up, ya?"

"Frey obat sama vitaminnya udah di makan?"

Dia bosan mendengar kata-kata itu.

Gadis mungil itu memalingkan pandangannya. Penyakit ini membuatnya hampir gila.

"Frey gak mau dikasihani sama orang lagi," lirih Freya.

"Bukan dikasihani sayang, mereka hanya memaklumi kamu," kata Rina dengan lembut.

Freya menghembuskan napas kasar, kenapa ini harus terulang lagi?

Hope ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang