The Feeling

4.2K 319 13
                                    

"Cit."

Citra yang sedang duduk di atas meja guru sambil bermain ponsel langsung menoleh ke samping.

Di lihatnya, itu adalah Arlan.
Tumben sekali dia menghampiri Citra duluan.

"Apaan?"

"Gue ... aduh gimana ya ngomongnya," kata Arlan pada dirinya sendiri sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Citra mengernyitkan dahinya melihat tingkah Arlan yang aneh.

"Apaan sih, Ar?"

"Gue ... mau curhat sama lo," gumam Arlan.

Kenapa saat mengatakan curhat terkesan sangat menggelikan, ya?

Citra memutar bola matanya jengah.
Cih, ternyata hanya curhat.

"Curhat sama mama dedeh sana," goda Citra.

Ah ternyata Arlan juga salah. Citra ini sepertinya bukan tipe orang yang suka di ajak curhat. Bukan pendengar yang baik.

"Oh yaudah, gue mau telpon mama dedeh dulu," kata dengan lesu lalu melangkah pergi.

Karena merasa kasihan dan sepertinya Arlan memang benar-benar ingin curhat, akhirnya Citra menarik ujung seragam Arlan agar Arlan berhenti.

Citra tertawa hambar dan berkata, "sorry-sorry, gue bercanda. Mau curhat apa, Ar?"

"Tapi ... ini rahasia."

"Hm ... tentang apa?"

Arlan terdiam sejenak. Dia mencoba menimbang-nimbang.

Apakah hal seperti ini harus di ceritakan juga pada Citra? Atau lebih baik dia pendam saja? Tapi siapa tahu juga Citra bisa membantu Arlan, kan?

"Tentang apaan sih? Gue kepo nih," kata Citra lagi.

Baiklah. Sepertinya dia harus bercerita sekarang pada Citra.

"Ngobrol di halaman belakang aja gimana? Di sini banyak anak-anak, gue--"

"Gak bakal ada yang denger, Ar. Murid kelas ini lagi pada autis sama kegiatan masing-masing."

Mata hitam Arlan menjelajah isi kelas. Memang benar, murid di sini sedang sibuk dengan aktifitas masing-masing.

Namanya juga free class, jadi ya ... gitu deh.

"Geser, gue mau duduk," titah Arlan pada Citra.

Citra mendecih sebal lalu menggeser sedikit tubuhnya, memberikan ruang bagi Arlan agar duduk di sampingnya.

"Harus dari mana gue mulai, ya? Gue bingung, Cit."

"Arlan-Arlan, memulai sesuatu itu harus dengan ucapan bismillah dulu lah."

Mimik wajah Arlan berubah dingin.
Oke bercandaan Citra benar-benar crispy hingga membuat Arlan marah.

"Sorry, Ar. Lanjut deh, gue dengerin kok." kata Citra dengan antusias sambil menatap wajah Arlan dengan serius.

Arlan benar-benar jengah tapi dia harus mengeluarkan apa yang mengganjal di hatinya.

"Gue ...."

"Hm?"

"Rasanya ... gue ...."

"Apaan?" tanya Citra.

"Gue itu ...."

"Oh oke, gue paham kok," kata Citra dengan cepat.

Mata Arlan langsung membelalak kaget.

Apa yang Citra pahami dari kata-katanya barusan? Bahkan dia hanya mengeluarkan kata yang tidak berfaedah.

Hope ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang