The truth

5.3K 370 24
                                    

"Freya lama ya," keluh Rina.

Tak hentinya dia menghembuskan napas jengah menunggu puterinya yang tak kunjung datang. Sudah hampir satu jam mereka menunggu.

"Iya lama, papi telfon juga nomornya gak aktif."

Kemana Freya ini? Mana mungkin dia lupa, kan?

Haris menjadi tidak enak harus menyuruh dokter Rayi untuk menunggu.

Citra yang ragu pada ucapan Freya pun akhirnya tidak jadi pulang. Dia malah pergi ke rumah sakit tempat Freya menjalani pengobatan.

"Ah mungkin di jalan lagi macet, Tante, Om," elak Citra.

Citra bodoh. Lagi pula mana mungkin macet? Tadi saja saat Citra menuju ke rumah sakit, jalanan masih lancar tanpa adanya macet.

Itu bocah kemana sih?! maki Citra dalam hati.

Tak lama, mereka mendengar gaduh dari arah luar. Beberapa suster juga melewati mereka sambil mendorong brankar.

Di lihatnya seorang cowok yang masih berbalut seragam sekolah tengah membaringkan seorang cewek dengan hati-hati ke atas brankar.

Kondisi cewek berbalut jaket kebesaran itu benar-benar memprihatinkan. Keadaannya tidak sadarkan diri dengan wajah yang pucat serta terdapat beberapa bercak darah di pipi dan jaketnya.

Para perawat langsung mendorong brankar dengan cepat tapi hati-hati menuju ruang UGD, melewati Haris, Rina dan Citra.

Oksigen di ruangan seolah menipis, rasanya sesak. Seperti ada beban berat yang menghimpit paru-paru mereka.

Bukankah itu Freya?

Jantung Citra juga berdegup lebih cepat kala dia melihat kalau cowok itu adalah Noel.

"Pi? Itu Frey, kan?" kata Rina dengan panik.

"I--iya."

Haris mengangguk dan segera melangkahkan kakinya dengan lebar, mengikuti para perawat itu dari belakang bersama Rina dan Citra di sampingnya.

Citra juga tak kalah terkejut. Pantas saja dia merasa ragu dan tidak enak hati. Ternyata sahabatnya sedang dalam keadaan yang tidak baik.

Dia lalu berlari lebih cepat menyusul Noel dan menarik seragamnya.

Cowok yang tampak frustasi itu menoleh, entah kenapa hatinya terasa 'sedikit' lega karena bertemu Citra di sini.

Noel hanya memberikan sorot kesedihan melalui matanya.

"Maaf, adek tunggu saja di luar," cegah perawat itu.

"Enggak sus, saya harus ikut ke dalem. Saya harus nemenin dia!"

"Maaf, silahkan tunggu saja di luar."

Perawat tadi segera menutup pintu UGD dan menguncinya rapat untuk menghindari kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.

Noel berteriak frustasi sambil meremas rambutnya.

"Lo kemana aja sih?! Katanya lo mau nganterin dia ke sini. Gue sama bokap nyokap Freya udah nunggu kalian hampir satu jam!" maki Citra.

"Freya ... itu Freya, kan?" lirih Rina. Badannya tremor, perasaannya campur aduk.

Apa yang sebenarnya terjadi pada puterinya itu?

Noel mengangguk lemah sebagai jawaban.

"Kamu siapa? Kenapa Freya bisa sampai pingsan?" tanya Haris dengan tatapan mengintimidasi.

"S--saya Noel. Temannya Frey, om, tante." Noel lalu mencium punggung tangan mereka. "Tadi saya habis dari ladang bunga sama Freya. Entah kenapa tiba-tiba dia mengeluh sakit di kepalanya sampai mimisan. Gak lama dia pingsan lalu saya langsung bawa dia ke sini," sambung Noel lagi.

Hope ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang