🍃7

5K 278 27
                                    

Lodge Atlantic berduka.

Kalimat tersebut tertera sebagai sub judul pada salah satu majalah bisnis terkenal di negeri ini.

Benjamin Logde adalah
Owner sekaligus CEO perusahaan ritel terbesar se-Asia. Beliau meninggal atas tragedi kecelakaan mobil yang menimpanya. Sedan mewah berwarna hitam yang di tumpanginya bersama sang sopir terserempet sebuah truk bermuatan kayu, hal itu membuat sang sopir kehilangan kendali dan menabrak pembatas jalan.

Pak Benjamin tewas seketika di tempat kejadian dengan luka di kepala yang cukup parah. Sementara sang sopir berhasil diselamatkan dan saat ini tengah menjalani perawatan medis di rumah sakit setempat.

CEO dari LA Corp itu meninggalkan seorang istri yang tengah mengandung dan juga anak perempuan yang masih remaja, Michelle Lodge. Mendiang Pak Benjamin terbilang masih muda untuk segudang prestasi yang telah ia raih dalam bidang bisnis.

Dulu, mendiang Ayahnya telah meninggalkan perusahaan besar itu dalam keadaan porak-poranda, beliau juga meninggal dalam keadaan sama tragisnya. Yacht pribadi yang tengah melakukan perjalanan ke pantai selatan Amerika Serikat itu tersapu oleh badai dan menenggelamkan seluruh awak kapal termasuk sang pemilik, Christoper Lodge.

Sebulan setelah kepergian beliau, perusahaan yang hanya dipimpin oleh tangan kanan Pak Chris itu mengalami krisis yang  membuat para pemegang saham menuntut atas deviden yang nilainya menurun drastis.

Benjamin yang pada saat itu masih berusia dua puluh satu tahun mencoba membantu menetralkan keadaan perusahaan. Beruntung,karena ia baru saja menyelesaikan sidang skripsinya di salah satu universitas terbaik yang ada di Boston, hal itu membuatnya jadi bisa lebih fokus membenahi keadaan perusahaan.

Sesuai dengan isi surat wasiat yang di tulis sendiri oleh Christoper Lodge beberapa tahun silam, menyatakan bahwa seluruh aset dan perusahaan yang ia miliki akan jatuh kepada kedua anaknya dikarenakan isterinya telah meninggal setahun sebelum ia berpulang. Pak Chris sudah membagi rata seluruh asetnya kepada Benjamin dan juga Natali.

Dua bulan kemudian keadaan perusahaan berangsur membaik dan Benjamin juga telah wisuda di Boston. Dirinya menjadi satu-satunya wisudawan terbaik pada tahun itu. Jabatan CEO pun langsung disematkan kepada dirinya yang merupakan satu-satunya anak laki-laki keturunan langsung dari Christoper Lodge. Walaupun Natali seorang kakak yang lebih berhak atas kepemimpinan perusahaan tersebut, namun dirinya lebih memilih untuk menjadi pengajar di salah satu universitas ternama daripada harus memimpin perusahaan.

Dan sekarang seluruh beban dan tanggung jawab berada di pundak Natali. Wanita empat puluh tahunan itu sama sekali tidak mempunyai kemahiran dalam memimpin sebuah perusahaan. Apalagi LA adalah perusahaan besar, bukan ajang coba-coba tentunya. Dirinya sama sekali tidak berpengalaman sekalipun Natali adalah seorang dosen fakultas ekonomi dan bisnis.

---ooo---

Siang itu suasana di rumah duka begitu ramai, penuh derai air mata. Hampir seluruh keluarga, teman dan kolega bisnisnya datang untuk turut berduka cita atas kepergian sang pemimpin LA.

Puluhan karangan bunga pun telah memenuhi setiap sisi rumah mewah itu. Para wartawan dari berbagai stasiun TV juga ikut serta memenuhi kediaman mendingan Benjamin Lodge.

Namun, tidak seluruhnya merasa sedih yang mendalam. Ada juga yang mungkin sedikit senang karena rival bisnis yang teramat lihai dan jujur itu telah pergi selama-lamanya, meninggalkan kerajaan bisnis yang ia bangun dengan tangan bersihnya begitu saja.

Benjamin Lodge memang dikenal jujur. Beliau tidak pernah memanipulasi sedikitpun data perusahaan hanya untuk sekedar menurunkan beban pajak yang memang cukup besar nilainya. Tidak hanya belasan tender yang menawarkan kerjasama bernilai fantastis namun dengan cara kotor. Seperti menyuap sana-sini, hingga korupsi.

Dengan kejeniusan otaknya, Benjamin Lodge tidak memerlukan semua itu, ia hanya percaya jika sesuatu yang diraih dengan cara baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Selama memimpin perusahaan pun ia tak pernah merugi diatas sepuluh persen. Benar-benar pembinis sukses yang patuh dicontoh.

---ooo---

Peti kayu berhiaskan ukiran indah itu mulai turun dan bersapa dengan tanah. Suasana di kompleks pemakaman penuh dengan isak tangis. Isteri dari Benjamin sendiri pun tidak ikut hadir. Denada pingsan karena masih syok atas kepergian suami tercintanya. Natali pun terpaksa meninggalkan Denada di rumah bersama asisten rumah tangganya karena wanita itu tengah hamil tua. Dan ia juga sudah memanggil seorang dokter untuk mengecek keadaan adik iparnya.

"Papa.. Kenapa papa ninggalin Celia secepat ini, Pa?" gadis belasan tahun itu memeluk erat nisan bertuliskan nama Ayah kandungnya. Ia masih tidak percaya Ayahnya yang hebat itu hanya tinggal nama sekarang.

"Bahkan Adik Celia belum lahir, Adik Celia pasti pingin ketemu Papa. Papa tega! Hiks.. Hiks.." isakan gadis itu terdengar menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Termasuk Natali yang kini juga masih berkaca-kaca di balik kacamata hitamnya.

"Udah, Cel. Biarin Papa kamu tenang disana. Ikhlasin dia." kalimat penenang itupun tak berefek pada inderanya. Celia seakan hanyut dalam retorika penderitaan. Ayahnya sangat-sangat berarti bagi Celia.

Ayahnya merupakan satu-satunya sosok laki-laki yang tidak pernah mengecewakannya. Namun kenapa sekarang dia malah pergi? Hal ini mengecewakan bagi dirinya. Gadis remaja yang labil ini masih butuh kasih sayang serta perlindungan Ayah kandungnya.

"Papa!!! Hek.. Hekk.."

Agatha ikut berjongkok dan menarik Celia dalam dekapannya. Gadis itu terus meronta, mencoba melepaskan kungkungan Agatha namun terasa sulit. "Lepasin!!!"

"Aku bilang lepas! Aku mau nyusul Papa. Aku mau mati aja!!!"

"Tenang, Cel, Tenang."

"Auhh!!!" Celia mencakar lengan Agatha, cowok itu mendesis kesakitan. Kakinya yang hanya memakai sandal pun ikut menjadi korban injakan Celia yang ketika itu mengunakan wedges.

"Jangan begini, Cel.. Lo harus pikirin Mama lo. Adik lo juga sangat butuh seorang Kakak yang nantinya akan menggantikan sosok Ayah yang akan mengajarinya berbicara, berjalan, bermain. Mereka berdua masih butuh lo, Cel." petuah dari Agatha pun sedikit menenangkan benak Celia, gadis itu tampak berpikir walau masih menangis.

"Gue juga masih butuh lo, Cel, Mama juga." Natali tersenyum kearah mereka berdua. Melupakan rasa sakit di lenganya yang mulai berdarah, Agatha pun mendekap erat tubuh Celia sambil mengusap lembut surai panjangnya.

"Jangan pernah berpikir untuk mati, Cel. Masa depan lo masih panjang. Ingat kata-kata gue."

---ooo---

27/12/18

Ada yang mau bertanya? Silahkan wkwk

Jangan lupa vomment :)

FLOW : Everything Has ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang