Jangan lupa vote dan komen
Pagi ini Lia senang sekali. Ia dan Mike tengah mengendarai mobil menuju sekolah guna mengambil hasil belajarnya selama satu semester.
Sejak lulus dari sekolah dasar, ibunya berhenti mengambilkan raportnya. Wanita paruh baya itu selalu menyuruh asisten rumah tangga untuk melakukan tugasnya sendiri. Pun Lia yang sudah pasrah bila ibunya tidak mempedulikannya lagi.
"Lo yakin nggak mau ikut liburan sama temen seangkatan?" Mike bertanya ketika mereka berhenti di lampu merah.
Lia menggeleng mantap. "Ikut aja nggak apa, itung-itung refreshing kan? Udah berapa tahun lo nggak kemana-mana juga kan?" tawar Mike lagi, kakaknya itu sudah memaksa Lia untuk ikut liburan itu sejak semalam lantaran dia mendapatkan laporan dari Angel bahwa sekolah Lia mengadakan liburan akhir tahun ajaran keluar negeri.
"Hmm.. Nggak juga, semester lalu gue baru dari Paris kalau lo lupa," Lia menggedikan bahunya lantas memandang gedung-gedung pencakar langit di balik jendela mobil.
Mike memindah perseneling lalu mulai melajukan mobilnya kembali ketika lampu hijau menyala, "Beda, itukan tugas sekolah bukannya liburan."
"Sama aja sih menurut gue."
Mike menghela napasnya, lelaki itu berhenti membujuk adiknya yang sangat keras kepala. Tujuan Mike memaksa Lia untuk liburan karena gadis itu memang sudah sepantasnya mendapatkannya. Bayangkan, Lia terakhir menikmati masa-masa bahagia itu ketika ia berusia tiga belas. Mungkin jika ia ingat-ingat, mereka sekeluarga terakhir berlibur itu di musim natal ketika Lia tepat berusia tiga belas.
Mike ingat sekali hamparan salju yang membentang di seluruh tanah Switzerland pada bulan desember kala itu. Mereka berempat adalah cerminan keluarga yang sangat bahagia.
Hari itu ayah mereka menyewa sebuah ballroom hotel mewah yang ada disana untuk merayakan ulang tahun seorang gadis kecil yang baru genap berusia tiga belas. Pesta itu sangat meriah karena dibarengi dengan peresmian cabang baru perusahaan ayahnya yang juga berlokasi di Zurich.
Semalam sebelum pesta itu digelar, Mike nekat keluar dari hotel sendirian guna mencari sebuah kado untuk adiknya. Karena kebodohannya sendiri ia sampai lupa perihal kado ulang tahun.
Melangkah sendirian di bawah salju menyusuri blok demi blok yang terlihat asing karena ini pertama kalinya mereka berlibur ke Zurich.
Boneka? Mainan?
Well, adiknya sudah berusia tiga belas, bukankah benda-benda itu sudah tidak berguna lagi untuknya?
Mike mengecek kembali saldo yang ada di rekeningnya.
Cukup.
Kalau begitu bagaimana dengan Xbox VR atau seperangkat game yang baru rilis pekan ini?
Shit, kenapa malah memikirkan hal-hal yang ia inginkan.
Mike berhenti sejenak di depan sebuah pusat perbelanjaan paling besar di Zurich sembari memandangi beberapa toko yang berjajar rapi di seberang jalan sana.
Baju, aksesoris, sepatu..
Gotcha! Mike sudah menemukan apa yang ia cari.
Langkahnya memasuki gerai yang menjual beberapa jenis barang elektronik. Netranya memandang pada kamera yang berjajar rapi dengan warna-warna unik di dalam etalase tersebut.
Tanpa pikir panjang Mike langsung membelinya ketika melihat kamera dengan perpaduan warna perak dan pink pastel, ukurannya pun tidak terlalu besar dan sangat cocok untuk adiknya.
Mike membeli benda tersebut lantaran kerap mempergoki adiknya memotret menggunakan ponsel di sepanjang perjalanan. Ia tidak tahu sebelumnya jika Lia memang senang mengabadikan gambar. Maka dari itu ketika melihat toko elektronik Mike langsung teringat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLOW : Everything Has Changed
Teen Fiction(17+) AGATHA RICHIE HILLARIO Berbekal kehidupan yang serba glamor dan tanpa peran seorang Ayah dalam hidupnya membuat dia menjadi siswa paling terpandang di Liberty High. Terpandang dalam artian buruk. Seperti sombong, penuh kekuasaan, dan pembully...