🍃52

2.9K 270 141
                                    

Jangan lupa voment dan follow author ya😘

Atmosfer Liberty High pagi ini sangatlah berbeda. Jika biasanya sebelum bell masuk berbunyi para siswa maupun siswi memenuhi koridor untuk sekedar nangkring ataupun bergosip, maka tidak untuk pagi ini.


Suara gaduh maupun dengungan tawon tidak terdengar seperti biasanya. Seluruh koridor sepi. Hanya ada sedikit orang yang berlalu lalang disana.

Seorang siswi berdiri kaku di depan papan mading raksasa. Gadis itu menatap nanar puluhan bunga-bunga yang mulai menggunung disana.

Bunga-bunga itu tidak berguna sama sekali. Percuma memberi bunga ketika seseorang sudah pergi sementara ketika seseorang itu masih hidup yang mereka berikan hanya celaan.

Sekali lagi Karin mendongak untuk menatap foto Lia yang terpajang disana.

Lia tersenyum riang sambil mengangkat piala. Gadis itu terlihat sangat bahagia dan seperti tidak memiliki beban hidup sama sekali.

Lia pandai menyembunyikannya selama bertahun-tahun dengan menjadi gadis kuat dan pintar. Dan ia berhasil. Tidak pernah ada yang tahu seberapa besar beban pelik yang merantai kakinya selama ini. Karin sendiri tidak menghakimi jika Lia memutuskan untuk kabur ke luar negeri demi menghindari hukum. Mungkin saja itu pilihan terakhirnya. Namun naas, rupanya Tuhan memiliki rencana lain.

Tuhan lebih menyayangi Lia dan ingin dia hidup bahagia diatas disana tanpa adanya penderitaan lagi.

"May we meet again, Li."

---ooo---

Agatha melanjutkan langkahnya begitu Karin sudah pergi dari sana. Sebelah tangannya membawa sebucket bunga lily berukuran besar yang indah.

Lelaki itu berhenti tepat di depan mading yang dipenuhi oleh bunga-bunga sebagai ucapan bela sungkawa. Agatha menaruh bunga lily besar itu disana. Netranya tak lepas dari foto yang menampilkan wajah gembira Lia saat menjuarai olimpiade di Paris bersamanya.

Agatha masih tidak percaya dengan apa yang terjadi baru-baru ini. Bahkan dadanya masih terasa sesak hingga kini.

Kesalahannya pada Lia begitu banyak sehingga Agatha merasa sebagai orang yang paling berdosa atas kematian gadis itu.

Lia kabur keluar negeri pasti karena kasus itu. Mungkin jika Agatha lebih mendengarkan saran Natali kala itu, tentunya hal ini dapat dihindari dan Lia pasti masih berada disini meski mereka takan pernah seakrab dulu. Agatha lebih memilih jika posisi mereka masih saling bermusuhan daripada dekat tapi serumit ini.

"Feeling happy right now?" Agatha menoleh kebelakang punggungnya saat mendengar suara bariton itu.

Jocelin berdiri angkuh disana sambil menjejalkan kedua tangannya kedalam saku.

"Apa maksud lo?" Agatha balik bertanya dengan suara dingin. Ia memang sejak dulu tidak pernah menyukai Jocelin yang notabene ketua OSIS di sekolahnya.

"She's gone. Itu kan yang lo inginkan dari dulu?"

Agatha berbalik penuh kehadapan Jocelin. Netranya mendelik sangar mendengar Jocelin berani mengatakan hal itu padanya. Tanpa dapat Jocelin prediksi sebelumnya, Agatha pun melangkah maju dengan pasti, lalu menarik kerah baju Jocelin dan menubrukan punggungnya ke kerasnya dinding.

"Ngomong apa lo tadi hm?!" desak Agatha tajam. Bukannya takut, Jocelin malah menampilkan senyum mengejek.

"Lo tuli? Gue yakin lo denger jelas apa yang barusan gue bilang."

"Akhh.." desis Jocelin saat Agatha makin mendesakannya ke dinding.

Agatha menggertakan gigi, tubuhnya menegang sempurna ditambah netranya yang mendelik tajam membuatnya makin terlihat menyeramkan dimata siapapun termasuk Jocelin. Namun kali ini entah kenapa ia tidak takut sama sekali dengan Agatha meski lelaki itu tengah mencekik lehernya.

FLOW : Everything Has ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang