🍃10

4.9K 289 62
                                    

Pagi itu ketika Lia bangun, ia terbelalak kaget melihat punggung Mike yang baru saja akan keluar dari kamarnya.

"Ngapain lo?" suaranya terdengar serak, khas orang yang baru saja bangun tidur.

Mendengar Lia terbangun, Mike berbalik, menatap datar adik kandungnya yang sepertinya sangat terganggu jika ia berada di tempat ini. "Sorry, kucing gue ilang." jelasnya singkat. Setelahnya Mike langsung pergi tanpa menunggu jawaban Lia.

Kucing? Sejak kapan dirumah ini ada hewan bernama kucing.

Lia yang saat itu tersadar langsung berdiri diatas kasur sambil menatap nyalang seluruh sudut kamarnya tanpa ada yang ia lewatkan.
Ia cukup bernapas lega ketika yakin bahwa tidak ada tanda-tanda hewan berkumis itu di dalam kamarnya.

Dengan sedikit deg-degan, Lia menuruni ranjangnya hati-hati, lalu memakai sandal putih berbulu lembut itu dan langsung berlari kesetanan kearah kamar mandi dan tak lupa menutupnya rapat.

Setelah melakukan berbagai ritual sebelum berangkat ke sekolah, Lia keluar dari kamarnya. Cewek itu jadi lebih paranoid semenjak Mike menyebut nama kucing beberapa menit yang lalu.

Jika biasanya ia berjalan dengan santai sampai ke meja makan, kali ini tidak. Ia berjalan sambil melirik kanan kiri takut-takut jika makhluk berkumis itu tiba-tiba muncul dan membuatnya serangan jantung.

Tak bisa di pungkiri jika Lia memang masih takut pada kucing sejak balita. Dirinya lebih memilih memelihara buaya atau ular phyton saja daripada hewan berwajah manis itu.

"Pagi..." terdengar suara bariton yang berasal dari belakang tubuhnya, tak perlu menengok sudah pasti suara Kakaknya.

Mike berjalan mendahuluinya kearah meja makan yang berjarak sepuluh meter lagi dari tempatnya berdiri.

"Pagi sayang.." Liliana menyambut sapaan Mike dengan hangat lalu mengecup pipi anak laki-lakinya itu.

"Kamu mau selai apa?" tawar Liliana. Sudah menjadi rutinitas bahwa Liliana selalu melayani Mike dengan penuh kasih sayang.

"Stroberi saja." jawab Mike sambil tersenyum.

Lia masih menatapnya datar, dengan tanpa suara ia duduk di samping Mike dan mengoles selai nanas di rotinya sendiri. Namun, lagi-lagi Mike mengagetkan dirinya.

"Kenapa?" Lia mengangkat sebelah alisnya ketika Mike menahan lengannya yang tengah mengoles selai. Seluruh anggota keluarganya pun menatap keduanya sambil mengernyit.

"Jangan makan roti, makan kentang saja." titah Mike sambil menunjuk sebuah Appetizer plate yang ada di tengah meja makan itu.

Seumur-umur tinggal disini, baru kali ini Lia melihat kentang rebus tersaji di meja makan.

Karena malas bertanya, Lia menggeleng. "Gak. Males ngupas."

Terdengar suara helaan napas dari Mike. Kakaknya itu langsung mengambil satu buah kentang dan mengupasnya menggunakan pisau roti.

"Nih, makan." Mike selesai mengupas dua buah kentang dan memotongnya menjadi ukuran yang lebih kecil menyajikannya di piring Lia.

Tidak Lia saja yang terheran, namun seluruh umat yang tengah sarapan di meja makan pagi ini juga. Baru kali ini setelah kepulangan Mike, dirinya berinteraksi dengan Lia.

Lia memakan kentang rebus itu tanpa bertanya ada apa sebenarnya. Kenapa ia tak boleh makan roti? Toh biasanya roti memang makanannya setiap hari.

Walau ingin tahu, Lia berusaha tetap cuek dan tidak ingin terlalu peduli. Bukankah itu permintaannya?

FLOW : Everything Has ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang