Yesterday
Masih pada tempat yang sama, suasana yang sama, dan perasaan yang sama. Gadis dengan alat pernafasan yang masih setia terpasang di hidungnya terasa amat sangat bosan hanya terbaring di ranjang yang tidak begitu lebar jika dibandingkan dengan ranjang tidur di kamarnya. Alexa rindu kehidupan normalnya.
Di tatapnya langit-langit rumah sakit sambil sesekali melamunkan hal-hal yang terlintas dengan sendirinya dalam alam bawah sadarnya.
"Sayang, sarapan dulu yuk!" Suruh Hanna.
Ia mendudukan putrinya sejajar dengannya, agar mudah makanan masuk ke mulut.
Satu suapan, dua suapan, tiga suapan, Alexa tidak sanggup lagi meneruskannya hingga habis. Jika dipaksakan, ia akan mual.
Alex datang menghibur Alexa dengan humor seorang papa pada putrinya yang sudah menginjak usia remaja. Alexa sama sekali tidak terhibur. Wajar saja, papanya datang bersama humor kekanak-kanakan yang Alexa sukai dulu.
"Baiklah. Papa rasa kamu tidak mood bercanda sekarang" kata Alex sambil mengusap lembut puncak kepala Alexa.
"Mungkin saja bila Mada ada disini, kamu sudah pasti tersenyum."
Benar. Alexa membutuhkan Mada. Sehari saja tidak melihat laki-laki itu, ia merasa kesulitan. Hampir di setiap sudut rumah sakit, Alexa melamunkan hal-hal yang biasa ia lakukan bersama Mada. Menurutnya itu menyenangkan.
"Suster bisa tinggalkan saya? Saya ingin sendiri." Suruh Alexa dengan nada bicaranya yang lembut.
"Tapi nanti-"
"Saya bisa kembali ke kamar sendiri nanti. Suster tenang saja, saya tidak apa-apa."
Dipaksakannya senyuman itu terpancar sempurna di wajah, walau berat rasanya untuk sekedar tersenyum.
Di tatapnya langit yang agak mendung di luar sana. Untung saja masih menyisakan warna biru yang mustahil Alexa raih. Ia berharap agar malam hari segera tiba dan menampaki bintang-bintang indah di angkasa.
"Mari saya bantu jalannya"
Alexa hampir saja terjatuh saat kepalanya tiba-tiba pusing akan kembali menuju kamar. Untung saja sepasang tangan yang kokoh berhasil menopang tubuhnya kala itu. Alexa terkejut.
"Bukankah kakak pernah menolongku dulu?" Terka Alexa.
Pusingnya cepat sekali berlalu setelah pria yang menolongnya itu menampakan jelas wajahnya di balik masker.
"Maaf dik, barangkali saya lupa." Jawabnya sopan.
"Nggak nggak, aku ingat banget sama jaket yang kakak pakai dengan yang waktu itu. Kakak lihat luka-luka ini?"
Alexa menunjukkan luka di siku tangan dan lututnya, walau itu sudah terlihat memudar.
"Waktu itu aku hampir saja diserempet motor dan kakak datang, mendorongku jatuh ke aspal." Kata Alexa detail.
"Owwwh, kejadian yang di depan sekolah SMA itu? Itu kamu?"
Pria itu akhirnya ingat setelah Alexa memaksakan kembali ingatannya. Alexa akhirnya bisa lega.
"Maafkan aku kak, aku terlalu bersemangat ceritanya."
"Nggak apa-apa, maklum, bukan maksudku untuk menyombongkan diri. Hanya saja, banyak orang yang telah kuberi pertolongan. Maaf, ingatanku tidak seperti ingatanmu yang tajam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat, kok romantis???
Teen FictionKisah ini diadaptasi dari imajinasi belaka author dimana tanpa sengaja terinspirasi di siang hari setelah bangun tidur. Enjoy the story😊 aku berusaha untuk menciptakan suasana cerita yang senyaman mungkin, dan sebisa mungkin sesuai ekspektasi alur...