Semakin hari aku semakin berpikir, jika bertambah tua nanti, apakah cinta itu masih dapat dirasakan indah layaknya sekarang?
---"Hai Alexa, lihat papa bawa apa untukmu,"
Tangannya masih tetap bergerak menggoreskan satu demi satu warna pada sebuah gambar. Walaupun masih di atas ranjang rumah sakit, Alexa tidak malas untuk menyelesaikan tugas seni rupa sekolahnya.
Gadis itu tersenyum ke arah burger yang dibawakan Alex untuknya.
"Makasi pa." Seraya menyantapnya.
"Bagus! Gambarnya terlihat natural-"
"Bukan, bukan Lexa yang gambar pa, tapi Mada." Ucapnya tersenyum malu.
"Waah pintar gambar ya dia! Multitalent sekali anak itu. Tapi, dia kesini hanya sebentar? Padahal papa sangat ingin membicarakan teknik karate dengannya,"
"Kenapa tidak dengan Alexa saja pa?"
~
Teng! Teng! Teng!
Bel istirahat berbunyi nyaring layaknya sebuah kebebasan bagi masing-masing siswa. Mereka berhamburan keluar kelas, sebagian besar pergi ke lapangan bola untuk menyaksikan suatu pertandingan.
"Nggak."
"Aah payah lo, nggak seru ah. Masa cuma karena Alexa nggak sekolah, lo jadi manusia yang super malas begini? C'mon bro,"
"Harus berapa kali sih gue bilang, gue nggak minat pertandingan bola kaki. Lagian bukan karena dia kok."
"Lalu siapa? Dea? Atau Sandra?"
Beni tidak berhasil membuat temannya tersebut bangkit dari tempat duduknya. Mada hanya sedikit merasa malas dari biasanya, mungkin sebab tidak ada sahabatnya yang senantiasa mendebarkan hatinya pada segala situasi dan suasana hati.
"Hai,"
"Hai." Sapa Alexa tersenyum.
Jarang sekali bagi Alexa, Mada menghubunginya lewat video call. Mada memang tidak setiap hari atau bahkan setiap saat menghubungi seseorang termasuk Alexa, sekarang sebab ia merasa kangen pada gadis tersebut.
"Sudah makan siang?" Tanya Mada.
"Belum."
"Kenapa belum? Ini kan sudah jamnya makan siang."
"Tidak ada siapa-siapa disini. Kamu bisa datang tidak untuk menyuapiku? Tanganku masih terasa sakit, untuk memegangi sendok saja rasanya nyeri."
"Apa aku perlu membolos sekolah untuk bisa kesana?" Tanya Mada dengan tawa mengumpat.
Lesung pipinya dapat Alexa lihat dengan jelas. Ia menyudahi sikap manjanya begitu papanya datang dengan membawa seporsi makanan.
"Belajarlah yang rajin. Aku tidak ingin melihatmu dengan nilai ulangan anjlok karenaku." Pinta Alexa.
"Jika memang begitu maumu, segeralah bersekolah. Aku ingin kamu yang mengajariku, dan mendapatkan nilai ulangan sempurna karenamu." Kali ini Mada tidak bisa menahan tawa bahagianya.
"Apanya....sudah dulu ya, aku harus makan siang, papa sudah menunggu dari tadi, see you tommorow!"
Video call ia tutup.
"Tadi itu bukannya suara Mada ya?" Tanya Alex usai putrinya meletakkan ponsel di meja sebelah.
"Iya pa," Jawab Alexa tersenyum sambil membayangkan jika Mada ada bersamanya. Bibirnya tidak henti-hentinya tersenyum lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat, kok romantis???
Fiksi RemajaKisah ini diadaptasi dari imajinasi belaka author dimana tanpa sengaja terinspirasi di siang hari setelah bangun tidur. Enjoy the story😊 aku berusaha untuk menciptakan suasana cerita yang senyaman mungkin, dan sebisa mungkin sesuai ekspektasi alur...