CL 36

318 23 13
                                    

Di sekolah ia dengan gesit memarkirkan mobil kesayangannya itu. Ia keluar dan berjalan dengan santai seperti biasanya.

Pandangan siswa-siswi tertuju lagi padanya. Abel yang merasa di perhatikan lagi-lagi memutar bola matanya malas. Ia kemudian merongoh saku nya dan mengeluarkan earphone kemudian memutar musik dari ponsel miliknya dengan nada tinggi.

Abel kini berjalan menyusuri koridor, ia tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang sedang menatapnya tajam dan penuh kebencian.

Di kelas, Abel duduk di bangkunya. Ia melirik kesana kemari. Ruangannya kosong, tidak biasanya. Abel kemudian merongoh kantungnya, mematikan musik yang ia putar tadi dan dibukanya aplikasi chatnya.

Ia mengirimkan pesan kepada Cal. Tidak ada balasan.

Kemudian beralih mengirimkan pesan kepada Karyl. Sama, tidak ada balasan juga.

Abel menggerutu kesal, ia mencoba berfikir apakah hari ini kelasnya diliburkan. Karena hanya ia yang duduk sendiri di kelas saat ini. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 08:23. Itu tandanya satu jam yang lalu pelajaran sudah di mulai.

Abel keluar dari kelas dan menuju ke lab bahasa. Siapa tau teman kelasnya ada di sana karena hari ini ia belajar bahasa di jam pertama.

Di perjalanan Abel tidak lupa membuka earphone yang melekat di telinganya dan memasukkannya ke saku. Ia melihat sekeliling, hanya ada beberapa siswa yang sedang bercengkrama di koridor. Abel mengabaikannya, ia dengan langkah yang tergesa-gesa berjalan menuju ke lab bahasa.

Sampailah ia ditujuannya. Ia mencoba membuka knop pintu tetapi ... terkunci.

"Sial!" umpatnya. Abel sungguh heran, kenapa dengan hari ini.

"Apakah teman sekelas mengerjaiku? Ah, kurasa tidak. Untuk apa mereka mengerjaiku di hari ini, sedangkan hari ini bukan hari spesialku," pikirnya.

Abel kemudian duduk di bangku yang berada tepat di depan lab bahasa. Ia mengistirahatkan kakinya sebentar, karena perjalanan dari kelas menuju ke lab bahasa sangatlah jauh.

Abel berfikir sejenak, kemana ia akan pergi. Abel kemudian merongoh ponselnya dan mengotak-atik isinya.

Selang beberapa menit ponselnya berbunyi, ia kemudian tersenyum membaca isi pesan tersebut.

Abel kemudian berjalan meninggalkan lab dan menuju ke tujuan selanjutnya.

Setelah tiba, Abel kemudian mengeluarkan ponselnya lagi dan mengirimkan pesan kepada seseorang.

Dari ambang pintu kelas keluarlah seorang gadis, "Kak Abel?" Abel tersenyum.

"Bisa bicara sebentar?" Gadis itu hanya menganggukkan kepala, ia kemudian melihat Abel berjalan mendahuluinya, lantas ia diam tidak bergerak sedikit pun.

Abel yang merasa bahwa gadis itu tidak mengikuti langkahnya lantas berbalik.

"Kenapa diam? Ayo, kita bicarakan di parkiran saja." Gadis itu kemudian mengangguk. Ia berjalan di belakang Abel.

Abel menarik sudut bibirnya, gadis yang mengikutinya tidak tahu bahwa Abel menyunggikan senyum yang sulit diartikan.

Sampailah ia di parkiran. Abel memasuki mobil kesayangannya terlebih dahulu. Ia melihat bahwa lawan bicaranya tidak mengikutinya masuk ke dalam mobil lantas menurukan kaca mobilnya.

"Kenapa diam di situ? Ayo masuk, di dalam sini lebih nyaman." Gadis itu belum beranjak juga dari tempatnya. Ia belum menuruti perintah dari sang kakak kelas sekaligus most wanted.

Abel menghela nafas gusar, ia kemudian melototi adik kelasnya itu.

"Masuk!" Belum ada respon.

"Masuk kubilang!" Gadis yang di pelototi dan di bentak itu kemudian masuk ke dalam mobil milik Abel.

Hening, tidak ada yang memulai percakapan. Gadis yang duduk tepat di sebelah Abel tampak gusar dan gerah. Padahal Abel sudah menyetel Ac dengan suhu yang lumayan dingin dan mencekam. Tetapi gadis itu malah tampak gerah. Heran.

Gadis itu memberanikan diri memulai obrolan, terlebih dahulu ia menghirup nafas dalam-dalam kemudian dihembuskannya secara perlahan.

"Ka-kak?" ucapnya gugup.

"Hem."

"A-ada urusan a-apa yah kakak manggil saya?" tanyanya dengan sopan.

Abel berbalik dan menatap manik mata gadis di sampingnya. Yang di tatap segera menundukkan pandangannya, ia takut dan ia tidak tahu menahu apa kesalahannya.

Abel tersenyum.

"Kenapa? Kan lo yang pernah ngechat gue duluan." Gadis itu tampak heran, ia kemudian menerka-nerka arah pembicaraan kakak kelasnya ini. Ia kemudian menghela nafasnya dan memberanikan diri menatap Abel.

"Ih kak Abel mah, kirain mau ngomong soal apa? Tentang chat itu yah kak? Kenapa gak bilang dari tadi sih, Nindi takut tahu kak."

Abel tersenyum kemudian memyentil jidat Nindi cukup keras.

"Lo si bego banget. Ngapain takut? Emang gue makan orang apa?" Abel tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah gadis yang memanggil dirinya sendiri Nindi itu tampak gusar.

"Gimana? Lo takut sama gue? Kenapa?" tanya Abel.

"Yah takut lah kak, soalnya kakak aurahnya tadi pas manggil Nindi di kelas itu dingin banget kaya es batu. Mukanya senyum tapi gak senyum. Gimana Nindi gak takut coba." Abel tertawa terbahak-bahak lagi mendengar penuturan kata Nindi soal dirinya. Semenyeramkan itukah dirinya? Sehingga seorang Nindi takut padanya.

Jelas sih Nindi takut padanya karena Abel adalah most wanted yang di takuti oleh seluruh warga SMA Purnama. Tidak kurang dengan para kakel dan gurunya, mereka semua merasa sedikit takut dengan Abel. Padahal sebenarnya Abel tidak pernah memakan daging manusia di depan mereka. Abel bukan kanibal. Ah, lupakan.

"Nindi, lo cerita sama gue. Dari mana lo denger gosip kalau gue ini pelakor?" tanya Abel penuh keseriusan.

"Dari temen kak, kata mereka kak Abel katanya pacaran sama pacar orang, bahkan cowok yang kakak pacarin itu cowoknya tetangga kelas Nindi. Emang bener yah kak?"

Abel tampak diam, ia menutup matanya selama lima detik dan membukanya. Tidak lupa senyuman maut yang ia pancarkan di bibir ranumnya.

"Lo percaya?"

Nindi menggeleng.

"Bagus. Kalau gitu lo bisa gak ngasih tau gue siapa nama orang yang lo bilang tadi pacaran sama cowok yang jadian sama gue."

Nindi mengangguk, "Namanya Puri kak, anak IPS 2."

Puri

Puri

Puri

Nama itu tergiang-giang dikepalanya. Abel membulatkan matanya. Pasokan oksigen serasa berkurang di tempatnya. Ia kemudian berlari keluar dari mobilnya dan menjauh dari Nindi. Tidak lupa Nindi mengikuti langkah kakak kelasnya itu.

"Kak? Kakak kenapa? Kakak gapapa kan?" tanya Nindi khawatir. Ia memegangi pundak Abel dan mengelusnya.

Abel merasa pening, langkah kakinya tiba-tiba berhenti. Pandangannya gelap dan ...

Brughh

Abel pingsan, tapi ia tidak jatuh di lantai melainkan di pelukan seseorang.

Nindi menatap lelaki yang memeluk tubuh Abel yang tidak sadarkan diri.

"Untung ada kakak. Kak tolong bawa kak Abel ke UKS!" Lelaki itu mengangguk kemudian menggendong Abel menuju ke UKS.














Hallu, siapa tuh cowok yang bantuin Abel? Huhuyyy.
Menurut kalian siapa coba? Mumud pengen tahu jawaban kalian hihiww.
Mumud tunggu yah komentarnya, dan setiap hari senin CL bakal update hehe. Jadi biar senin kalian ceria sambil baca CL.

COMPLICATED LOVE ✔ Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang