Bab 21

1.9K 65 0
                                    

Suara langkah kaki terdengar jelas di telinga nathan. Lantas, nathan menoleh dan mendapati salsa dengan wajah datarnya.

Ia melalui ruang keluarga begitu saja. Tanpa menyapa nathan sama sekali. Nathan pun mengerti, salsa pasti tidak percaya dengan perkataannya kemarin. Ia langsung menghampiri salsa dan menarik tangannya.

"Sa,lo belum makan" ucap nathan.

Salsa yang melihat nathan mencekal tangannya pun langsung menepisnya
"Gak nafsu"

Nathan menghembuskan nafasnya
"Sa,kalo gak mau makan. Lo bawa bekal ya. Nanti lo sakit" kata nathan khawatir.
Salsa menaikkan sebelah alisnya.

"Emang itu urusan lo?. Yang sakit kan gue. Kalo gak mau susah ya gak usah sok care" sinis salsa.

"Sa, apa lo gak percaya sama gue. Gue gak mau lo kenapa napa sa" lirih nathan sambil memegang kedua pundak salsa.

"Halah bullshit" ucap salsa memutar bola matanya malas.
Salsa segera menepis tangan nathan dan pergi menjauh darinya. Nathan pun tersenyum miris dan menatap punggung salsa yang pergi menjauh darinya. Salsa keluar dari gerbang dan menaiki sebuah taksi. Nathan pun segera pergi menyusul salsa disekolah.

               ---------------------------
Nathan memasuki kelasnya. Dan,nampak salsa sedang bercanda ria dengan kedua sahabatnya dan juga vibra. Ia melirik sekilas salsa dan menaruh tasnya dikursi.

Ia mengeluarkan ponselnya untuk memainkan game kesukaannya. Padahal, itu hanya alibi nathan. Sebenarnya ia tidak memainkan ponselnya. Justru, ia lebih menajamkan pendengarannya untuk menguping pembicaraan salsa dan temannya.

"Sa lo tadi berangkat sama siapa? Kok nathan berangkat sendiri?" Tanya karin.

Salsa memutar bola matanya malas. Ia sekarang sangat malas jika berurusan dengan nathan.

"Gue berangkat pakai taksi kok"
Karin dan cindy hanya membalasnya dengan anggukan.

"Oh iya vib. Katanya lo mau tanding basket sama anak sebelah. Emang bener ya?" Tanya cindy dab dibalas anggukan dari vibra.

"Semangat ya vib! Lo pasti bisa menang" ucap salsa sambil mengepalkan tangannya keatas. Vibra terkekeh melihatnya.

"Iya. Makasih. Sa,lo mau nemenin gue latihan nggak?" Tanya vibra.

"Tentu aja vib. Gue mau kok. Kapan?" Jawab salsa.

"Lusa nanti. Bisa kan?" Ucap vibra sesekali melirik nathan yang juga meliriknya.

"Bisa kok" balas salsa. Vibra pun tampak menampilkan wajah kemenangannya pada nathan. Nathan yang mengetahui itu sangat ingin menonjok muka vibra yang menurutnya 'sok manis' itu.

              -------------------------------
Kini mereka berdua berada di lapangan basket. Terik matahari membuat keringat vibra bercucuran. Ya mereka adalah vibra dan salsa!.

Salsa menepati keinginan vibra untuk menemaninya pergi latihan basket.

Sudah setengah jam berlalu. Vibra menyudahi latihannya. Ia selaku sebagai kapten basket harus meyakinkan timnya agar tetap sportiv bila bermain.

Vibra mengaba aba timnya untuk berkumpul
"Cukup sampai disini latihannya. kita harus sportiv dan jangan mudah menyerah. Kita harus mengobarkan semangat dan tekad yang kuat" jelas vibra dan dibalas anggukan dari para timnya.

"SMA PELITA"

"BISA!!". Mereka segera membubarkan diri dan bergegas pergi kerumah masing masing.

Vibra menghampiri salsa yang memberikan senyuman manisnya itu.

"Sorry lama ya sa?" Ucap vibra sambil menelonjorkan kakinya.

"Nggak kok. Lo keren tadi. Nih!" Ucap salsa menggeleng dan menyodorkan minuman dingin untuk vibra.

"Makasih".

Mereka tidak menyadari jika dari kejauhan nathan sedang mengawasi mereka. Nathan sengaja memakai hoodienya agar salsa dan vibra tidak melihatnya.

Nathan hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan karna melihat salsa dengan mudahnya memberikan tawanya kepada vibra. Padahal,ia tidak mengetahui rencana dibalik sikap vibra sebenarnya.

Nathan bisa bernafas lega bisa mengawasi gadis itu walaupun dari kejauhan. Ia akan membiarkan salsa terlebih dahulu bersama vibra. Tapi, ia tidak akan tinggal diam jika vibra berani melakukan sesuatu kepada salsa.

Hatinya begitu teriris melihat salsa tidak mempercayainya dan malah menjauhinya. Jika ia bisa mengubah waktu. Ia ingin salsa yang marah marah tidak jelas daripada harus menjauhinya. Dibalik sikapnya yang kuat. nathan tidak seperti yang mereka bayangkan.

Diluar ia memang terlihat biasa saja. Tapi mereka tidak mengetahui isi hati nathan. Nathan hanya bisa memejamkan matanya untuk menghilangkan sekejap semua rasa sakitnya.

Love Choice (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang