Kini salsa berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Jam tangannya masih menunjukkan pukul 06.30 WIB. Entah apa yang dipikirkan salsa hari ini. Ia mendapat dorongan untuk berangkat pagi.
Setibanya ia dikelas. Ia mengernyitkan dahinya sambil memicingkan matanya.
"Itu nathan?" Tanya salsa pada dirinya sendiri. Ia pun kembali menajamkan penglihatannya.
"Tumben nathan berangkat pagi" heran salsa. Ia pun segera berjalan menuju bangkunya. Sedaritadi salsa meliriknya. Tapi, nathan tidak menengok sama sekali. Ia sekarang sedang fokus dengan sebuah lembaran kertas.
"Nath?" Sapa salsa. Nathan pun mendongak menatap salsa dan segera melipat kertas itu lagi dimasukkannya kedalam sakunya.
Ia hanya tersenyum sekilas dan beranjak pergi dari bangkunnya.
Sebelum ia beranjak pergi. Tiba tiba sebuah cekalan membuatnya terhenti dan menoleh kebelakang. Nathan pun mengangkat sebelah alisnya."Lo kenapa?" Tanya salsa heran.
"Gapapa. Emang gue kenapa?" Tanya balik nathan dengan wajah yang nampak biasa saja.
Salsa pun semakin bingung dengan perubahan sikap nathan setelah pergi dari rumahnya.
"Lo berubah nat. Kenapa? Apa ada hubungannya sama gue?" Tanya salsa. Nathan pun menundukkan kepalanya dan menggeleng lemah.
"Gue gak berubah kok" jawab nathan tersenyum tipis. Namun salsa tau jika senyuman itu ia paksakan. Salsa hanya bisa tersenyum miris. Nathan pun segera meninggalkan salsa yang diam.
Salsa memejamkan matanya sejenak. Ia kini sadar bahwa ia sudah memberikan perasaanya pada seorang nathan. Hatinya sesak melihat nathan yang tiba tiba berubah dan malah menghindarinya. Ingin rasanya ia mengungkapkan semua perasaan itu. Tapi, gengsinya lebih tinggi. Lagipula ia juga takut jika perasaanya pada nathan hanya bertepuk sebelah tangan.
Ia juga takut jika hanya ia yang berjuang disini sedangkan nathan ia tidak mempunyai perasaan sama sekali padanya. Bukankah itu percuma. Terpaksa ia harus menahan perasaanya ini.
"DORR!" Ucap karin dan cindy tiba tiba sambil menepuk pundak salsa. Salsa yang sedaritadi melamun pun terlonjak kaget dan membuat karin dan cindy menertawainya.
"Apaansih kalian. Ngangetin aja" kesal salsa
"Lagian lo nglamun aja sih. Emang nglamunin apaan sih?" Tanya karin diiringi dengan tawaannya.
"Nggak nggak ada" ketus salsa dan segera menduduki bangkunya.
"Yah kok marah sih. Salsa.mah gitu baperan. Lagipula inikan idenya cindy" ucap karin sambil menunjuk cindy. Lantas, cindy pun membelalakan matanya dan menatap tajam.karin.
"Apaan lu. Main nyalahin aja. Lagipula lonya juga mau kan." Bela cindy. Karin pun hanya bisa mendengus sebal karna jika ia perang kata dengan cindy. Dapat ia pastikan. Ia tidak akan bisa memutar balikkan kata katanya.
Salsa yang mendengar perdebatan sahabatnya itu hanya memutar bola matanya malas.
"Oh iya sa. Lo berangkat kapan?" Tanya karin."Udah daritadi kok. Jam 06.30 nan. Kenapa mau ngledek lo?" Tebak salsa sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Kesambet apa lu sa. Tumben banget dateng pagi. Biasanya aja gue sama cindy duluan yang berangkat" ujar karin. Salsa pun hanya mengangkat kedua pundaknya acuh.
"Ya biarin aja lah rin. Mungkin dia lagi waras warasnya" ucap cindy disertai gelakan tawanya.
Salsa.pun memelototkan matanya.
"Jadi selama ini gue gila gitu. IYA?" Kesal salsa sambil mencubit lengan karin dan cindy. Merekanpun hanya pasrah menerima cubitan dari salsa yang menurutnya itu adalah cubitan maut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Choice (End)
Teen FictionIni adalah kisah seorang dua insan dengan kepopulerannya yang menghadapi kisah luka liku kehidupan yang menurut mereka adalah sebuah takdir yang mungkin bisa mereka paksa terima. Bagaimana kisah dua insan tersebut? Apa yang terjadi dengan kisah mere...