Emperor Kasuke And Princess Shuuja

27 2 9
                                    

Author POV

Arwah Kouta masih berdiam di goa itu setelah memusnahkan penyihir dan raksasa itu. Dan tiba-tiba dinding goa dan tanah yang ia pijak itu membentuk banyak retakan. Dan tidak lama kemudian tempat itu sepenuhnya pecah dan Kouta berada di ruangan yang sangat gelap.

Di hadapannya kini terdapat tiga jalan. Satu belok ke kiri, satu belok ke kanan, dan satunya lagi lurus. Ah.... ini adalah tahap terakhir bagi roh untuk bereinkarnasi...., pikirnya.

Ia menutup matanya sejenak. Berusaha untuk berpikir jernih. Agar ia tidak salah memilih jalan. Jika ia salah, maka ia akan terlahir di neraka atau menjadi manusia lagi untuk mengulang semuanya.

Setelah ia mantap membuat pilihan, ia pun membuka matanya dan berjalan di jalan tengah. Sudah cukup lama ia berjalan dan akhirnya ada satu titik cahaya. Semakin dekat dan...

Ia berada di aula kerajaan. Awalnya, ia hanya memakai baju kaisar, ia tidak mengenakan topi kaisar. Dan sekarang topi kaisar itu ada di atas kepalanya. Baju kaisar itu juga menjadi bersih, digantikan dengan yang baru.

Tapi, di hadapannya tak ada satu pun orang. Kecuali seorang pelayan yang berada di samping kanannya.

"Di mana aku?" tanya Kouta.

"Selamat pemimpin baru! Anda telah menjadi Kaisar Kasuke. Dan anda berada di kerajaan yang telah dipimpin oleh Dewi Shuuji atau Ratu Shin Yo," jawab pelayan itu.

"Tapi, kenapa harus aku yang memimpin?" tanya Kasuke (Kouta).

"Semenjak Dewi Shuuji turun ke bumi menuju ke kuilNya di Tanah Waryu. Beliau menunjuk Yang Mulia sebagai pemimpin baru pertama," jawab pelayan itu.

Kasuke melihat sekeliling dan merasa heran.

"Di mana semua orang?" tanya Kasuke.

"Sebenarnya pemimpin kedua, Putri Shuuja atau bisa kita sebut sebagai Shirohana belum menjadi ratu di sini. Maka karena itu, hamba belum bisa merayakannya sebab pemimpin kami belum lengkap," jawab pelayan itu.

Kasuke menganggukkan kepalanya.

"Bisakah kau membantuku mengurus urusan kerajaan ini?" tanya Kasuke.

Pelayan itu selalu mendampingi Dewi Shuuji selama bekerja. Jadi, ia tahu bagaimana cara untuk mengurus kerajaan itu.

"Tentu saja! Dengan senang hati hamba akan membantu," jawab pelayan itu.

Sedangkan di tempat Shirohana...

Sudah lama Shirohana berlari dikejar monster. Ia menemukan jurang yang memisahkan daerahnya dengan daerah yang lain. Shirohana menengok ke belakang dan ada banyak hantu-hantu lain yang masih mengejarnya.

Shirohana mencoba berkonsentrasi. Ia menggendong Kano dengan tangan kanan dan tangan kirinya diangkat ke atas. Lalu, dengan membuat gerakan menebas ia membuat sebuah dinding spiritual yang bertahan lama. Ia menghadap ke jurang itu dan dengan tekad yang kuat ia berlari. Siapa sangka bahwa ia tidak terjatuh, setiap tapak kakinya malah membuat jalan, sampailah ia di daerah yang lain.

Dan setelah ia sampai di daerah lain, jalan tersebut menghilang. Ia pun berlari. Tiba-tiba ada orang yang menghalangi mereka di tengah perjalanan. Shirohana segera berhenti dan mengeluarkan pedangnya. Ia menggendong Kano dengan tangan kirinya tentu saja dibantu dengan kain bayi itu.

Orang itu juga mengacungkan pedangnya. Dan berlari menyerbu Shirohana. Ia berusaha menebas Kano namun segera ditahan Shirohana. Dan Shirohana mendorong pedangnya lalu berusaha melakukan serangan balik.

Orang itu berusaha melilitkan pedangnya dan Shirohana berusaha mengikuti arah lilitan itu dan saat orang itu berusaha memantulkan pedangnya, dengan membuat gerakan memutar ia melompat. Setelah mendarat, ia menarik pedangnya lalu membuat serangan balasan lagi.

Shirohana melakukan gerakan lilitan mati lalu mendorong pedangnya, membuat lawan semakin mundur dan mundur ke belakang. Lawan tertabrak pohon lalu memuntahkan darah.

"Siapa yang mengutusmu?" tanya Shirohana dengan nada dingin.

"I-itu Kasumi. Ia telah mengorbankan nyawanya untuk menyuruh kami membunuh kalian," jawab orang itu.

Shirohana terdiam. Ekspresi wajahnya yang awalnya sedikit menunjukkan kehangatan berubah menjadi dingin. Mata birunya menyala. Inilah Shirohana yang asli. Sedingin es, setajam pedang, sekejam serigala dan pendiam. Dengan cepat dan lincah Shirohana melepaskan lilitan mati itu pada pedang lawan dengan gerakan berputar, saat ia berbalik dengan cepat ia menebas perut lawan.

"AAAAAAH!"

Tanpa memberi kesempatan Shirohana terus menebas lawan. Di lengan, di kaki, di pinggang dan kembali ke bekas tebasan perut. Tanpa henti dan tanpa ampun.

Sekitar 12 kali dan ia membuat pedang rohnya terbang dengan pikirannya dan memanggil Yakuzen, cambuknya. Ia berputar di atas udara dengan Yakuzen beserta pedangnya, mencambuk orang itu. Heiwa dengan mengikuti gerakan Shirohana berputar, sesekali menusuk orang itu. Terlihat indah dan anggun namun di saat yang bersamaan terlihat kejam.

Dan sampai orang itu berlutut dengan banyak luka dan daging sobek di seluruh tubuhnya. Shirohana mendarat, pedang yang penuh dengan darah hitam itu dimasukkan ke dalam sarungnya. Yakuzen disimpan dengan energi spiritualnya. Wajahnya kaku, dingin, tiada lagi senyum yang sering kita lihat.

"Kenapa kalian segitu bencinya denganku....? Kenapa?" tanya Shirohana dengan nada datar yang terdengar dingin.

Dan kita tidak akan mendengar lagi nada polos yang sering dilontarkan oleh Shirohana. Di hadapan kita bukanlah Shirohana yang dulu, ini adalah Putri Shuuja. Anak Dewi Shuuji yang terkenal dingin, kejam, kaku dan pendiam di seluruh alam kehidupan. Tidak pernah tersenyum. Tatapan mata yang tajam. Ekspresi kaku.

"Maafkan aku..... Putri Shuuja. Maafkan aku...."

"Karena kitalah Dewa Yokai meninggalkanmu... karena kitalah kau menderita....."

Orang itu perlahan menunduk dan matanya tertutup. Tubuhnya perlahan menghilang seperti debu hitam. Kano menangis tak karuan. Shirohana menoleh. Membelai pipi Kano tanpa senyum dan tatapan mata yang tajam. Kano memegang wajah ibunya. Matanya seraya berkata... ibu... apakah itu kau? Kenapa tatapanmu tak seperti dulu lagi? Di mana senyum indahmu? Ibu... kenapa kau tak terlihat hidup? Ibuu.... jawab aku!

Tanpa disadari Shirohana meneteskan satu air mata dari mata kanannya. Tapi, ia tak menunjukkan ekspresi apa pun.

Ini akan sangat menyakitkan ketika aku masih bisa merasakan apa yang dinamakannya 'perasaan'. Tapi, aku takkan pernah tahu jika aku tersakiti. Aku tak bisa merasakan apa pun lagi...

Dan Shirohana berjalan, dengan kibaran ujung baju putih yang telah terkotori oleh darah hitam.

-to be continue-

The Legend Of Shirohana [FRS-1] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang