35

3.9K 216 44
                                    

"Dev kita mau kemana sih?" tanya Anneth bingung, karena sudah hampir 1 jam mereka di perjalanan tak kunjung sampai.

"Ada deh...  Kamu ngapain pake baju gitu? Emang mau kemana?" Deveb berbalik tanya dengan sedikit tertawa

Jawab Anneth sibuk merapikan pakaian nya "Ih ko gitu, aku salah baju ya?"

"Haha ngga ko, iya lupa udah mau sampe nih kamu harus tutup mata" Deven memberhentikan mobilnya

"Kenapa harus di tutup sih, tar mascara mataku rusak" Anneth membantah

"Gapapa kamu tetep cantik ko" "Udah sini"

Anneth pun nurut dengan perintah Deven, dan sekarang mata Anneth tertutup rapat oleh kain halus berwarna hitam.

Tak lama kemudian mereka pun telah sampai di tempat yang mereka tuju. Deven dengan sigap membukakan pintu mobilnya dan menuntun Anneth untuk berjalan.

Suasana yang sejuk dan senyi membuat Anneth semakin penasaran. Ia terus menggenggam tangan Deven sangat erat karena ia tidak bisa melihat sedikitpun.

"Ini dimana?  Ko sepi banget, dingin lagi. Kamu bawa aku ke danau lagi ya?" tanya Anneth dengan sebelah tangan yang merayap-rayap mencari pegangan disekitarnya

"So tau, lagian ngapain ke danau bosen tau" jawab Deven tetap fokus pada langkahnya

Anneth tak menjawab lagi, ia hanya membuang napas beratnya.

"Dah sampe... " "Aku buka ya"

Deven mengitung mundur dari 3 , dan membuka penutup mata Anneth.

Anneth membuka matanya pelan, mencoba membenarkan penglihatannya. Setelah ia melihat dengan jelas matanya berubah menjadi membulat besar dengan mulut sedikit terbuka.

"OMG, Dev" ucap Anneth pelan

"Gimana? Suka ga?" tanya Deven yang seakan ingin cepat-cepat mendengar jawaban Anneth

Ini bukan jawaban yang Deven mau, matanya terbelalak kaget saat kecupan lembut mendarat tepat di bibir Deven, badan nya bergetar hebat dan detak jantungnya semakin kencang ia terus berbicara dalam hatinya 'semoga Anneth ga denger detak jantung gw' . Kini badannya bersatu, hangat. Ia membalas pelukannya semakin erat. 

"Dev aku ga tau harus ngomong apa, ini lebih dari yang aku bayangkan. Makasih Dev" Anneth membuka mulutnya tak terasa cairan bening keluar dari pelupuk matanya

"Jangan nangis sayang, ini buat kamu" Deven menghapus air mata yang sedang melintas di pipi Anneth. Kini Anneth mengembangkan senyumnya.

Deven menuntun Anneth menuju meja lingkaran kecil berwarna putih di hadapannya, melewati setiap lilin-lilin kecil berwarna merah yang mengeluarkan aroma parfum  romantic, tak lupa balon-balon berwarna pink dan putih mengapung di tengah kolam renang yang membuat suasana menjadi lebih romantis.

Deven menarik kursi yang akan Anneth duduki. Mereka berdua pun telah duduk di meja makan yang di kelilingi oleh lilin-lilin kecil membentuk hati. Mata Anneth berpaling pada foto-foto polaroid yang tergantung bersama lampu tumbler berwarna gold di sebelahnya yang membuat dekorasi semakin cantik di lihat. Anneth tertawa kecil saat melihat foto-foto nya, semua foto tidak ada yang benar, sepertinya Deven sengaja menempelkan muka jelek semua untuk mengundang tawa di antara kita.

"Kenapa harus foto yang ini sih. Hahaha" Anneth tertawa sembari menunjuk foto dirinya yang sedang ketakutan karena rollercoaster.

Anneth tak memberi kesempatan Deven untuk menjawab pertanyaan pertamanya, ia malah menambah pertanyaannya "Oiya, kapan kamu nyiapin ini semua? Kan kamu sibuk banget"

"Kamu ga perlu tau prosesnya, yang perlu kamu tau hasilnya" jawab Deven meraih tangan Anneth dan menggenggamnya

"Kamu salah Dev,  justru yang aku mau itu prosesnya. Kita berjuang bersama dan menikmati hasilnya pun bersama-sama"

"Kalo kamu tau itu bukan surprise"

Anneth hanya tertawa, benar juga kata Deven.

"Oiya nih ada satu hadiah lagi" kata Deven mengeluarkan benda berbentuk persegi empat dari bawa mejanya

"Yaampun Dev, ini semua udah lebih dari cukup. Ini apaan lagi?"

"Buka aja kalo mau tau"

Anneth pun membuka bungkus kado tersebut, ternyata isinya adalah sebuah buku diary  berwarna pink terdapat namanya dan nama Deven terpampang jelas dan dua buah kunci buku diary nya. 

Anneth bingung, kenapa Deven memberinya buku diary padahal dia tahu kalo dirinya tidak suka menulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anneth bingung, kenapa Deven memberinya buku diary padahal dia tahu kalo dirinya tidak suka menulis. Ia lebih suka membaca dibanding menulis.

"Kamu tau kenapa aku kasih kamu buku diary?" tanya Deven

"Kenapa?" Anneth menatap dalam mata Deven seakan ingin menebak apa yang akan ia bicarakan

"Kamu tau kan aku bakal pergi?" tanya Deven lagi

"Iya tau, pergi ke Prancis"

"Nah. Aku lebih tau kamu pasti kangen aku kan"

"PEDE banget siiiii" Anneth tertawa

"Serius sayang"

"Haha iya serius, pasti kangen pake banget banget banget" Anneth menekankan kata banget.

"Kalo kamu lagi kangen, tulis semua kerinduan kamu di dalam buku ini" kata Deven dengan serius

"Buat apa aku nulis disini, kamu kan ga bakal bisa baca"

"Percayalah, setiap malam akanku baca meski dalam mimpi. Dan percayalah setiap pagi aku akan membalasnya dengan doa" jawab Deven menatap dalam mata Anneth dan mempererat genggamannya

Anneth tak bisa menjawab, ia tahu bahwa Deven sedang benar-benar serius. Tak terasa air matanya menetes, Deven yang ada di depannya merasa bingung kenapa dia menangis?

"Kamu kenapa nangis?" Tanya Deven mengusap lembut air mata dipipinya

Bukannya berhenti, tangis Anneth malah semakin banyak "Aku takut"

"Takut kenapa?  Takut aku ninggali kamu setelah ini seperti si Friden waktu itu??" tanya Deven, kepala Anneth menunduk seakan menjawab 'Iya benar'  . Deven tahu betapa hancurnya prasaan Anneth saat itu, ia mendekat padanya dan memeluknya

"Kamu ga usah takut, aku pergi cuma sebentar ga untuk selamanya. Percayalah suatu hari nanti aku pulang menemuimu" kata Deven menenangkan Anneth yang terus menangis di pelukannya.

Anneth melepas pelukannya kemudian menatap dalam mata Deven "Janji?  Kamu janji setelah selesai akan memuin aku lagi?"

"Janji, pasti! " Deven menekankan perkataannya dan menghapus lagi air mata yang ada dipipinya

"Makasih Dev. I love u" Anneth kembali memeluk erat Deven

Deven mempererat pelukannya dan berbisik "I love u too"

YOU ARE THE REASON - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang