Tak disangka

1.8K 43 1
                                    

Pertemuan dan perpisahan memanglah sudah pasti akan terjadi.
Antara siap dan tidak semua pasti akan dihadapi.
Terima atau tidak, sulit untuk dihindari.
Kita hanya menjalani skenario sutradara dunia ini.

Rama duduk terdiam di balkon apartemen yang dia beli sebagai base camp gengnya. Langit malam yang indah tidak selaras dengan hati Rama yang tidak tenang. Perasaannya berkecamuk entah apa yang akan terjadi.
Segelas kopi masih utuh yang mulai dingin tak tersentuh sama sekali. Sudah 2 jam dirinya duduk. Angin malam yang mulai dingin tidak membuat dirinya beranjak dari tempat itu.
Entah pukul berapa Rama akhirnya tertidur di balkon tersebut. Sampai akhirnya tiba-tiba terdengar suara dering hpnya.
-Mother- calling
Rama mengangkat panggilan itu setengah sadar. Mendengar apa yang diucapkan oleh nyokapnya, antara tidak sadar dan tidak percaya.
Masih terasa kaget dan syok.
Kabar buruk kalau papanya meninggal tidak pernah Rama duga akan secepat ini dia dapatkan. Rama langsung beranjak berdiri dan mengambil beberapa pakaian lalu keluar dari apartemen.
Langit masih tampak gelap, ternyata waktu masih menunjukkan pukul 5 pagi. Tanpa pikir lama, Rama langsung mengabari orang rumah dan segera pergi ke rumah Risa.
Air mata yang sedari tadi terus mengalir menunjukkan betapa sedihnya Rama. Bagaimanapun Rama, dirinya adalah anak kesayangan papanya dan bisa jadi anak yang diharapkan sukses oleh papanya. Dan memang kedekatan Rama dengan papanya melebihi kedekatannya dengan mamanya. Bagaikan adik dan kakak jika Rama dengan papanya.

Sesampai di rumah Risa terlihat Risa sudah di depan pintu. Rama tidak keluar dari mobilnya sampai akhirnya Risa menghampiri dan masuk ke mobil.
"Ayo masuk ke rumah" ajak Risa.
Rama masih diam dan menunduk.
"Aku enggak tau bagaimana rasanya ditinggalkan orang tua, tapi aku tau kamu sangat-sangat sedih. Tidak seperti biasanya kamu menangis seperti ini. Tapi tolong jadilah orang yang kuat. Papamu pasti akan lebih senang kalau kamu merelakan kepergian dengan senyuman" ucap Risa pelan dan memeluk Rama.
"Kenapa harus secepat ini?"
"Sudah waktunya, ikhlas. Ayo masuk, isi dulu perutmu itu. Wajahmu pucat"
"Aku gak mau makan"
"Sayang, nanti kamu malah sakit kalau enggak makan"
Rama menuruti apa yang dikatakan Risa, dirinya pun sadar kalau tenaganya pun tidak sekuat biasanya.
"Aku enggak bisa lama-lama, aku harus pulang ke Jakarta hari ini" ucap Rama disela-sela Risa yang sedang sibuk menyuapi Rama.
"Kamu pergi dengan siapa?"
"Aku pakai mobilku sendiri, orang rumah pakai mobil mereka"
"Kenapa kamu enggak semobil dengan mereka"
"Aku butuh waktu untuk sendiri"
"Maaf aku enggak bisa antar kamu, aku minta kamu hati-hati di jalan"
Rama mengangguk pelan
"Aku pamit ya, seminggu lagi aku pulang"
Setelah berpamitan dengan seisi rumah Risa, Rama pun langsung berangkat dan tanpa pikir lama dia melakukan mobilnya dengan cepat. Walaupun Rama tau secepat apapun dia melajukan mobilnya itu, dirinya tidak bisa melihat papanya untuk terakhir kalinya.

Padahal tadi malam, papanya masih bertukar pesan dengan Rama membicarakan usaha yang Rama jalankan dan rencana kuliahnya. Banyak pesan yang papanya sampaikan malam itu, tapi Rama tidak berfikir bahwa itu sebuah firasat untuknya.

Saat sedang menyetir, hp Rama bergetar. Handar menelpon dirinya.
-Apa?-
-Lo dimana?-
-Gua di jalan, kenapa?-
-Gue turut berduka cita ya bro, Lo ati-ati di jalan-
-Thanks, udah gue lagi nyetir ini, bahaya kalo sambil telponan-
-okey-
Rama menutup telepon itu dan kembali fokus ke jalanan.

Perjalanan yang memakan waktu hampir 12 jam karena macetnya jalanan di siang hari. Beberapa kali Rama berhenti di rest area untuk mengisi bensin mobilnya dan beristirahat. Akhirnya jam 7 malam Rama baru sampai di rumahnya.
Pengajian masih berlangsung di rumahnya, Isak tangis keluarga yang masih terdengar membuat hati Rama semakin sesak. Dirinya ingin menangis tapi dia tahan dengan sekuat tenaga. Begitu kuat dan tegar yang Rama perlihatkan. Malam itu Rama hanya duduk diam di teras rumah ditemani adik sepupu papanya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam tapi Rama masih duduk dan membeku tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Setelah seminggu Rama di Jakarta, suasana berangsur kembali normal. Karena masih banyak urusan bisnis dan persiapan kuliah, Rama terpaksa harus kembali.
Hari Minggu langit tak secerah kemarin. Langkah perlahan membawa Rama ke tempat peristirahatan papanya yang terakhir.  Di tengah padat pemukiman warga, ada tanah luas yang dibuat untuk kuburan keluarga besar papanya.
Gundukan tanah yang masih basah dan taburan bunga yang sedikit layu masih menghiasi. Pikiran Rama kembali melayang mengingat semua kenangan bersama papanya.
Hal yang membuat Rama menyesal dari hidupnya. Tak ada satu foto pun Rama dengan papanya. Dari Rama bayi sampai sebesar ini. Memang dari dulu papanya sangat sulit diajak swafoto. Namun di hari-hari terakhir beliau sangat sering berfoto.
Hanya kenangan dalam ingatan yang Rama punya dan barang-barang yang papanya belikan karena prestasi yang Rama raih saat masa sekolah. Tidak ada bukti fisik seperti foto.

Setelah membersihkan area pemakaman papanya, tak lupa lantunan doa Rama ucapkan sebelum akhirnya Rama pergi dari tempat itu.
"Terima kasih sudah menemani anakmu ini selama 18 tahun pah. You are my hero and role model for me " ucap lirih Rama dan air mata pun tak mampu dia bendung lagi. Kesedihan memang masih dirasakan namun dirinya berusaha kuat dan tegar. Setelah dirasa cukup, Rama bangkit dan pergi untuk bersiap pulang.

Satu jam bersiap-siap dan waktu tepat pukul 11 siang Rama berangkat untuk pulang ke apartemen. Rasa lelah masih sangat terasa olehnya, apalagi selama seminggu Rama sulit untuk tidur. Para tamu dan teman kerja papanya yang tiada henti berdatangan pun membuat Rama tidak seutuhnya bisa istirahat. Walaupun kehadiran mereka kadang membuat Rama tertawa kecil tetap saja hatinya sedih.

Perjalanan jauh Rama tempuh sendiri, dirinya tidak mengejar waktu terlihat dengan kecepatan mobil yang dia kendarai tidak secepat biasanya.
Sepanjang perjalanan Rama ditemani oleh Risa yang video call agar Rama tak terlalu kesepian dan bosan di mobil. Walaupun kadang Rama tidak mengajak berbicara panjang dengan Risa karena fokus menyetir. Risa yang memang berniat menghibur pacarnya itu, dari guyonan yang mampu menciptakan senyum Rama, menyanyi dengan konyol dia lakukan. 5 jam mereka bertahan video call. Terhenti karena Rama ingin beristirahat sejenak di rest area.

Malam pukul 12 malam Rama sampai di apartemen miliknya. Terlihat teman-temannya yang sedang kumpul bersama sibuk bermain billiar.
"Halo bro, apa kabar? Kami semua turut berduka cita ya bro" ucap Dika sambil merangkul Rama.
"Thanks" jawab Rama singkat.
"Lo istirahat aja, udah makan belum? Kalo belum gue pesenin" tawar Dika yang sadar dengan kondisi Rama yang terlihat pucat pasi.
"Gue istirahat aja, lo semua kalau mau seru-seruan lanjutin tapi jangan berisik. Gue capek" pesan Rama sebelum masuk ke kamar privat miliknya.

Rama berjalan dan meletakkan tas gendong yang dia bawa di sebelah tempat tidur. Dengan langkah gontai Rama berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang lengket karena keringat.

Badannya sedikit lebih segar setelah mandi. Karena badan yang sudah lelah dan mata mulai berat. Rama langsung beranjak naik ke tempat tidur untuk beristirahat.

Okey .....
Gimana cerita kali ini? Komen ya tanggapan, kritik, dan saran kalian.

Maaf kadang suka gak tepat waktu updatenya. Tapi author usahain tetap akan update.

Buat kalian yang masih ngerasa bosan dengan suasana #dirumahaja. Jangan pernah merasa bosan ya, karena lebih aman kita #dirumah aja. Pengen kan pandemi ini cepet berlalu? Kangen maen kumpul bareng sama temen-temen? Semua merasakan yang sama. Bukan satu orang saja tapi seluruh dunia merasakan.
Tetap jaga kesehatan dan pola hidup sehat.
Jangan lupa pakai masker dan bantu saudara-saudara kita yang terkena dampak pandemi ini.
See you in the next chapter. Love you all.🤗🤗🤗🤗🤗

( 21+) One And ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang