After Wedding #15 (End)

860 70 6
                                    


Aku saat ini sedang berjalan menuju apartmen. Aku baru saja pulang dari minimarket yang berjarak tak jauh dari apartmen. Jadi aku tidak memerlukan kendaraan.

Aku berjalan sambil menunduk. Aku sedikit pusing. Aku sedang berpikir. Memikirkan betapa jahatnya aku. Betapa tidak tahu malunya aku.

Iya. Aku wanita tidak tahu malu. Aku marah pada Renjun tapi aku masih tinggal di apartmen milik Renjun. Tapi aku tidak salah dalam hal ini. Renjun yang menyuruhku.

Ini sudah 1 minggu tepatnya aku dan Renjun tidak tinggal dalam 1 atap. Sebenarnya aku sudah tidak marah padanya. Aku hanya sedang berpikir apa yang aku lakukan ini benar atau salah. Tapi tentu saja salah.

Tapi aku benar-benar emosi saat itu. Emosiku mengalahkanku.

Jujur aku rindu dengan Renjun. Dan bersyukur Renjun sudah sembuh dan dia sudah kembali beraktifitas. Kami berdua hanya berkomunikasi lewat telepon. Itu pun hanya 1-2 menit saja tidak lebih. Baik aku maupun Renjun sama-sama merasa canggung.

Tanpa kusadari langkahku sudah memasuki gedung apartmen. Dan kini aku sedang melangkah menuju apartmen yang kutinggali.

Tidak membutuhkan waktu lama karena kini aku sudah hampir sampai di depan apartmenku.

Ceklek

Aku menghentikan langkahku saat ada seseorang yang keluar dari apartmen ku. Tidak, bukan hanya 1 orang. Karena orang itu menggendong seorang anak kecil.

Orang itu berbalik dan melihat kearahku. Dia tersenyum. Aku sangat merindukan senyuman itu. Dia berjalan mendekatiku masih dengan senyuman menawannya yang akan sering ku rindukan.

Dia menurunkan anak itu.

"Nana Hyeong sudah menunggu. Sail kesanalah dulu." Ucap Renjun pada Ibkar. Ibkar pun berlari ke belakangku.

Saat aku melihat ke belakang. Sudah ada Jaemin dan Jeno yang sedang menunggu Ibkar.

Renjun menjangkau kedua pundakku. Dia menatapku lembut dengan kedua matanya yang indah. Aku masih menunduk sebenarnya. Karena aku tidak berani menatapnya secara langsung.

"Darimana kamu?" Tanyanya lembut sambil mengelus kepalaku.

"Kamu gak liat aku bawa apa?" Entah kenapa mulutku ini masih bicara dengan sarkas. Padahal aku bisa merasakan hatiku sudah tidak bermasalah dengan Renjun. Justru aku rindu.

Renjun tersenyum.
"Kenapa gak bilang? Aku khawatir sama kamu." Renjun masih dengan suara lembutnya sambil mengelus pipiku.

Perlu ku jelaskan lagi. Aku rindu. Rindu semuanya. Rindu senyumnya yang manis. Rindu sentuhannya yang hangat. Rindu suaranya yang lembut. Rindu tatapannya yang menyegukan. Rindu ciumannya yang pastinya membuatku merona. Dan pastinya aku merindukan suamiku Huang Renjun.

Aku diam tidak menjawab pertanyaannya. Sesekali aku melirik menatap kearah matanya. Tapi hanya sekilas.

"Maaf." Ucapnya. Kedua tangannya turun dari pundakku dan menjangkau kedua jemariku dengan sebelumnya mengambil belanjaanku dan menaruhnya di lantai. Menggenggamnya erat dan menempelkannya pada bibirnya. Menciumnya, membuatku terpaksa harus menatapnya.

"Maafin aku. Aku janji akan jadi lebih baik. Kita mulai dari awal, ya?" Ucapnya.

Kata-katanya memang biasa saja. Tapi mendengar kalimat itu terlontar dari bibir Renjun, membuat dadaku sesak dan mataku memanas. Rasanya aku ingin menangis. Padahal dalam hal ini tidak sepenuhnya salah Renjun. Aku juga salah. Salahkan egoku yang menguasai diriku dan membuatku terus berpikir negatif tentang Renjun.

"Jangan kayak gini lagi ya. Aku gak mau kehilangan kamu. Aku gak mau jauh dari kamu. Aku gak mau walau kita cuma beda tiga atap dari sini. Aku mau kita tinggal bareng di satu atap. Aku mau selalu deket sama kamu. Hikss..."

[End] After Wedding | Renjun •°• Wo Ai Ni 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang