Difficult Choice

370 38 6
                                    

Happy Reading








Aku sudah memutuskan akan tinggal di Jakarta setelah lebaran ini. Karena aku akan memasukkan Ibkar ke sekolah TPQ yang dulu adalah tempat sekolahku. Aku akan tinggal di Jakarta sampai Ibkar lulus TPQ, atau mungkin lulus SD. Aku akan memberitahu Renjun malam ini juga. Aku harap dia setuju.

Tapi bagaimana kalau tidak? Dia pasti akan marah padaku. Apa yang harus aku lakukan?

Blamm

Aku mengangkat kepala saat pintu kamarku dibuka kemudian tertutup lagi. Aku tersenyum kecil melihat sosok Renjun berdiri di dekat pintu dengan wajah lelahnya. Dia sepertinya baru pulang latihan.

"Kamu kok ngelamun?" Tanyanya. Aku diam sejenak kemudian menggeleng.
"Bohong. Ekspresi wajah kamu bisa ditebak tau. Kenapa?" Lanjutnya setelah dia duduk di sampingku di tepi ranjang.

"Ibkar dimana?" Tanyaku. Renjun diam.

"Kamu ngalihin pembicaraan. Jelas-jelas Ibkar tidur di samping kamu, masa kamu gak lihat?" Aku segera menengok ke samping kiriku.

Ah iya, putra kecilku sedang tidur nyenyak. Baru saja aku yang menidurkannya. Kenapa aku bisa lupa? Sepertinya karena masalah keputusanku itu membuatku kepikiran terus-menerus. Huft...

"Itu kenapa ponselnya ditaro disitu? Terus kok dibunyiin terus?" Tanya Renjun.

"Itu tadi aku suruh Ibkar dengerin mp3 Al-Qur'an kalo mau tidur. Jadi masih muter mp3-nya. Biarin gak papa. Biar dia nanti jadi Hafis."

"Hafis? Apa itu?" Tanyanya lagi.

"Hafis Qur'an. Orang yang hafal Al-Qur'an."

"Tapi kan Ibkar masih kecil."

"Justru di umur segini adalah umur yang tepat buat ngafalin Al-Qur'an. Aku pengen dia sekolah TPQ di sekolahku dulu. Karena sekolah itu benar-benar yang terbaik yang pernah aku temui. Aku yakin kalo Ibkar sekolah disana dia bisa jadi Hafis." Aku tersenyum membayangkan kalau suatu saat Ibkar akan menghafal Al-Qur'an.
"Mumpung usianya belum 4 tahun. Huuft... Makanya tiap hari aku ajarin dia baca tulis Al-Qur'an."

"Kamu mau ajak dia ke Jakarta? Berapa lama?"

Pertanyaan itu membuatku tersadar kemudian terdiam. Ah aku bodoh sekali. Kenapa aku bisa keceplosan seperti itu? Renjun pasti terkejut. Aku memejamkan mataku.

"Maaf. Aku tidak bermaksud. Nanti kita bicarakan lagi. Sekarang kau mandi kemudian istirahat saja. Jangan dipikirkan ucapanku yang tadi. Aku minta maaf."

Renjun tidak bergerak dari tempatnya. Tapi matanya menatapku seolah menuntut penjelasan dari ucapanku yang tidak sengaja terlontar begitu saja dari mulutku. Aku kemudian tersenyum supaya Renjun luluh dan berhenti menatapku seperti itu. Tapi sepertinya tidak akan berhasil.

Renjun kemudian menunduk. Helaan napas terdengar setelahnya. Kemudian dia mengangkat kepalanya lagi menatap kearahku. Kali ini tatapannya sudah berubah seperti biasa.

"Aku pulang dalam keadaan lelah tapi dibuat terkejut dengan ucapanmu baru saja." Ucapnya sambil mengalihkan perhatiannya.

Sungguh hatiku benar-benar sakit mendengarnya. Kenapa aku bodoh sekali?

[End] After Wedding | Renjun •°• Wo Ai Ni 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang