Saengil

235 29 14
                                    


Minggu, 22 Maret

Hari ini mungkin hari yang ter ter untukku. Entahlah aku tidak tahu seperti apa menjelaskannya.

Keadaan ekonomi keluargaku di Jakarta sedang dalam masalah. Akibatnya karena ayah sudah 1 minggu tidak ke kantor, karena Virus Corona.

Dan aku, aku sudah tidak diizinkan bekerja oleh Renjun. Dia ingin aku merawat anak-anak. Jangan sampai anak-anak tidak terurus hanya karena aku bekerja. Jadi aku benar-benar di rumah saja.

Apalagi Ibkar saat ini juga sedang diliburkan selama 2 minggu karena virus Corona itu.

Dari pagi, ada saja sesuatu yang terjadi. Aku tidak ingin menghitung berapa kejadian yang menimpa keluargaku ini.

Sebenarnya dari kemarin.

Nenekku meninggal dunia.

Saat aku memberitahu Renjun, dia ingin berangkat ke Jakarta. Tapi aku melarangnya, tidak cukup waktu dia untuk melihat nenek. Jadi aku hanya melakukan video call saja dengannya supaya Renjun bisa melihat wajah nenek.

Tapi aku salah memberitahu Renjun, karena dengan ini Renjun menjadi tidak fokus di Korea. Saat selesai latihan Renjun tidak sengaja menabrak seseorang saat sedang berjalan, membuat orang itu jatuh dan patah tulang di pergelangan tangan sebelah kanannya.

Akhirnya, mau tidak mau Renjun harus bertanggung jawab membiayai pengobatan orang itu.

Malamnya, ketika aku sedang di rumah bersama kedua anakku. Ibu pulang dari rumah Nenek –tempat tinggal Nenek dan saat ini sedang untuk mengaji menunggu 40 hari. Kakiku tiba-tiba sakit di bagian belakang lutut. Saat ku lihat ternyata ada luka kecil di sana. Pantas saja kakiku tidak bisa aku tekuk.

Dan ternyata ibu yang baru pulang, mengatakan kalau tante baru saja terjatuh saat akan naik sepeda motor. Tangan dan pinggul sebelah kanannya sedikit lebam dan perutnya juga sakit.

Ibu ingin kembali ke rumah Nenek menemani tante, tapi ibu tidak tega denganku yang berada di rumah bersama 2 anak kecil. Galih tidur di rumah tante menemani tante. Jadi ibu memilih pulang saja menemaniku dan ayah.

Aku yang awalnya tengah menemani Yara dan Ibkar di kamar, keluar untuk menemani ibu di ruang TV. Karena ayah pasti sudah tidur di kamarnya.

Kaki kananku benar-benar sulit digerakkan sampai aku harus berjinjit sedikit kalau jalan. Aku duduk di samping ibu dan ikut menyaksikan tayangan di televisi.

Tiba-tiba ponselku berdering dan itu dari Renjun. Renjun menghubungi melalui video call lagi.

Kemudian aku mengangkat panggilannya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam." Sahut Renjun.

Kemudian seperti biasa kami berdua berbicara seperti tidak ada orang lain.

Tiba-tiba suara ibu terdengar.

"Kak, ini diobatin kakinya."

"Kaki kamu kenapa, Sayang?" Mendengar ucapan ibu tentu saja Renjun penasaran. Aku menggeleng.

"Aku juga nggak tau, tiba-tiba ada luka kecil di belakang lutut."

Renjun terlihat menghela napas, "Hari ini kenapa sih? Ya udah gih diobatin dulu."

Aku mengangguk. Meletakkan ponselku di meja supaya wajahku tetap terlihat di layar ponsel milik Renjun.

Sambil mengoleskan salep luka di kaki ku, aku tetap bercengkerama dengan Renjun. Renjun bahkan menceritakan kejadian lengkap saat dia harus menerima omelan dari orang tua orang yang cedera karenanya. Tapi itu justru membuatku tertawa.

[End] After Wedding | Renjun •°• Wo Ai Ni 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang