part 17

50.1K 2.5K 16
                                    

Bagus baru saja memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Dia langsung menghempaskan tubuhnya pada sofa ruang tengah. Bagus memijat pelipisnya untuk mengurangi sedikit rasa pening di kepalanya akibat seharian lelah mengurusi semua hal di kantor. Keyra yang sedari tadi memperhatikan papanya dari depan tv langsung beranjak dan pergi ke dapur. Dia menghampiri bibi yang sedang mengaduk kopi di dapur.

" Buat papa ya bi?" Tanya Keyra setelah berdiri di samping bibi.

Bibi menghentikan kegiatannya sebentar lalu menunduk menatap Keyra. " Iya key," jawabnya.

" Bi, kalau kopinya diganti sama Teh manis hangat gimana?"

Kening bibi berkerut. Dia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Keyra. Kedua tangannya yang sudah mengeriput karena termakan usia terulur untuk mengusap pucuk kepala Keyra. Gadis kecil yang sudah dia urus semenjak lahir dan sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.

" Memangnya kenapa? Papa kan biasanya minum kopi."

" Kata kak Kira kopi itu nggak baik untuk kesehatan. Kalau papa minum kopi setiap hari nanti papa sakit." Tersirat nada kekhawatiran dari ucapan Keyra.

" Jadi Keyra maunya papa berhenti minum kopi?" Tangan bibi masih setia mengelus rambut panjang Keyra.

Keyra mengangguk mantap.

" Tapi kalau nanti papa marah gimana?"

Bibi memang sangat tau betul kalau majikannya itu memang sangat menyukai kopi bahkan semenjak Bagus masih muda. Bibi memang sudah sudah bekerja pada keluarga Bagus semenjak bagus menikah muda dengan Retno bahkan sampai memiliki dua anak perempuan yang kini sudah tumbuh besar. Dan kebiasaan Bagus yang satu ini memang sangat sulit dihilangkan. Bibi tau, ini bukan kali pertamanya ada orang yang menghawatirkan kesehatan Bagus. Dulu Retno dan Kira juga pernah memperingati Bagus untuk mengurangi kebiasaan meminum kopi tapi berakhir dengan sia-sia.

" Bibi tau Keyra khawatir sama kesehatan papa, tapi nanti papa akan marah kalau bibi enggak buatin kopi." Bibi mencoba memberi penjelasan kepada Keyra.

Keyra tetap menggeleng. " Bibi buatkan saja teh hangat. Kalau bibi takut papa marah, nanti biar Keyra saja yang kasih ke papa," kata Keyra Keukeh.

Melihat tatapan Keyra yang begitu memohon, bibi jadi tidak tega. Niat gadis kecil ini baik. Siapa tahu juga Bagus akan sedikit mengerti dan perlahan mulai mengurangi kebiasaan ngopinya. Terlebih lagi yang memberi nasehat adalah anaknya sendiri.

" Ya udah, sebentar ya, bibi buatkan dulu."

Keyra mengangguk sambil tersenyum. Keyra duduk di kursi  yang ada di dapur sambil menunggu bibi membuatkan teh. Bibi menggeser cangkir kopi yang tadi dia buat. Dia mengambil cangkir baru dan diisi air teh hangat yang sudah dicampur dengan gula. Setelah jadi, dia menaruh cangkir itu di atas sebuah nampan dan memberikannya kepada Keyra.

" Bawanya hati-hati Key, masih panas soalnya," ucap bibi.

" Iya bi," balas Keyra setelah menerima nampan tersebut dan membawanya dengan hati-hati.

" Bi mana kopinya?" Teriak Bagus yang masih duduk kali ini sambil memijat pangkal hidungnya. Kepalanya dia sandarkan di kepala sofa dengan mata yang memejam.

Keyra datang hendak menghampiri Bagus. Jalannya begitu pelan agar cangkir diatas nampan tidak tumpah. Diletakkannya cangkir itu ke atas meja.

" Pa, ini minumnya," ucap Keyra.

Bagus membuka mata dan menegakkan punggungnya. Dia menatap Keyra sebentar yang masih berdiri di dekat meja. Bagus mengambil cangkir itu lalu menyeruputnya. Belum juga air itu mengalir ke tenggorokannya, Bagus sudah menyemburkannya ke wajah Keyra. Keyra yang tidak siap menghindar hanya bisa memejamkan mata sambil menunduk memeluk nampan begitu erat. Air teh yang masih lumayan panas kini membasahi baju dan wajah Keyra.

Truth or Dare ( Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang