part 44

44.9K 2.3K 75
                                    

Duduk dan berdiam diri di kelas. Itulah yang kira lakukan seharian ini. Sesekali dia membuka buku pelajaran tapi tak lama kemudian dia tutup kembali. Dia beralih membuka buku jurnal yang sengaja dia taruh di bawah buku pelajarannya. Dia terus membuka buku jurnal itu hingga berhenti tepat di lembar bertuliskan MISI.

5 dari 7 misi sudah dia beri tanda centang selanjutnya dia memberi tanda centang pada misi ke 6 yaitu teman. " Mungkin dia dulu pernah anggap gue teman," gumamnya. Jari kira kembali bergerak dan berhenti di misi ke 7 yang masih kosong.

" Gue baru sadar kalau gue sama sekali belum menentukan misi ke 7 yang mungkin nggak akan pernah bisa gue selesaikan," gumam kira lagi. Kilasan kilasan kejadian beberapa hari ini mulai bermunculan. Semua yang telah dia lalui bersama renan kembali berputar bak sebuah film, hingga satu kata yang bisa menggambarkan semuanya muncul di dalam otak kira.

" Mungkin gue dan dia emang pada akhirnya akan jadi seorang musuh karena setelah ini dia akan benci gue selamanya," Kata kira. Jarinya kembali bergerak hendak menuliskan kata musuh disamping angka 7 tapi kegiatan itu sempat terhenti oleh suara suara heboh Rahma dan diba yang baru masuk ke dalam kelas.

" Lo berdua kenapa sih?" Tanya kira ketika dua temannya sudah berada didekatnya.

" Ini si diba masa ke kantin nggak bawa duit mana pesannya banyak banget lagi dan Lo tau ra ujung ujungnya dia minta bayarin ke gue. Kesel nggak tuh," kesal rahma.

" Alah, Lo sama temen perhitungan banget ma, nanti juga gue ganti." 

Perdebatan mereka kembali berlanjut sedangkan kira hanya diam sambil geleng-geleng kepala. Kali ini tatapannya terfokus pada foto keyra yang ada di buku jurnal itu. Tangannya terulur untuk mengusap foto keyra sambil tersenyum kecut. Tak dipungkiri kira sangat merindukan adik kecilnya itu. Terutama celotehan-celotehan dan senyumnya. Kira juga sangat merindukan kebiasaan mereka sebelum tidur yaitu saling memberikan kecupan di kening.

Kira hanya bisa menghela nafas berat, entah kapan kebiasaan itu akan kembali dia lakukan bersama keyra. Dia belum tau tapi semoga secepatnya. Itulah doa kira saat ini.

" Ra Lo masih sedih ya, gara gara kemarin?" Tanya diba. Entah sejak kapan diba dan Rahma sudah duduk disamping kira dan menghentikan perdebatan mereka.

" Ra, kita bener-bener minta maaf, kalau aja waktu itu kita nggak teledor pasti semua ini nggak akan terjadi," sahut Rahma. Raut wajah keduanya penuh penyesalan. Apalagi kini hubungan kira dan renan sudah hancur.

Kira tersenyum kearah dua sahabatnya. " Lo berdua udah terlalu sering minta maaf dari kemarin, jadi cukup ya, nggak usah minta maaf lagi gue bosen dengernya."

" Lo nggak marah sama kita?" Tanya Rahma lagi.

"Ngapain gue marah, toh cepat atau lambat ini memang harus ketahuan. Lagian gue itu lebih takut ngadepin kemarahan sahabat gue ini dari pada orang lain. "

" Emang Lo udah siap kehilangan Kak renan. Lo nggak mau perjuangin dia dulu?" Tanya diba.

Kira menggeleng lemah. " Dia udah terlalu benci sama gue jadi buat apa gue perjuangin lagi, terima maaf gue aja kayaknya juga nggak mungkin." Ini salahnya dan kebencian renan adalah resiko yang harus dia tanggung. Sebuah kata maaf pun rasanya nggak akan cukup untuk membuat renan kembali seperti semula.

" Udah lah, nggak usah pada melow lagi. Gue jadi haus. Gue ke kantin dulu ya, ada yang mau ikut nggak?" Tanya kira menatap bergantian dua temannya.

" Biar gue aja Ra," diba sudah bangkit dari duduknya.

" No! Lo nggak boleh ikut, entar Lo bikin kira bangkrut. Cukup gue jangan ditambah kira." Rahma terus menahan tangan diba agar temannya itu kembali duduk ditempatnya. " Udah Ra, Lo sendiri aja sana, biar gue jaga diba disini."

Truth or Dare ( Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang