Arka menatap tangannya yang sore tadi sempat mengacak rambut reina. Sungguh dirinya tidak tau mengapa bisa terdorong melakukan itu.Arka penasaran sendiri dengan kalimat reina sore lepas "orang besar marahan aja sampe pergi, itu aja gak tau pergi sementara atau selamanya" apa masa lalu reina juga memilukan dengan nya? Namun pertanyaan kedua arka kembali datang.
Kenapa dia bisa senyum tanpa beban?
Arka mengingat kembali "gue tau setiap orang punya cara sendiri, tapi kalo lo kaya gini terus pikirin orang yang sayang sama lo"
"Setiap orang punya cara sendiri? " gumam arka, kalimat reina sungguh sulit dipahami tidak menggambarkan arka yang duduk di kelas unggulan.
Arka sungguh bingung, mengacak rambutnya kasar. Arka seakan kembali pada tiga tahun yang lalu mengenal Cinta dan dipermainkan Cinta mengulang kembali bersama orang yang menghancurkan dirinya dan sahabatnya.
"Reina Nada Aurellia? " arka mengeja nama di buku sejarah reina yang memang sengaja dibawa pulang arka. Membuka setiap demi lembar kertas hingga pada selembar kertas terakhir membacanya dengan sengaja kini senyuman nya kembali terbit. Dengan mengingat segala kelakuan dan cara berbicara reina yang kesal sudah membuat nya tersenyum tanpa sadar.
"Dingin tak bernyawa! Arka Naufal Aditya "
Arka membaca kalimat itu berulang kali, dita masuk kamar arka namun arka tak menyadarinya. "Kenapa senyum-senyum gitu? " arka menyembunyikan buku reina dan menatap dita kaget namun ia sembunyikan dengan mengerjapkan matanya.
"Apa yang disembunyikan? " arka menduduki buku reina dan menggeleng cepat "gak ada ma, salah liat. Kenapa ma? " dita terkekeh geli, arka sedang menyembunyikan sesuatu dan dita mengetahui itu. Arka mengalihkan pembicaraan.
"Jawab pertanyaan mama dulu " arka menggeleng ekspresi wajahnya sudah kau kembali datar. Arka yang ingin membuka mulutnya kini terhenti dengan kalimat dita "kalo kamu senyum karena reina mama gak papa. Seengaknya kamu udah mulai senyum ka" arka menggeleng cepat apa memang keputusan nya menyakiti orang yang peduli dan menyayanginya? Arka tersadar.
"Ma.. " dita tersenyum mengelus kepala arka "mama seneng kamu bisa jadi arka yang rajin tapi mama juga seneng kamu kaya dulu. " dita menampilkan senyum terbaiknya.
"Yaudah, tadi dibawah ada rafa" arka memegang tangan dita yang hendak pergi. Setelah tiga tahun yang lalu kini arka memeluk erat dita, dita tersentak dan memeluk balik arka.
"Jadi ganggu nih? " dita tersenyum dan meninggalkan arka dan rafa yang masuk dikamar arka.
"Kenapa? " arka bertanya dengan nada malas dan datar. Rafa merebahkan tubuhnya di kasur arka, arka sendiri duduk di sofa kamarnya.
"Reina... Reina.. Reina" arka menatap wajah rafa yang seperti menghitung namun melafalkan nama reina. "Kalo gue ngomong suka reina lo marah gak? " arka yang meletakkan buku reina dimeja belajarnya tak menoleh namun mendengus dingin.
"Gue siapa nya dia? " rafa tersenyum lebar "kalo gue nembak dia apa dia nerima? " kini arka menoleh kearah rafa, kenapa harus tanya dengan arka coba.?
"Bikin ancur sahabat? " rafa terheran sahabat? Siapa? Arka?.
"Sahabatan kita? Lo cemburu? " arka menatap rafa yang tersenyum miring. "Luneta? Sepupu gue mau lo jemur? " rafa mengerucut kesal, mengapa membahas luneta.
"Kok luneta? Dia tetep lah! " arka menjitak kepala rafa yang terduduk "sakit bego! ".
"Reina mainan? " rafa tersenyum lebar "gue tau lo cemburu dan peduli sama dia! " rafa terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REINARKA ✔
Teen Fictionbertemu nya dengan pria dingin dan tak peduli membuat gadis periang berkuncir kuda selalu menahan kesal jika mereka bertemu dan sedikit berinteraksi. kekesalan gadis membuat perasaan tersebut terombang-ambing di kala mereka bisa dikatakan bersama s...