2)•DevAn - Mengenal

16.9K 793 152
                                    

"Kesombongan itu perlu. Orang yang terlalu baik itu juga tidak benar. Justru terkadang orang baik lebih sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang jahat."

Hari-hari berikutnya, keadaan masih sama. Anneth masih terus menjadi pusat perhatian. Oleh sebab itu, dia tidak mau keluar kelas jika tidak bersama dengan Joa.

"Neth! Cepetan, kita nanti kehabisan siomay bang Jaka!" Joa menyuruh Anneth cepat mengemas buku-bukunya. Yap... Pelajaran PKN sangat membosankan. Terlebih lagi tadi gurunya lambat keluar kelas.

Anneth berdecak kesal sembari mengemasi buku-bukunya ke dalam tas.

"Ayo," saat kalimat itu keluar dari mulut Anneth, Joa segera berlari keluar kelas meninggalkan Anneth. Terkadang makanan lebih penting dari pada sahabat, tapi itu berlaku untuk Joa saja.

Anneth menghela napas berat. Dia segera berdiri dari bangkunya dan mencoba berlari dengan sisa tenaganya.

"Jo, tunggu!" Teriakan Anneth yang pastinya tidak terdengar oleh Joa. Joa sudah cukup jauh berlari, bahkan mungkin sudah sampai di kantin.

Tepat berada di depan kelasnya, ikatan tali sepatu Anneth terlepas. Ya terpaksa Anneth harus mengikatnya kembali. Anneth berjongkok lalu segera mengikat tali sepatunya. Dia menggunakan gerakan cepat, sehingga beberapa kali selalu tidak benar dan gagal.

"Bisa gak sih, kalo ngikat tali sepatu tu di pinggir, jangan menghalangi orang jalan," suara bariton terdengar oleh Anneth tepat berada di sampingnya.

Anneth mendongak lalu menatap sekilas ketiga cowok yang berpenampilan aur auran. Yang paling tengah, yang paling parah.

Panjang rambutnya melebihi kerah baju dan sedikit menutupi telinganya, rambutnya agak teracak, dua kancing teratas kemejanya tidak terkait, kemejanya juga tidak masuk kedalam celana, tidak berdasi, tatapannya sinis, dengan headphone yang tergantung di lehernya dan kedua tangannya masuk ke dalam kantong celana.

Berbeda dengan kedua temannya, mereka masih memakai dasi. Ya walaupun kemejanya tidak masuk kedalam celana, setidaknya mereka sedikit menghargai peraturan di SMA itu.

Anneth segera berdiri dari jongkoknya. Dengan raut wajah yang pucat, Anneth menyahuti pernyataan si cowok tadi.

"Sorry, aku buru-buru." Anneth segera melangkahkan kakinya, namun ada tangan yang menghalanginya. Tangan si cowok tadi menahan Anneth untuk pergi.

"Kenapa? Aku udah minta maaf kan? Aku buru-buru." Ucapan Anneth bersikeras.

"Lo anak baru?" tanya Cowok itu datar, tanpa basa-basi.

"Iya." Anneth cukup malas menjawab pertanyaan itu. Dia sedang buru-buru.

"Mau nanya apa lagi? Aku buru-buru." Anneth ingin mendapatkan respon cepat, namun mereka malah mengulur-ngulur waktu.

Sepasang mata cowok itu melirik kearah name tag yang terpasang di seragam Anneth. Menyipitkan matanya lalu meng-eja huruf yang tercetak.

"An.. Neth Dellie.. Cia," ejaan dengan suara pelan keluar dari mulut cowok ketus itu.

"Itu nama lo?" tanya cowok itu lagi.

"Ya," Lagi-lagi Anneth menyahut dengan nada yang malas.

Anneth melihat kearah letak name tag yang seharusnya tertempel di kemeja milik cowok itu, namun tidak ada.

"Kok gak pake name tag? Nama kamu siapa?" Anneth heran mengapa hal itu di perbolehkan di SMA itu. Tidak memasang name tag tidak di beri sanksi?

"Deven Christiandi Putra."

DevAnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang