4)•DevAn - Fisika

13.5K 602 166
                                    

Fisika. Bukan pelajaran yang sulit. Dia hanya seperti kamu, yang semakin sulit dipahami, semakin ku penasaran untuk mendapatkan jawaban.

Anneth masih terus meremasi rambutnya-frustasi dan putus asa-Karena pr-nya yang tak kunjung selesai. Dia terpaksa mengerjakan di sekolah karena tadi malam ia tertidur lebih awal. Anneth harus kembali beradu dengan angka-angka dan rumus-rumus fisika.

Anneth memejamkan matanya, merasa kesal dan lelah karena sedari tadi otaknya tidak berhenti berfikir.

"Kenapa?" suara bariton tiba-tiba terdengar tepat berada di samping Anneth.

Anneth tersentak kaget. Hampir saja jantung Anneth copot. Bagaimana tidak? Saat Anneth benar-benar berfikir keras tapi tiba-tiba saja tanpa ada tanda-tanda, Deven sudah berada di sampingnya.

"Kamu bisa gak sih, datang tu kasih tanda-tanda," protes Anneth yang benar-benar terlihat suntuk pagi ini.

"Tanda-tanda gimana? Harus ada angin gitu?" tanya Deven mengangkat alis kirinya.

Anneth mendesis panjang. Otaknya sudah penuh bahkan tidak menampung lagi, namun Deven datang menambah masalah. Jika otak Anneth sudah seperti ini, biasanya Anneth akan lola.

"Kenapa gitu muka lo, gak kaya biasanya," Deven menatap Anneth dengan raut wajah heran.

"Fisika," singkat Anneth yang harusnya Deven langsung paham. Ternyata benar, Deven langsung paham maksud Anneth.

Deven tersenyum sebelah. Lalu merebut bolpoin yang ada di jemari Anneth. Deven menyeret buku tulis bergaris milik Anneth, sekejap membaca tulisan di buku tulis itu. Ia membuka buku bagian belakang dan mulai menggoreskan tinta bolpoin ke kertas.

"Mau ngapain?" tanya Anneth bingung dengan sesuatu yang dilakukan Deven.

Deven tidak menjawab. Pandangannya fokus ke satu arah yaitu buku milik Anneth. Deven fokus menulis sesuatu.

Anneth hanya memandang wajah Deven yang sedari tadi menulis. Deven terlihat lebih tampan jika sedang menulis.

"Kamu ngapain kesini?" tanya Anneth.

"Nyari lo," kata Deven melirik sekejap ke arah Anneth lalu fokus kembali ke buku tulis.

Anneth hanya tersenyum malu. Cukup lama Deven menulis sesuatu di kertas Anneth, hingga Anneth bosan sekarang.

Deven selesai menulis. Dia menyeret buku tulis mendekat ke arah Anneth. Anneth langsung membaca tulisan Deven. Ternyata itu adalah rumus fisika. Tanpa Anneth duga, rumus itu lebih lengkap dibandingkan yang ia catat.

"Lo pahami dulu, gue yakin lo bisa ngerjain. Ini mudah kok," Deven memberi arahan kepada Anneth agar Anneth mudah mengerjakan soal yang terbilang sulit.

"Ini rumus termudah setau gue," lanjut Deven seperti sudah mengerti tentang fisika.

"Iya, ku akui kamu pintar IPA," dengan sangat terpaksa kali ini Anneth memuji Deven. Sebelumnya, Anneth tidak pernah memuji Deven, karena pasti Deven akan lebih sombong.

"Ya udah cepetan kerjain," pinta Deven.

Anneth hanya mengangguk pelan menuruti arahan Deven.

"Lo kenapa kaya gak suka pelajaran fisika?" tanya Deven dingin.

"Gue gak suka angka dan fisika sejak SMP," jawab Anneth dengan mata yang masih terfokus ke rumus di buku tulisnya.

Deven hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia juga ikut memperhatikan rumus yang coba Anneth pahami.

"Gue bantu lo biar suka sama angka, boleh gak?" tanya Deven.

Anneth menggeleng. Anneth tidak sama sekali tertarik dengan angka. Anneth lebih suka kata-kata, puisi, cerita ataupun novel.

DevAnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang