Cinta dan Benci - Geisha
"Hal tersulit untuk di lakukan saat sudah melewati masa pengenalan adalah melupakan."
*
"Udah Neth, udah berapa tisu lo habisin?" lirih Joa seraya mengelus punggung Anneth.
Anneth menarik satu lembar tisu lagi dan mengelapkan ke pipinya yang dibasahi air mata dengan kasar. Setelah itu ia meremas hingga membentuk gumpalan dan membuang tisu itu ke sembarang arah. Hanya seperti itu saja sedari tadi.
Lantai pun penuh dengan gumpalan-gumpalan tisu yang berserakan. Air mata bercampur dengan ingus. Akibat kejadian di sekolah tadi.
"Oke lo boleh nangis tapi tisu-tisu bekas ini lo bersihin sendiri ya. Awas lo nyuruh gue!" Joa menyengir tak berdosa.
"Joaaa! Nggak ngertiin perasaan sahabatnya!" gerutu Anneth semakin menangis, ia mengambilnya tisu sebanyak-banyaknya seperti sedang kesetanan.
"I-iya iya sori, Neth. Gue suruh William aja deh! Dia kan penggemar berat tisu," ucap Joa khawatir, sampai-sampai ngawur.
Anneth bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk. Ia menghadapkan badannya ke arah Joa yang sedari tadi tak tenang melihatnya menangis.
"Jo ... a-apa aku terlalu bodoh ... selama ini?" tanya Anneth disertai isakan.
Ingin rasanya Joa menjawab pertanyaan Anneth itu dengan jujur. Iya. Tetapi ini bukan saat yang tepat.
"Nggak kok, Neth. Udah ah jangan nyalahin diri sendiri gitu, ini salah gue kok," jelas Joa seraya menyeka air mata Anneth yang baru saja turun dari pelupuk matanya.
"Kenapa jadi kamu?" tanya Anneth sesenggukan.
Joa menyunggingkan senyuman tulusnya. Manis. Joa meletakkan tangan kanannya di pundak kiri Anneth.
"Karena dari awal gue ngizinin lo sama dia." Joa menghela napas berat,"padahal gue udah tau persis sikap dia itu bagaimana."
"Dia yang ketus, sombong, dingin, bersikap masa bodoh tentang cewek, pembuat onar, langganan masuk BK-"
"Udah Jo, aku bukan mau belajar mengenali sifat-sifat dia!" Joa hanya menunjukkan cengiran tak berdosa.
"Tapi seharusnya gue ngelarang lo deket sama dia. Kalo akhirnya bakal seperti ini, gue juga nggak mau, Neth. Gue nggak tega ngeliat lo nangis gini."
Anneth menggeleng. Yang Joa katakan bukan suatu kebenaran. Ia merasa Joa atau siapapun tak terlibat dalam masalahnya. Hanya dirinya dan Deven.
"Nggak ada yang terlibat dalam masalah ku. Aku-nya aja yang terlalu berharap lebih dan berfikir terlalu dangkal."
Kita tau bukan hanya Anneth yang menaruh harapan besar kepada Deven, tetapi Deven pun juga sama. Tetapi lagi-lagi waktu memang belum sepenuhnya mengizinkan untuk mereka bersatu.
"Neth ... Gue pernah seperti lo, nangis begini. Tapi akhirnya gue sadar, Neth. Ini hanya buang-buang waktu, buang-buang tenang, buang-buang duit buat beli tisu lagi!"
Anneth lantas memukul wajah Joa menggunakan guling dnegan ganas."Ih! Nggak lucu Jo!" Anneth mendengus kesal.
Joa menangkap guling itu lalu melemparnya ke sembarang arah."Iya-iya sekarang gue serius," ujar Joa, mimik wajahnya mendadak serius.
"Gue tanya sama lo, apa dengan lo menangis gini bisa nyembuhin rasa sakit lo?" Anneth menggeleng.
Joa tersenyum kecil."Terus untuk apa lo buang-buang air mata lo cuma buat lelaki berengsek kaya dia! Yang bisanya memainkan perasaan cewek doang!" tukas Joa yang juga larut dalam emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DevAn
Fiksi PenggemarMengubah diri adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Entah itu mengubah sikap maupun perilaku. Namun akankah terasa mudah bagi cowok berandalan yang satu ini? Cowok badboy, trouble maker dan the most wanted di SMA Harapan Bangsa. Dia ketus, dingin, cu...