"Pulang. Pulang ke hati yang dulu, bukan pulang ke hati yang baru."
Anneth masih tak berkutat dari kursi yang berada di samping ranjang Deven. Anneth tersenyum ke arah wajah tampan Deven, walaupun kini kedua mata Deven tertutup rapat. Deven masih tertidur.
Tak berselang lama, suara yang bersumber dari monitor membuat Anneth terkejut bukan main. Suara itu begitu menggema di telinga Anneth. Garis dari layar monitor pun sudah membentuk garis lurus. Seketika napas Anneth memburu, ia panik.
"Deven." Anneth menepuk-nepuk pipi Deven.
"Deven bangun.." rengek Anneth.
"Deven kenapa jadi kayak gini," ucapnya lagi.
Anneth berlari ke luar ruangan dengan kecemasan yang terlihat jelas dari wajahnya. Anneth terus memanggil suster maupun dokter untuk meminta bantuan. Air mata sudah berlinang membasahi pipi mulusnya.
Setelah berteriak meminta pertolongan, akhirnya ada dokter yang datang berserta suster pendampingnya.
Di saat dokter mulai memeriksa, Anneth terus menangis histeris sambil menggenggam erat tangan Deven. Berharap tidak terjadi apa-apa dengan Deven.
Dokter mengecek detak jantung, mengecek denyut nadi, dan juga kedua mata pasien. Kemudian dokter menghela napas berat seraya melepaskan stetoskop dari telinganya.
"Deven nggak papa kan dok?" tanya Anneth panik.
Dokter memberi isyarat kepada suster di sampingnya. Detik berikutnya, suster itu berjalan mengitari ranjang Deven lalu menarik selimut berwarna putih polos hingga menutupi seluruh tubuh Deven.
"Deven kenapa dok!?" tanya Anneth sekali lagi. Kali ini lebih terlihat emosional.
"Takdir berkata lain. Pasien sudah tiada," jawab dokter itu prihatin.
Mulut Anneth terbuka sempurna. Anneth menggeleng tak percaya. Air mata semakin banyak menetes di pipinya.
"NGGAK!!"
"Deven nggak mungkin ninggalin aku, dia udah janji," tangis Anneth histeris.
Anneth ingin mendekati Deven namun di tahan oleh suster. Dengan sekuat tenaganya, Anneth meronta. Tetapi nihil. Anneth semakin menangis memanggili nama 'Deven'.
*
"Deven." Anneth tersentak.
Anneth terbangun dari tidurnya. Kepalanya dan badannya langsung tegak dari posisi tidurnya. Keringat mengalir di sekitar dahinya, pandanganya kosong ke arah depan dan napasnya terdengar memburu.
"Deven.." baru Anneth teringat sesuatu.
Anneth langsung mengedarkan pandangannya ke arah ranjang Deven. Figur seorang pria berbaju biru rumah sakit dan sedang bersandar di kepala ranjang. Pria itu tersenyum ke arahnya.
"Kenapa? Kok kayak ketakutan gitu?" tanya Deven khawatir.
"Kenapa manggil aku?" tanyanya lagi.
Anneth masih diam. Matanya bergerak seperti mesin scan-bergerak meneliti dari bawah sampai atas.
"Kamu nggak papa kan?" tanya Anneth panik.
Deven menautkan kedua alisnya. Tentu saja ia bingung mengapa Anneth seperti ini, Anneth baru saja terbangun dari tidurnya.
"Aku nggak papa. Emang aku kenapa?" tanya Deven balik.
Anneth memejamkan kedua matanya. Ia mencoba mengatur tempo napasnya yang memburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DevAn
FanfictionMengubah diri adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Entah itu mengubah sikap maupun perilaku. Namun akankah terasa mudah bagi cowok berandalan yang satu ini? Cowok badboy, trouble maker dan the most wanted di SMA Harapan Bangsa. Dia ketus, dingin, cu...