7)•DevAn - Ekskul Musik

10.8K 605 220
                                    

Lirik akan melengkapi setiap nada. Jika tak ada salah satu dari mereka, mereka tak akan sempurna. Itulah gambaran aku dan kau.

Deven berjalan menyusuri koridor di seluruh penjuru sekolah. Dimana Anneth sekarang? Deven sedang mencarinya. Tadi sempat pergi ke kelas Anneth, namun ternyata Anneth tidak ada. Deven juga ke perpustakaan, ke kantin dalam, kantin belakang, dan ke wc perempuan. Namun hasilnya nihil. Ketahuilah, Neth. Deven rindu!

Langkah Deven melambat ketika mendengar suara gemuruh drum di dalam ruangan-ruang musik. Deven mencoba perlahan melangkah mendekati ruangan itu. Pintunya tidak tertutup rapat sehingga Deven dapat melihat apa yang sedang terjadi di dalam.

Matanya menyipit ketika mendapati seorang cewek yang sedang bermain drum dengan sangat mahir. Ia beberapa kali mengucek matanya agar tidak salah penglihatan.

"Anneth?" katanya pelan, masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Masa dia jago nge-drum?" tanyanya kepada dirinya sendiri.

Sulit percaya dengan bakat Anneth yang terpendam. Anneth yang Deven lihat selama ini adalah Anneth yang polos dan bego. Tetapi ternyata Deven salah menyimpulkan Anneth.

Deven terpaku dengan permainan drum Anneth. Sangat mahir bahkan seperti sudah ahlinya. Sangat jarang ia temui cewek pandai bermain drum. Bukankah itu sering dimainkan oleh seorang cowok? Tidak! Cewek bisa melakukan apa yang cowok lakukan. Tidak semua bisa di kuasai oleh cowok.

Senyuman Deven mengembang. Entah kerasukan setan jenis apa, baru kali ini Deven terlihat kagum kepada seorang cewek. Deven menyenderkan tubuhnya di gawang pintu sembari menikmati tempo permainan drum Anneth.

Beberapa menit kemudian, Deven tersadar dari lamunan-nya. Deven menegakkan kembali tubuhnya dari sandaran nya barusan. Deven berjalan seperti biasa dengan ekspresi yang kembali dingin-seakan tidak terjadi apa-apa.

"Ternyata lo bisa nge-drum." Deven tiba-tiba menampakkan dirinya dihadapan Anneth.

Anneth tersentak kaget, saking fokusnya hingga tidak menyadari adanya kedatangan seorang Deven Christiandi Putra di hadapannya.

Anneth memamerkan sederet gigi putihnya."Iya, aku bisa nge-drum sejak kecil," kata Anneth seadanya.

Deven menduduki salah satu kursi didekat piano."Gue enggak nanya dari kapan lo bisa main," celetuk Deven tak bersalah.

Anneth menghela napas berat. Harus sabar menghadapi cowok hati batu seperti Deven. Padahal pada umumnya hati tidak ada yang sekeras batu.

"Gue enggak bisa main se mahir lo," kata Deven menatap sepasang mata indah milik Anneth.

Anneth tersenyum singkat,"bisa kok, asalkan ada usaha dan niat," lirih Anneth.

"Gue lebih ke piano."

Deven memang seorang pianis. Sejak kecil, ia pandai sekali bermain alat musik satu ini. Saking cintanya terhadap piano, ada satu ruangan khusus penyimpanan piano di rumahnya. Banyak jenis-jenis piano disana.

"Aku gak nanya kamu lebih mahir ke alat musik apa," timpal Anneth membalas perkataan Deven tadi.

Deven menautkan alisnya lalu terkekeh."Udah berani bales?" tanya Deven dengan sisa tawanya.

"Udah!" jawab Anneth cakap.

Deven hanya terkekeh kecil.

"Jarang, ada cewek bisa mahir main drum," kata Deven dingin.

"Karena mereka menganggap itu hanya pekerjaan cowok. Harusnya mereka bisa buktikan kalo cewek itu enggak lemah! Cewek enggak harus selalu di remehkan."

Mulut Deven setengah melongo. Benar-benar baru kali ini menemui cewek berwujud seperti Anneth. Polos, bego, namun pemikiran luas. Ya jabarkan sendirilah bagaimana anehnya.

DevAnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang