16)•DevAn - Baikan

8.2K 482 118
                                    

"Satu hal yang tak ku pahami. Mengapa aku selalu nyaman dan aman saat di dekat mu. Sekalipun kamu tidak melakukan apa-apa."
-Anneth Delliecia Nasution.

*

Semakin hari, Anneth semakin tak tahan dengan tekadnya untuk menjauhi satu cowok nyebelin itu. Bagaimana bisa jika Deven masih terus saja berusaha mendekati Anneth. Kemana pun Anneth pergi, selalu bertemu cowok dingin itu. Atau mungkin dia mempunyai jin yang selalu bersama Anneth. Huh. Entahlah!

Anneth duduk termenung di kursi taman. Ia sengaja tidak gabung bersama teman-temannya. Jika dia gabung, pastilah Deven yang akan menjadi pembahasan hari ini. Anneth memilih menyendiri bersama angin.

"Aku nggak tahan!" keluh Anneth. Kedua tangannya memegangi kepalanya.

Dari awal Anneth memang sudah tidak tahan jauh-jauh dari Deven. Apalagi saat melihat Deven yang selalu memohon-mohon untuk mendapatkan maaf darinya. Sungguh Anneth tidak tega!

"Hoi!" sergah Friden, menduduki ruang di sebelah Anneth.

"Deven ganteng," latah Anneth tidak menyadari ucapannya.

"Cieee...mikirin Deven, udah cinta itu nggak bisa di pungkiri. Maafin aja lah," goda Friden.

Anneth menjadi malu sendiri dengan ucapannya tadi. Aduh Anneth kenapa bisa keceplosan sih. Memang sudah dari sananya mulut Anneth tidak dapat dikontrol.

"Ngelamun aja lo! Udah datengin sekarang, terus bilang 'Deven yang ganteng, aku udah maafin kamu.' gitu" saran Friden, wajahnya di buat-buat.

"Aw!" ringis Friden.

Satu cubitan membekas di lengan Friden. Friden mengusap-usap lengannya, bahkan rasa sakitnya menembus masuk ke tulang.

"Nggak lucu tau nggak?" gerutu Anneth, mimik wajahnya berubah kesal.

"Yee siapa yang ngelawak? Gue ngasih saran kali!" sanggah Friden yang masih terlihat kesakitan.

Anneth mendesah berat. Sebenarnya apa maksud kedatangan makhluk ini. Hanya membuat pikiran Anneth semakin kacau. Anneth berani jamin, kedatangan Friden pasti untuk menanyakan Joa. Itu dan itu saja setiap harinya.

"Kamu ngapain kesini?" tanya Anneth pura-pura polos.

"Biasanya ngapain? Tentang Joa lah!" jawab Friden.

"Aku bukan emaknya Joa yang bisa kamu tanyai tentang dia. Mood ku lagi nggak bagus, pergi nggak?!" usir Anneth.

"Yang bilang lo emaknya Joa siapa?" balas Friden tak ingin kalah.

"Y-ya emang nggak ada. Maka dari itu nggak usah nanya tentang Joa lagi!" bentak Anneth kesal.

"Biasanya kan lo mau. Kenapa sekarang nggak?" ucap Friden sewot,"lo boleh punya masalah, tapi jangan gue yang di bawa-bawa!" lanjutnya.

"Yang bawa-bawa kamu siapa, sujono! Udah ah, sekarang pergi!" usir Anneth mendorong bahu Friden agar menjauh dari tempat itu.

Friden mendengus. Akhirnya ia berdiri dengan raut wajah yang kesal. Menyebalkan! Anneth tidak seperti biasanya. Friden menghentakkan kakinya layaknya anak kecil kemudian berjalan meninggalkan Anneth.

"Udah tau mood jelek masih aja ngeyel!" omel Anneth.

Anneth menghela napas berat. Ia kembali memikirkan rumitnya kisah cintanya dengan Deven. Ciah! Bucin! Matanya ke arah bawah, menatap rerumputan dengan tatapan kosong.

Selang beberapa menit kemudian, ia berdiri dan berlalu meninggalkan taman yang kini kosong. Ia berjalan menuju kelas.

Di tengah perjalanannya, ia di hadang oleh Nathan dan Navis. Navis dengan cepat mendekat ke sebelah Anneth. Sementara Nathan, matanya menatap ke arah lain, acuh dengan ada nya Anneth.

DevAnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang