EXTRA PART

9.9K 405 66
                                    

Anneth POV

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Seperti itulah yang dialami oleh semua orang. Terutama oleh siswa-siswi SMA. Kenangan yang terukir selama tiga tahun terakhir memang akan terasa sulit untuk dilupakan oleh siswa manapun. Ada banyak pembelajaran dan hal baru yang mereka alami di masa itu. Mungkin ada yang sudah mengenal cinta, mengerti cinta, dan bahkan jatuh cinta. Bukan hanya itu, persahabatan juga menjadi ikatan utama yang memiliki kenangan berharga. Karena persahabatan itu sendiri yang menyimpan banyak cerita yang berbeda-beda dan lebih berwarna.

Acara perpisahan sekolah yang berlangsung semalam, seharusnya bisa membuat hatiku sedikit bahagia, tetapi nyatanya tidak. Justru aku semakin merasa kehilangan semuanya. Dengan adanya acara perpisahan sekolah, itu tandanya habis sudah masa-masa sekolahku-di SMA. Di tambah lagi dengan kepergian Deven yang ku rasa terlalu terburu-buru. Walaupun aku tahu alasan Deven untuk pergi, yang tentunya bukan bermaksud untuk meninggalkanku. Tetapi tetap saja berarti sama bagiku.

Tidakkah Deven berpikir untuk datang ke acara perpisahan sekolah terlebih dahulu sebelum berangkat? Ah! Aku berharap Deven bisa hadir dan berada di sisiku saat itu.

Aku sempat membayangkan hal indah jika Deven bisa menghadiri acara itu. Aku dan Deven akan menjadi kandidat pasangan terbaik di SMA Harapan Bangsa. Aku membayangkan bahwa kami memakai pakaian yang serasi, berjalan beriringan menuju ke atas panggung dan yang paling penting akan ada mahkota yang terpasang di atas kepalaku dan juga Deven. Sungguh indah bukan?

Tetapi keinginanku harus padam karena mustahil aku bisa mendapatkan semua itu. Karena pada kenyataannya, Deven tidak berada disini!

Mungkin tadi malam adalah malam yang sangat berkesan bagi Friden dan Charisa. Ya! Merekalah yang mendapatkan penghargaan pasangan terbaik di SMA Harapan Bangsa.

Aku tidak sedih karena mereka yang mendapat gelar, tetapi aku sedih karena Deven tidak bersamaku saat itu. Padahal aku sangat yakin bahwa gelar itu akan aku dapatkan bersama Deven.

"Ah! Gelar itu nggak penting, yang penting itu pembuktian bahwa aku dan Deven bisa mempertahankan hubungan ini walaupun dipisahkan oleh jarak." Aku cukup percaya diri dengan ucapanku.

Aku tertunduk lesu memandangi foto Deven."Deven, kenapa sih kamu buru-buru pergi! Kenapa nggak hari ini aja atau besok, biar kamu bisa hadir di acara perpisahan sekolah." Dengan kekesalan ku, aku mengomeli Deven di depan foto polaroidnya yang ku genggam sejak tadi.

Aku menghela napas berat."Coba aja kamu dateng, pasti bakal romantis banget kayak Charisa sama Friden. Mereka nyanyi bareng, dansa, tatap-tatapan. Aku kan iri!" Aku seolah-olah berbicara dengan Deven.

"Sedangkan aku? Natap mata kamu aja nggak bisa, paling-paling lewat video call," lanjut ku.

Tak lama berselang, aku seperti teringat akan sesuatu. Aku buru-buru beranjak dari ranjang. Aku berlari menuju meja rias yang terletak tak tak jauh dari ranjangku, aku meraih ponsel yang tergeletak di atas meja. Setelah mendapatkan ponselku, aku mengambil posisi duduk menghadap cermin sambil memainkan ponselku.

"Tapi kalau aku chat dia, nanti dia sibuk," Aku berpikir sejenak,"wait! Sibuk ngapain? Kuliah kan juga belum mulai, jangan sampai dia ada simpanan disana!" ucap ku panik.

Aku bergidik ngeri."Nggak mungkin Deven kayak gitu, harus bisa saling percaya, Neth! Ayolah!" ucapku.

Aku menghela napas panjang."Aku benar-benar rindu, aku harus kirim video itu sekarang."

Dengan ekspresi yang serius, Aku mulai membuka aplikasi WhatsApp yang ada di layar ponselku. Aku mengetikkan sesuatu dan mengirim pesan itu kepada Deven. Tak butuh waktu lama, ponselku berdering nyaring memecah lamunanku. Saat aku melirik layar ponselku, terpampang jelas nama Deven di sana. Deven mengajakku untuk memulai obrolan video. Tentu saja aku tidak akan menolak.

DevAnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang