Playing Now = Mengerti Perasaanku - Rio Febrian
"Jangan mudah cepat mengambil keputusan. Karena itu belum tentu bisa menjadi pilihan. Bukti dan penjelasan itu sangat di perlukan, agar tidak berujung kesalahpahaman."
*
"Makasih bang," kata Anneth sembari memberikan selembar uang lima ribuan kepada supir angkot.
"Iya sama-sama neng." Supir angkot itu menerima uang dari Anneth.
Anneth berdiri lalu melangkah keluar dari angkot. Hari masih cukup pagi, sekolah masih terlihat sepi. Datang tepat saat bel berbunyi itulah kebiasaan kebanyakan siswa-siswi di SMA ini.
Akhir-akhir ini Anneth selalu berangkat lebih pagi mendahului siswa yang lainnya. Bukan karena takut terlambat, tetapi karena ingin menghindari mata-mata sinis yang ada di SMA ini. Sungguh Anneth membencinya.
Anneth berjalan menuju kelasnya dengan langkah seperti biasanya. Kepala Anneth bergerak ke kanan dan kiri melihat keadaan sekitar sekolah. Kepala Anneth berhenti bergerak saat mendapati Deven sedang duduk di atas motornya. Deven tengah sendiri. Deven melirik ke arah Anneth. Tak sedikitpun Deven melemparkan senyuman yang biasanya tak tanggung-tanggung ia berikan kepada Anneth.
Kini Anneth yang terlebih dahulu melemparkan senyuman kepada Deven. Meskipun dari kejauhan, pasti akan terlihat oleh sepasang mata milik Deven. Bukannya di balas senyuman, Deven malah melengos membuang muka. Dada Anneth sesak, hatinya sakit dan hancur saat diperlukan Deven seperti ini. Seperti ada benda yang menghantam dada Anneth, bahkan rasa sesak dan sakitnya menyeruak masuk ke dalam. Senyuman Anneth memudar tak manis lagi, melainkan hambar. Anneth tertunduk lemah lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju ke kelas dengan hati yang pedih.
Deven hanya mematung di atas motornya memandangi kepergian Anneth dari kejauhan. Tatapan matanya berubah menjadi sendu. Rasanya ingin berlari menghampiri Anneth lalu memeluknya erat-erat untuk melepaskan semua rasa rindu yang menggebu. Sakit sebenarnya bagi Deven karena berusaha menjauh dari Anneth. Mengingat Annethlah yang selalu mengisi hari-hari Deven yang tadinya kelam menjadi lebih berwarna dan lebih berarti.
Anneth berjalan melewati beberapa koridor sekolah dengan kepala yang tertunduk. Akhirnya, dia sampai juga ke tempat tujuan-kelas. Anneth memasuki kelas dan langsung menuju ke tempat duduknya. Sedikit membanting tasnya ke atas meja.
Anneth merogoh tasnya. Sepertinya akan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ya! Sebuah novel. Dalam keadaan seperti ini Anneth membutuhkan novel. Membaca novel dapat membantunya menghilangkan rasa stress dan sakit yang ia rasakan. Anneth menyibak lembar per lembar novelnya. Mulutnya bergerak komat-kamit membaca kata per kata yang tercetak di novel itu.
"Dor!!!" sergah Joa yang baru saja datang.
Anneth tersentak kaget. Anneth menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. Karena bahaya jika Anneth marah, kemungkinan akan keluar kedua tanduk keramatnya.
"Apa dor dor, disini nggak ada balon," ucap Anneth. Matanya kembali terarah ke novelnya.
"Apa sih gaje," balas Joa lalu menduduki bangkunya.
Anneth tidak menggubris perkataan Joa. Ia masih tetap fokus membaca novelnya. Joa yang baru teringat akan suatu hal langsung buru-buru memberi tahu Anneth.
"Neth, pr fisika lo udah?" tanya Joa panik.
Anneth memutar perlahan kepalanya sembilan puluh derajat menghadap Joa. Matanya sedikit melotot. Ekspresinya tidak dapat di jabarkan.
"Emang ada pr?" tanya Anneth polos.
Joa menepuk dahinya sendiri."Lo bego apa bego sih? Ada Neth!!!" pekik Joa sedikit berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DevAn
Fiksi PenggemarMengubah diri adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Entah itu mengubah sikap maupun perilaku. Namun akankah terasa mudah bagi cowok berandalan yang satu ini? Cowok badboy, trouble maker dan the most wanted di SMA Harapan Bangsa. Dia ketus, dingin, cu...