"Dari awal aku sudah tegaskan. Kalau aku akan tetap menunggu selagi masih bisa. Hingga pada akhirnya, semua tidak sia-sia, melainkan menjadi penantian berharga."
***
Hari ini, bertepatan dengan hari dimana hasil belajar siswa-siswi selama satu tahun akan di berikan kepada orang tua mereka. Bagi siswa-siswi yang pandai, mereka pasti merasa tidak tenang menunggu hasil ini. Apakah peringkat mereka akan menetap atau akan turun. Atau bahkan akan naik. Tetapi bagi siswa-siswi yang kurang pintar-tidak ingin beranggapan siswa-siswi itu bodoh, hanya saja kurang pintar-mereka akan bersikap masa bodoh mengetahui hasil mereka.
Setelah bincang-bincang singkat wali kelas dengan orang tua/wali dan di umumkan nya hasil belajar siswa, wali kelas segera menutup pertemuan ini. Semua siswa-siswi menunggu di luar kelas. Ada beberapa orang tua yang puas dengan hasil anaknya, tetapi beberapa juga yang langsung menyuarakan siraman rohani nya.
Serius, siswa itu pasti malu.
"Gimana mah?" tanya Joa gelisah. Melihat tampang mamanya yang terlihat menakutkan dan sorot matanya mengarah tajam menatapnya, membuatnya ketar-ketir.
"Selamat!" Senyuman terlukis di wajah mama Joa."Naik satu peringkat! Kamu peringkat 7," sambungnya.
Wajah Joa yang terlihat gelisah berubah drastis setelah lengkungan bibir mulai terlihat jelas membentuk senyuman lebar. Mama Joa menoel hidung Joa.
"Kukira mamah bakal marah, soalnya muka mama nggak enak dilihat." Joa memberikan cengirannya setelah mama nya melotot akan marah beneran.
"Tapi kamu nggak nyontek lagi kan?" tanya mama menatap curiga.
Joa gelagapan sendiri. Otaknya harus berpikir lebih cepat mencari kalimat yang pas atau Joa akan keceplosan dan menimbulkan amarah mama nya.
"Nggak lah mah, Joa kan belajar bareng Anneth. Nggak mungkin main-main," jawab Joa mengontrol ekspresi wajahnya agar tetap tenang.
"Apa hubungannya sama nyontek?" tanya mama semakin menyudutkan Joa.
Aduh. Batin Joa. Joa mengumpati dirinya sendiri di dalam hati. Mulutnya memang tak pernah benar jika berbicara di depan mama nya. Ia tak bisa berbohong.
"Ya kan... kalau Joa serius belajar nya berarti Joa bisa ngerjain alias nggak nyontek," alibi Joa.
Mama Joa cukup lama menatap anaknya. Sedetik kemudian, ia mengangguk.
"Ok. Bagus kalau kamu nggak nyontek, berarti hasilnya murni. Sepuluh besar cukup bagus di kelas unggulan," ucapnya paham
Joa tersenyum kikuk, ia menggigit bibir bawahnya. Maaf mah, sebenarnya Joa masih nyontek cuma satu mapel kok IPA doang. Kalau mamah di posisi Joa pasti mama juga akan nyontek. Susah mah susah, lebih susah dari move on. Batin Joa.
Nggak di obrolan langsung, nggak di batin nya, tetap aja mencerocos panjang tanpa jeda. Ini memang sudah menjadi ciri khas dari seorang Joaquine Bernessa.
"Oh iya, Anneth peringkat berapa?" tanya Joa mengalihkan topik.
Mama Joa mengedikkan bahunya."Pradana yang tahu. Tapi tadi Anneth nggak ada di daftar tiga besar," jawab Mama Joa.
"Mama nggak tanya ke kak Dana?" tanya Joa lagi.
"Loh, kan anak mamah itu kamu, ngapain mama nanyain Anneth? Kenapa nggak kamu aja?"
"Hehe.." Joa menyengir.
"Oh ya, mana pacar kamu yang namanya Sam itu?" tanya mama antusias."Mamah lihat di foto dia ganteng, di aslinya ganteng nggak?" lanjut mama Joa.
KAMU SEDANG MEMBACA
DevAn
FanficMengubah diri adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Entah itu mengubah sikap maupun perilaku. Namun akankah terasa mudah bagi cowok berandalan yang satu ini? Cowok badboy, trouble maker dan the most wanted di SMA Harapan Bangsa. Dia ketus, dingin, cu...