41)•DevAn - Pertemuan dan Perpisahan

8K 423 175
                                    

Acara pemakaman almarhum Rindhi telah selesai. Semua yang mendengar kabar ini tentunya merasa berduka cita. Pasalnya beliau adalah sosok wanita yang penyabar, baik, dan ramah.

Deven dan Lifia masih terus menangisi kepergian orang tua perempuannya. Tetapi di samping mereka masih ada Anneth yang terus meyakinkan keduanya agar tetap tegar. Jujur Anneth sendiri juga merasa kehilangan, kehilangan untuk yang kedua kalinya. Tetapi kembali lagi, ini adalah takdir yang sudah di rencanakan oleh Tuhan.

Anneth berada di antara Deven dan Lifia dengan posisi merengkuh keduanya. Gadis itu juga menangis, sambil mengelus-elus pundak Deven dan Lifia.

"Aku tahu perasaan kalian gimana, tapi kalian harus ikhlas, agar mama tenang di sana." Anneth mulai berucap.

"Kenapa harus mama, kenapa nggak aku aja yang ada di posisi dia," ucap Deven sambil memegangi batu nisan yang bertuliskan nama Rindhi.

Anneth melepas rangkulannya, ia beralih menatap pria yang berada di sebelahnya."Deven dulu aku pernah berpikir kayak kamu, tapi lama-kelamaan aku sadar kalau yang sudah terjadi ya sudah, kita cukup menerima. Nggak ada yang perlu di sesali," lirih Anneth.

Deven tidak mampu berkata-kata. Lidahnya terasa kelu. Hanya air mata yang terus mengalir dari matanya. Ia merasa belum siap untuk ditinggalkan oleh orang tuanya. Deven sempat berpikir, dengan siapa ia hidup setelah ini? Ia tidak punya siapa-siapa lagi, hanya Lifia.

"Kamu harus kuat, aku nggak seneng ngelihat kamu kayak gini. Mana Deven yang dulu, yang kuat? Aku yakin kamu bisa menghadapi masalah apapun yang datang bertubi-tubi, aku yakin itu," ujar Anneth.

"Dan untuk Fia, kak Anneth tahu kamu masih belum bisa mengontrol emosi kamu, saat sedih dan yang lainnya. Tapi kakak yakin kamu bisa paham dengan keadaan dan kamu bisa mengikhlaskan. Mama pasti seneng kalau kalian ikhlas," lanjut Anneth.

Deven menoleh lemah ke arah Anneth, menatap sekejap gadis itu. Kemudian dia merengkuh tubuh Anneth, memeluknya erat dengan penuh kasih sayang dan rasa syukur.

"Makasih ya, sayang, sekali lagi makasih banyak," lirih Deven.

"Sama-sama," kata Anneth.

Deven melepaskan pelukannya. Pria itu kembali menatap batu nisan di depannya. Benar-benar berat sekali rasanya ditinggalkan oleh orang yang sudah melahirkan nya.

"Yang sabar ya, Dev, kita semua ikut sedih. Kita percaya kalo lo bisa ngadepin ini semua," ucap Friden.

Deven mengangguk lemah."Makasih."

"Gue banyak salah sama lo, gue udah tau diri kok. Gue turut berdukacita ya," sela Nathan yang turut hadir di pemakaman Rindhi.

"Iya Nat, makasih."

"Gue jadi takut hal ini akan terjadi ke orang tua gue. Ini bakal gue jadiin pembelajaran, gue bakal jagain orang tua gue," kata Navis.

Deven tersenyum tipis."Jagain orang tua lo selagi masih ada. Rawat sampai sembuh kembali," pesan Deven.

"Iya, Dev."

Suasana di pemakaman semakin sepi, beberapa orang yang melayat sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kini hanya tersisa Deven, Lifia, Desi a.k.a mama Nashwa, Rubi a.k.a mama Charisa, dan teman-teman Deven.

"Yang kuat ya nak, kalian berdua pasti bisa melewati semua ini," tutur Rubi.

"Iya tante, makasih," ucap Lifia dengan suara gemetar.

"Makasih ya, tante," sahut Deven sembari menunjukkan senyuman palsunya.

"Iya sama-sama." Rubi tersenyum.

DevAnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang