"Terkadang jarak itu perlu. Setidaknya agar kita tau, bagaimana rasanya merindu."
Bel istirahat sudah berbunyi. Seperti biasa, kantin selalu menjadi tujuan utama para pelajar di sekolah manapun. Kantin kurang lengkap rasanya jika tak ada geng gesrek. Tak ada yang tertinggal kali ini, mereka dalam jumlah lengkap.
"Cepetan pesen makanan, keburu usus gue menyusut!" pinta William.
"Ya udah, gue yang pesenin. Menu biasanya kan?" tanya Alde.
"Iya."
Alde akan beranjak memesan makanan ke meja pemesanan. Namun ada tangan yang menahan. Ya, tangan William.
"Gue ganti menu deh!"
"Apaan," tanya Alde dengan nada datar.
"Nasi goreng tanpa nasi, jangan lupa tambah mie. Mm.. campurin kuah soto dan... kasih taburan cokelat bubuk."
"Oh oke. Mungkin itu makanan lo yang sebenarnya, itu sebabnya otak lo geser perlahan."
"Eh nggak-nggak! Gue tadi cuma asal ngomong. Jangan pesenin itu ya," larang William panik.
"Tetep ke menu baru!"
Kemudian Alde segera beranjak tanpa memperdulikan teriakan William yang melarangnya untuk memesan menu absurd itu.
"Yah telinganya ilang satu," ucap William kecewa, ia terduduk lemah.
"Yah otak lo larut setengah," balas Clinton mengikuti cara bicara William barusan.
Deven menghela napas berat, lalu geleng-geleng. Walaupun sudah sering melihat tingkah aneh sahabatnya, tetapi tetap saja tak habis pikir. Sebenarnya William lahir dari mana sih?
"Neth," panggil Deven.
Anneth menoleh ke arah pria itu."Kenapa Dev?"
"Nanti malam, gue ajak lo jalan lagi boleh?" tanya Deven.
Anneth terdiam, ia mencoba menahan senyumannya. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Rasanya senang mendengar ajakan Deven.
"Nggak mau ya?" tanya Deven kecewa.
"Mau!" jawab Anneth cepat.
Deven mengangkat kedua sudut bibirnya, membentuk senyuman penuh arti. Tangan Deven bergerak menyelipkan rambut Anneth yang berantakan ke belakang telinga.
"Makasih," lirih Deven.
"Sama-sama Dev," balas Anneth tersenyum lebar.
"Sayang, nanti kita jalan juga ya. Ke tempat yang paling indah pokoknya," sindir Joa nyaring.
"Iya dong, pasti!" balas Sam dengan senyuman jahil.
"Sindir aja terus, sindir!" ketus Anneth.
"Iri," sela Deven dengan raut datar.
Sudah biasa mereka menyindir Anneth dan Deven. Mereka merasa iri dengan Anneth dan Deven. Terutama si William dan Clinton. Jangankan jalan bareng, yang diajak aja nggak ada!
"Gue kapan dong bisa jalan berdua sama cewek?" tanya William yang entah tertuju kepada siapa.
"Tunggu ayam jantan bertelor!" sahut Anneth asal.
"Good job, Neth!" ucap Charisa mengacungkan jempolnya.
William bertopang dagu sembari menatap kosong ke arah depan. Meratapi nasibnya yang malang itu. Padahal jika di lihat-lihat, William sebenarnya tampan dan humoris. Satu kekurangannya, di tingkat kewarasannya. Mungkin itu yang membuat cewek-cewek ngeri berada di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DevAn
FanficMengubah diri adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Entah itu mengubah sikap maupun perilaku. Namun akankah terasa mudah bagi cowok berandalan yang satu ini? Cowok badboy, trouble maker dan the most wanted di SMA Harapan Bangsa. Dia ketus, dingin, cu...