"Jarak tidak untuk disalahkan. Jarak memang sesuatu yang memisahkan. Tetapi jarak juga mengajarkan kita akan suatu hal, seberapa lama kita dapat bertahan, bisakah kita menjaga perasaan dan tetap berada dalam kesetiaan."
Malam ini yang seharusnya menjadi malam yang paling membahagiakan bagi Deven dan juga Anneth. Tetapi malah menjadi malam yang kelam.
Seharusnya mereka duduk bersebelahan, menatap langit dan memandangi bintang-bintang yang gemerlap. Namun itu hanyalah angan.
Deven hanya sendiri, ditemani angin yang terus menerpa wajahnya. Ia tengah duduk di balkon rumah sakit memandangi langit yang tak berbintang. Seperti yang ia rasakan saat ini, hati tanpa keceriaan.
"Harusnya malam ini adalah malam yang paling indah, Neth. Tetapi kamu dimana?" ucapnya mulai berbicara kepada diri sendiri.
"Hatiku sudah siap membisikkan dan bibirku sudah siap mengatakan. Tetapi kenapa waktu melarang."
Deven mengacak rambutnya frustasi. Ia merutukki dirinya sendiri. Deven merasa hidupnya kacau tanpa adanya Anneth. Yang tadinya selalu di buat gemas, tertawa bahkan kesal oleh Anneth. Sekarang? Hampa.
"Semoga kamu kembali. Disini ada rindu yang menunggu."
PUK
Deven tersentak ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya. Deven menoleh ke samping, mencari siapa yang menepuk barusan.
Ternyata Nashwa! Deven sedikit gelagapan. Khawatir jika sepupunya mendengar semua perkataannya tadi. Kalau benar mendengar, Deven akan merasa malu. Ejekan dan cercaan pasti akan menimpa dirinya.
Nashwa tersenyum ke arahnya. Sepertinya benar! Nashwa mendengar ucapannya barusan. Deven mencoba tetap bersikap dingin dengan tatapan datar.
"Kapan lo kesini?" tanya Deven dengan nada datar.
Nashwa mengambil duduk di sebelah Deven. Ia tersenyum sinis tanpa menatap Deven.
"Gue denger semua kok." Nashwa mulai membuka suara.
"Sekarang puas-puasin aja ngeledek gue. Terserah mau bilangin gue alay atau yang lainnya. Gue udah kebal!"
Nashwa mengedarkan pandangannya ke wajah Deven. Wajah yang terlihat letih, suntuk, penuh beban. Seperti Deven yang dulu. Berhati batu!
"Gue nggak akan ngeledek. Lo seperti itu wajar. Satu pesan gue, jangan pernah bosen nunggu dia kembali. Setia pada satu hati."
Raut wajah Deven yang tadinya ketus, berubah menjadi sendu. Tatapannya menurun, menunduk. Ia tak paham dengan perasaannya sendiri. Belum ada sehari jauh dari Anneth, tetapi sudah se rindu ini. Makhlum cinta pertama!
"Mungkin terkesan sedikit alay lo se rindu ini. Tapi, itu tandanya lo benar-benar nggak main-main sama yang namanya perasaan."
"Sebelum gue kenal dia, gue nggak pernah ngerasa seperti ini. Ini yang gue benci dari cinta sejak dulu."
"Lo suka Anneth?" tanya Nashwa pelan.
Deven terdiam. Matanya masih menatap langit hitam tak berbintang. Entah dia sengaja menulikan pendengarannya atau memang tak mendengar ucapan Nashwa barusan.
"Sejak kapan lo bisu!" tajam Nashwa melirik Deven sinis.
"Sejak kapan lo mau ngomong sama orang bisu!" sengit Deven tanpa melihat ke arah Nashwa.
"Lo nggak pernah berubah ya! Di depan Anneth doang lembutnya."
Kini tanpa obrolan. Deven sedang tak ingin banyak berbicara. Tetapi Nashwa ingin mengetahui semuanya, ia butuh kejelasan dari perasaan Deven.

KAMU SEDANG MEMBACA
DevAn
FanfictionMengubah diri adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Entah itu mengubah sikap maupun perilaku. Namun akankah terasa mudah bagi cowok berandalan yang satu ini? Cowok badboy, trouble maker dan the most wanted di SMA Harapan Bangsa. Dia ketus, dingin, cu...