18)•DevAn - Kepanikan Yang Masih Ada

7.5K 427 140
                                    

Anneth menutup pintu rumahnya. Ia akan berangkat ke sekolah. Anneth membalikkan badannya, betapa terkejutnya ia saat mendapati Deven yang sedang duduk di atas motornya. Anneth mendekati Deven yang tengah merapikan rambutnya di depan kaca spion.

"Deven.." lirih Anneth berjalan mendekati Deven.

Deven menoleh ke arah sumber suara. Ia menghentikan aktivitasnya lalu berdiri di depan Anneth.

"Eh, ternyata lo udah keluar," kata Deven.

"Kok kamu ada disini?" tanya Anneth polos.

"Salah?" tanya Deven balik.

"Ya enggak sih, tumben aja pagi-pagi ke sini," jawab Anneth.

"Lo berangkat bareng gue," celetuk Deven tiba-tiba.

Anneth membelalakkan matanya mendengar perkataan Deven barusan. Berangkat ke sekolah bareng Deven? What? Mimpi apa Anneth semalam?

"A-apa?" tanya Anneth lagi.

Deven tersenyum singkat lalu selangkah mendekati Anneth. Matanya menatap lurus ke wajah Anneth.

"Hari ini dan seterusnya, lo berangkat sama gue dan pulang sama gue," jelas Deven dengan sangat hati-hati.

"Boleh kan?" tanya Deven.

Anneth mengangguk cepat. Tentu saja Anneth tidak akan menolaknya. Meskipun begitu, Anneth juga harus siap mental dan fisik untuk menghadapi cacian-cacian dari fans-fans Deven yang sebagian besar adalah perempuan.

"Nggak ada maksud lain kan?" tanya Anneth menunda Deven yang akan memakai helm.

Deven meletakkan helmnya di atas tangki tempat penampungan bensin."Kan kemarin gue udah bilang, lo harus tetap aman. Angkot itu rawan kejahatan," tutur Deven.

"Kan biasanya aku naik angkot," sanggah Anneth.

"Udah bagus-bagus juga di boncengin cowok ganteng masih aja banyak tanya," sindir Deven tanpa melihat.

Anneth hanya menyengir tak berdosa. Kalau saja Deven habis kesabaran saat menghadapi Anneth, mungkin saat itu juga Anneth akan di dorong ke kawah gunung Merapi.

"Masa cantik-cantik naik angkot," goda Deven tetap dengan nada yang datar dan ekspresi dingin.

Deg. Apalagi ini? Mengapa Anneth begitu mudah baper. Terkadang salah tingkah sendiri, padahal Deven hanya memuji hal kecil. Lagipula itu adalah kebenaran, Anneth memang cantik.

"Aku cantik?" tanya Anneth ragu-ragu.

Deven membalikkan badannya menghadap Anneth. Ia tersenyum lebar saat menatap kedua mata Anneth. Walaupun Anneth tak membalas tatapannya, tapi tidak masalah bagi Deven. Deven tau Anneth sedang salah tingkah.

"Iya lo cantik. Tapi di urutan ketiga."

"Kok bisa?"

"Yang pertama itu mama. Yang kedua Lifia. Dan yang ketiga.." Deven menunda ucapannya, tangan kanannya bergerak mendekati dagu Anneth. Ia mendongakkan kepala Anneth agar tatapan mereka bertemu,"lo."

Kemudian Deven tersenyum manis, senyuman yang membuat jantung Anneth berpacu lebih cepat dari biasanya. Tubuh Anneth terasa kaku, mungkin ini efek samping dari senyuman Deven.

"Ayo berangkat," ajak Deven terkekeh sembari menjawil hidung Anneth.

Deven mengambil helmnya lagi lalu memakai helmnya. Dengan gagah, ia menaiki motornya. Sementara Anneth masih mencoba mengontrol kesenangannya. Ia masih tersenyum malu-malu, salah tingkah.

Deven menoleh."Ayo naik," ajak Deven membuat Anneth menoleh ke arahnya.

"Iya-iya," jawab Anneth masih dengan senyuman malunya.

DevAnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang