"Jika hati sudah lelah, maka jangan dipaksakan. Hati juga ingin dimengerti, bahwa dirinya itu sedang tersakiti."
- Deven Christiandi Putra*
"Kamu mau bantu aku?" tanya Anneth dengan binar mata yang mencurigakan.
"Iya, selagi gue bisa," jawab Friden ragu.
"Kita pacaran aja! Biar aku bisa move on dari Deven," celetuk Anneth dengan mata yang berbinar-binar.
Mendengar perkataan Anneth, mulut Friden cengo. Kedua matanya terbelalak, bahkan nyaris copot. Apa-apaan ini?
Friden berbalik menatap Anneth."Neth, lo nggak gila gara-gara Deven kan?" tanya Friden ketar-ketir.
Anneth mengernyit bingung."Nggak lah, aku masih waras! Buktinya aku nggak bertingkah seperti orang gila," jawabnya tanpa dosa.
Alis kanan Friden naik."Bukan tingkah lo, tapi otak lo!" sentak Friden.
"Ya aku cuma berpikir, dengan cara itu aku bisa lupakan dia. Cuma itu satu-satunya cara," desak Anneth seraya menghentakkan kakinya.
Friden menautkan alisnya. Ia tak yakin dengan kewarasan makhluk yang berada di hadapannya saat ini. Friden sampai bingung harus menjawab apa dan bagaimana lagi.
Karena Anneth sangat keras kepala.
"Nggak harus begitu, Neth!" Friden mencoba menjelaskan,"lo tau resikonya?" tanya Friden.
"Resikonya ..." Anneth terlihat seperti sedang berpikir.
"Banyak hati yang terlibat, banyak perasaan yang tersakiti, termasuk kita sendiri," sela Friden.
Anneth diam seribu bahasa. Ia mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Friden barusan. Akan sulit melupakan orang yang berarti di dalam hidupnya.
Jika tak bisa, mengapa harus melakukan?
"Neth ... Kalo kita tetap mau melakukan, bukan cuma Deven yang bakal kena, tapi lo dan juga gue." Friden perlahan mencoba menjelaskan.
Anneth menoleh menatap Friden. Tatapan mereka bertemu. Friden menatap kedua mata Anneth lekat-lekat.
"Sesuatu yang di paksakan, akan berujung menyakitkan," Friden mengulas senyuman kecil di bibirnya.
Friden menarik napas panjang, lalu menghela perlahan."Kita misalkan, lo nggak suka makan pedas, karena ujung-ujungnya perut lo bakal sakit. Tapi lo paksakan makan pedas, resikonya ya itu tadi. Perut lo mules, sakit," jelas Friden berharap Anneth akan cepat paham.
"Sama halnya dengan hati yang dipaksakan untuk singgah yang bukan pada tempatnya," pungkasnya.
Lidah Anneth terasa kelu, sulit untuk berkata-kata. Mendengar perkataan Friden, ia mendadak tak mengerti dengan perasaannya sendiri.
Sebenarnya ia menyiksa dirinya sendiri.
"Kita udah remaja, bukan anak-anak lagi yang taunya cuma main. Remaja lebih sering melibatkan hati. Namun hati bukan objek untuk dipermainkan. Jadi gue harap lo berpikir lebih jernih lagi, biar mengerti perasaan lo sendiri."
Anneth menghela napas berat. Perkataan Friden begitu menohok hatinya. Bingung harus menyahuti apa, karena ia sadar ia sudah kalah.
"Emang besar ya kesalahan Deven sampai-sampai lo mau buang dia dari kehidupan lo?" tanya Friden, ia mengutip kata 'buang' dengan jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DevAn
FanfictionMengubah diri adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Entah itu mengubah sikap maupun perilaku. Namun akankah terasa mudah bagi cowok berandalan yang satu ini? Cowok badboy, trouble maker dan the most wanted di SMA Harapan Bangsa. Dia ketus, dingin, cu...